Latest Post

Djoko Tjandra dituntut 2 tahun penjara dalam kasus surat jalan palsu




Jakarta, SNC - Terdakwa kasus surat jalan dan dokumen palsu Djoko Tjandra yang telah menjadi buron selama 11 tahun, kini telah divonis dua tahun penjara. Ia menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Jumat, 4 Desember 2020.

Dalam persidangan, jaksa penuntut umum (JPU) menilai hal-hal yang meringankan dan memberatkan dalam vonis 2 tahun penjara. Pihaknya memberikan kelegaan karena Djoko Tjandra sudah berusia lanjut.

"Hal yang meringankan terdakwa telah berusia lanjut," tukas Jaksa Yeni Trimulyani, dikutip dari situs PMJ News.

Sementara hal yang memberatkan yakni, terdakwa berbelit-belit dan tidak berterus terang dalam memberikan keterangan.

Djoko Tjandra terbukti melakukan tindak pidana menyuruh pemalsuan surat berlanjut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam 263 ayat 1 KUHP Jo pasal 56 ayat 1 ke 1 jo 64 ayat 1 KUHP.

"Menjatuhkan hukuman pidana hukum kepada Djoko Soegiarto Tjandra alias Djoko Soegiarto alias Joecan bin Tjandra Kusuma dengan pidana dua tahun penjara," ungkapnya.

Warganet lalu membandingkan hukuman Djoko Tjandar dengan Ustadz Abu Bakar Baasyir yang sudah lanjut usia dan sakit-sakitan.

Seperti diketahui, Djoko Tjandra dinilai bersalah karena menginisiasi pembuatan surat jalan hingga surat keterangan bebas Covid-19 palsu.

Hal itu dilakukan Djoko Tjandra dengan menyuruh Anita Kolopaking menghubungi Brigjen Prasetijo dan dengan adanya surat jalan tersebut, Djoko Tjandra bisa bebas melakukan perjalanan masuk dan keluar dari taah air. (gelora)



 


Akun twitter @victoriayovita menceritakan pengalaman korban dengan oknum polisi (twitter.com/victoriayovita)



Jakarta, SNC – Sebuah utasan di akun Twitter @victoriayovita pun dibanjiri komentar dari netizen. Bagaimana tidak, di utas Victoria memperlihatkan akun pengirim itu bahwa polisi meminta uang untuk bisa mengusut kasus tersebut.

Victoria menjelaskan bahwa utasan itu hanya titipan pengirim yang menceritakan pengalaman tak mengenakkannya.

Cerita pertama cuitan di akun @victoriayovita mengisahkan tetangga dari pengirim yang hampir diperkosa oleh teman kakak laki-lakinya.

Peristiwa itu diketahui oleh warga sekitar. Warga pun mendorong agar bapak dari korban melaporkan kasus ini ke polisi. Namun,  bukannya menangkap pelaku, polisi ini malah meminta korban menyiapkan uang 12 juta.

"Apa bener kalau mau menjarain orang harus kita yang bayar?," tanya pengirim dalam pesan itu seperti dikutip Suara.com pada Sabtu (5/12/2020).

Salah satu screenshot curhatan korban (twitter.com/victoriayovita)



Diketahui dalam utas di akun @victoriayovita, kasus ini tidak ditindaklanjuti oleh korban karena pihaknya tak mampu menyiapkan uang sebanyak itu. Alhasil, hanya diselesaikan dengan pelaku memberikan uang kepada korban.


Tak hanya curhatan dari satu pengirim, akun @victoriayovita juga membagikan cerita penyintas lainnya.

"Kak sumpah ini lagi dialamin di daerah aku. Nah, kasusnya itu pelecehan seksual ke anak dibawah umur. Kasusnya sudah terjadi dua bulan yang lalu, cuman kemarin baru aja pelaku ditangkap polisi," jelas pengirim lainnya.

"Cuman tadi ada berita lagi kalau ternyata si pelaku nggak jadi di penjara, cuman sebatas tahanan kota dengan alasan barang bukti kurang kuat dan penjara penuh karena covid," lanjut ceritanya.

Selain cerita korban pelecehan seksual, utasan di akun @victoriayovita juga menunjukkan beberapa kasus lainnya yang ditangani oleh polisi.

