Latest Post




Jakarta, SNC — Posisinya sebagai Pangdam Jaya hampir dicopot, Mayjen Dudung Abdurachman mengaku tidak khawatir. Persoalan yang akan dicopot dari jabatannya terkait langkah tegasnya menyikapi polemik tentang baliho Habib Rizieq Shihab.

 

 

Saat ini, nama Dudung tengah ramai diperbincangkan karena pencabutan baliho Habib Rizieq Sihab yang menuai pro dan kontra. Meski begitu, dia mengaku tidak pernah takut jika hal tersebut berdampak pada posisinya saat ini sebagai Pangdam.

 

 

"Dulunya (saya) tukang koran. Jadi kalau saya jadi Pangdam (sudah) bersyukur banget dan Bapak saya cuma PNS. Jadi misalnya dicopot gara-gara ini, copot lah, saya nggak pernah takut, benar saya nggak takut," jelasnya di Makodam Jaya, Senin (23/11/2020).

 

 

Kehidupan sewaktu Sekolah Menengah Atas (SMA) di Bandung yang dijalani sebagai loper koran, membuatnya tak takut bila sewaktu-waktu ia harus kehilangan jabatannya.

 

 

Pasalnya, ia sudah terbiasa menjalani hidup secara sederhana hingga harus memilih masuk sekolah siang demi berjualan koran di pagi harinya.

 

 

"Sepeninggalan bapak itu bisa jualan pasar keliling warung-warung ke Kodam, ke kantin. Pas ke sekolah SMA kelas X harusnya saya masuk SMA yang pagi, saya bilang ke ibu saya kalau bisa masuknya siang karena saya mengatakan ingin jadi loper koran. Jadi dapatnya siang,"

 

 

"Nah jadi kita masuk siang, tapi pagi dari pukul 04.00 WIB sudah berangkat yang beli koran sampai pukul 08.00 WIB. Ada 270 buah koran, ada majalah dan segala macam. Nah setelah itu antar lagi makanan ke Kodam,ke warung-warung dan habis itu biasa nyari kayu bakar. Sebab cara masak apa kayu bakar," jelasnya.

 

 

Menurutnya, langkah tegasnya ini sudah sesuai dengan aturan yang ada. Pihaknya hanya membantu pemerintah daerah untuk melakukan pencopotan terhadap spanduk, poster hingga baliho yang ilegal. Sehingga bukan hanya baliho HRS saja melainkan baliho lainnya yang memang jelas ilegal. [*]


Menko Polhukam Mohammad Mahfud MD mengatakan, masjid BUMN akan diisi penceramah dari NU


Jakarta, SNC – Masjid di lingkungan kantor Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bakal diisi ceramah atau kajian ulama Nahdlatul Ulama (NU) dan hal tersebut merupakan dari pengakuan Menteri Negara BUMN Erick Thohir kepada Mahfud MD.


Keterlibatan para kyai dan ustadz dari NU untuk mengisi kajian dan ceramah di lingkungan masjid BUMN merupakan bagian dalam pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia agar sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

 

Namun demikian, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan ke depan bukan hanya ulama dari NU saja melainkan juga ada dari Muhammadiyah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).


“Menurut Meneg BUMN kepada saya akan segera dijajagi juga MoU dengan Muhammadiyah dan MUI agar ormas-ormas tersebut bisa mengirim penceramah di masjid-masjid dan Majelis Ta’lim di lingkungan BUMN,” kata Mahfud dalam akun twitternya @mahfudmd dikutip, Senin 21 November 2020.


Namun, lanjut dia, sejauh ini MoU baru dilakukan dengan NU. “MoU baru dilakukan dengan NU, yang lain menyusul nanti,” jelasnya.***




Jakarta, SNC
– Utang Indonesia kembali membengkak. Padahal, jumlahnya cukup besar dalam waktu yang relatif berdekatan atau kurang dari dua minggu. Secara total, utang baru Indonesia meningkat lebih dari Rp 24,5 triliun. Utang baru tersebut termasuk dalam kategori pinjaman bilateral yang berasal dari Australia dan