Pemilik akun @victoriayovita merasa takut karena membagikan cerita-cerita tentang penanganan yang kurang dari pihak berwajib.

Unggahan Victoria pun memicu warganet untuk membagikan pengalaman tak menyenangkan lainnya dengan oknum polisi.

"Gue pernah kejambret malam-malam pas masih kuliah, terus pas bikin surat kehilangan di Polsek diminta 'uang administrasi seikhlasnya'. Gue bilang aja dompet saya hilang pak, ini aja mau makan besok bingung bayarnya. Akhirnya isilopnya ngalah," curhat akun @bern***.

"Aku bingung banget kenapa sih segalanya harus pakai uang? Oh ya mau sekalian nanya. Kok di dalam sel boleh megang handphone ya? Terus kenapa di dalam sel itu harus bayar uang makan dan tidur (kamar) perminggu? Kok kayak lagi asrama pesantren ya? Apa memang gitu? Sorry gue nggak tahu," tanya akun @lamnot***.

"Dari pengalaman orang terdekat yang pernah masuk sel. Iya emang bayar gitu buat tidur sama makan. Katanya kalau nggka dikirim atau dibayar gitu ya nggak bakal makann. Tidur pun kayak beda tempat gitu. Aneh sih memang," jelas akun @nunw***.

"Pelecehan seksual memang kendalanya selalu dibukti dan pembuktian. Mungkin si anak bisa dibawa ke lembaga perlindungan perempuan dan anak seperti WCC (Woman Crisis Centre) di daerah masing-masing biar mendapat bantuan, baik disisi psikologis atau hukum jangan khawatir soal biaya," ungkap akun @sgrbby***.

Tapi, ada juga warganet yang menjelaskan bahwa tak semua polisi bertindak seperti itu, hanya beberapa oknum saja.

"Menurutku tergantung polisinya masing-masing. Masih ada kok yang beneran mau bantuin tanpa embel-embel duit," komentar akun @Cinn***.

"Kalau gue malah kebalikannya. Dulu pas SMA pulang sekolah ditodong sama orang mabok. Pas lapor polisi, polisinya bilang 'uangnya berapa yang di ambil? Bapak ganti aja'," cerita akun @ydhstrws.
Selain cerita korban pelecehan seksual, utasan di akun @victoriayovita juga menunjukkan beberapa kasus lainnya yang ditangani oleh polisi.

Pemilik akun @victoriayovita merasa takut karena membagikan cerita-cerita tentang penanganan yang kurang dari pihak berwajib.

Unggahan Victoria pun memicu warganet untuk membagikan pengalaman tak menyenangkan lainnya dengan oknum polisi.

"Gue pernah kejambret malam-malam pas masih kuliah, terus pas bikin surat kehilangan di Polsek diminta 'uang administrasi seikhlasnya'. Gue bilang aja dompet saya hilang pak, ini aja mau makan besok bingung bayarnya. Akhirnya isilopnya ngalah," curhat akun @bern***.

"Aku bingung banget kenapa sih segalanya harus pakai uang? Oh ya mau sekalian nanya. Kok di dalam sel boleh megang handphone ya? Terus kenapa di dalam sel itu harus bayar uang makan dan tidur (kamar) perminggu? Kok kayak lagi asrama pesantren ya? Apa memang gitu? Sorry gue nggak tahu," tanya akun @lamnot***.

"Dari pengalaman orang terdekat yang pernah masuk sel. Iya emang bayar gitu buat tidur sama makan. Katanya kalau nggka dikirim atau dibayar gitu ya nggak bakal makann. Tidur pun kayak beda tempat gitu. Aneh sih memang," jelas akun @nunw***.

"Pelecehan seksual memang kendalanya selalu dibukti dan pembuktian. Mungkin si anak bisa dibawa ke lembaga perlindungan perempuan dan anak seperti WCC (Woman Crisis Centre) di daerah masing-masing biar mendapat bantuan, baik disisi psikologis atau hukum jangan khawatir soal biaya," ungkap akun @sgrbby***.


Tapi, ada juga warganet yang menjelaskan bahwa tak semua polisi bertindak seperti itu, hanya beberapa oknum saja.

"Menurutku tergantung polisinya masing-masing. Masih ada kok yang beneran mau bantuin tanpa embel-embel duit," komentar akun @Cinn***.


"Kalau gue malah kebalikannya. Dulu pas SMA pulang sekolah ditodong sama orang mabok. Pas lapor polisi, polisinya bilang 'uangnya berapa yang di ambil? Bapak ganti aja'," cerita akun @ydhstrws.(sanca)

Massa Pendukung Habib Rizieq di Bandara Soekarno Hatta/Net



Jakarta, SNC – Persaudaraan Alumni (PA) 212 menanggapi pertanyaan Polda Metro Jaya yang akan menindak tegas massa yang akan mengawal pemeriksaan, Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab pada Senin, 7 Desember 2020.


Menurut Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PA 212 Novel Bamukmin, tidak ada penjara yang bisa menampung pendukung Habib Rizieq, jika polisi menangkap pendukung yang menolak bubar.

Massa Pendukung Habib Rizieq Baca Selawat Nabi di Bandara Soekarno Hatta/Net



"Kalau memang pihak kepolisian mau menangkap pencinta IB HRS, saya rasa penjara dimanapun tidak akan bisa menampung," ujar Novel saat dikonfirmasi Okezone, Jakarta, Sabtu (5/12/2020).


Sementara itu, ia mengklaim pihaknya tidak pernah mengundang ataupun menyerukan siapapun untuk hadir mengawal Habib Rizieq jika hadir dalam pemeriksaan pada 7 Desember 2020, "Kami memang tidak pernah mengundang massa," ucapnya.

Foto: Laskar FPI


Sebelumnya, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan, bila memang Habib Rizieq mau memenuhi panggilan kepolisian maka lebih baik datang dengan tidak membawa massa. Alangkah bijaknya cukup datang bersama tim kuasa hukum.


“Kami imbau kepada mereka semuanya untuk tidak usah mengantar dan cukup dengan pengacara saja. Tapi, kalau masih dipaksakan Polda Metro Jaya dalam hal ini kepolisian akan menindak tegas dan membubarkan. Intinya kita akan bubarkan dan akan tindak tegas dengan melakukan penangkapan sesuai aturan jika tetap memaksa membawa massa,” ucapnya.[]




Jakarta, SNC - GP Ansor dan Banser kerap disindir oleh netizen untuk datang ke daerah yang saat ini tengah bergelut dengan isu disintegrasi. Hal tersebut tidak lepas dari jargon Banser sebagai Benteng Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan harga mati.


Sementara, saat jargon itu terus digaungkan, sebagian pihak justru menganggap Banser melakukan tindakan-tindakan yang berpotensi memecah kerukunan.


Semisal, kecaman-kecaman terhadap ustaz atau ulama yang mereka tuding sebagai 'radikal', termasuk penghadangan atau pelarangan pengajian sejumlah ustaz yang dianggap tidak sejalan dengan mereka.


Ansor dan Banser sendiri beranggapan bahwa ceramah ustaz-ustaz yang mereka hadang itu berpotensi memecah belah ummat.


Warganet juga mengeluhkan sikap sebagian anggota Banser yang begitu memusuhi Front Pembela Islam (FPI). Pendukung FPI pun kerap mempertanyakan alasan oknum Banser tersebut yang begitu membenci kelompok sesama muslim.


Dua pendapat berbeda dari dua kelompok ini justru dianggap memperuncing perbedaan pendapat sesama umat muslim, hingga menimbulkan kubu-kubuan dan saling ejek.


Pihak yang berada 'di tengah' terus mendukung agar Banser dan FPI selalu rukun dan berjuang bersama demi kemaslahatan Islam.


Sementara itu, di tengah kabar deklarasi kemerdekaan Papua Barat oleh Benny Wanda cs, frasa Banser sempat menjadi trending topik di Twitter.


Banser kembali 'diledek' dan diminta untuk menjadi 'benteng NKRI' dengan datang ke Papua menghadapi 'aksi makar' atas adanya deklarasi sepihak itu. 


Terus-menerus mendapatkan 'Kapan Banser ke Papua?' Ketua PP GP Ansor Koordinator, Wilayah Jateng-DIY, Mujiburrohman angkat bicara.


Kepada Tribunjateng.com, Mujiburrohman menyatakan siap jika Banser diminta untuk membantu pemerintah mengatasi  gejolak yang terjadi di beberapa daerah, dan mengganggu keutuhan NKRI. 


Hal tersebut membuat GP Ansor bersikap untuk membantu pemerintah dalam hal menjaga NKRI. Seperti polemik di Papua yang tejadi beberapa waktu lalu. Ia menjelaskan jika pemerintah meminta GP Ansor berangkat ke Papua, GP Ansor siap menjalankan perintah. 


"Jika pemerintah membutuhkan kami, kami siap, untuk NKRI kami siap," katanya saat menghadiri acara pembagian masker besama Aice dan GP Ansor di THR Kabupaten Batang, Kamis (3/12/2020).


Dilanjutkannya amanah Pemuda Ansor ada dua, menjaga NKRI dan ahlussunnah wal jamaah. "Perlu diketahui Pemuda Ansor sudah berjihat sejak era kemerdekaan, dan melawan penjajah selama 11 tahun," ujarnya. 


Ia menjelaskan, kalau sekarang ada yang mengajak jihat, mau melawan siapa, karena Indonesia sudah damai. "Perang itu melawan kebatilan dan musuh kemanusiaan yang wajib dibalas," paparnya. 


Ia menambahkan, jihat yang dilakukan GP Ansor adalah jihat untuk membantu masyarakat. "Terutama di tengah pandemi Covid-19, dengan berbagi masker dan saling meringankan beban. Namun kalau pemerintah membutuhkan kami dalam hal menjaga keutuhan NKRI, GP Ansor siap," tambahnya.[]



Banda Aceh, SNC - Sekelompok massa memperingati HUT ke-44 Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan juga mengibarkan bendera Bulan Bintang di beberapa lokasi di Banda Aceh, pada Jumat (4 /12/2020).

 

Massa sempat berkonvoi di seputaran kota Banda Aceh dan mengibarkan bendera bulan bintang di sepanjang jalan fly over Simpang Surabaya. Namun, pengibaran bendera tidak berlangsung lama.


Aparat TNI dan Polri langsung menurunkan bendera itu. Massa mengakhiri konvoi di Masjid Raya Baiturrahman. Di sana mereka hendak menaikkan bendera bulan bintang, tapi diadang oleh petugas yang sudah berjaga di lokasi.


Sempat terjadi dialog antara aparat keamanan dan massa. Akhirnya massa hanya menyampaikan ikrar di halaman Masjid Raya Baiturrahman dan mendesak agar Pemerintah Indonesia merealisasikan seluruh butir-butir MoU Helsinki.


"Hari ini Milad GAM, bendera Bulan Bintang wajib berkibar sudah ada aturannya ini," kata seorang dari massa sambil mengangkat bendera di halaman Masjid Raya Baiturrahmam, Jumat, 4 Desember 2020.


Komandan Kodim 0101/BS Letkol Inf Abdul Razak Rangkuti mengatakan, ratusan orang itu hanya menyampaikan aspirasi, meskipun bendera sakral GAM itu sempat berkibar sebentar saja.


"Mereka mengatakan ikrar bahwa bendera mereka bukan bendera separatis. Tapi saya sampaikan tidak ada bendera selain bendera Merah Putih," kata Razak kepada wartawan.


Kepada massa ia juga menyampaikan agar tetap menjaga protokol kesehatan pencegahan COVID-19 dan tetap menjaga jarak. "Tadi kita cuma mengingatkan untuk menjaga jarak. Tapi sempat berkibar (bendera bulan bintang) tapi sebentar saja," ujarnya.


Soal bendera Bulan Bintang ini masih menjadi polemik di tingkat Pemerintah Pusat karena dinilai mirip dengan bendera gerakan separatis. Padahal sebelumnya, pada 25 Maret 2013, Pemerintah Aceh bersama DPR Aceh telah mengesahkan Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang penetapan Bendera dan Lambang Aceh. Namun Pemerintah Pusat belum merestui bendera itu untuk dikibarkan. []

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.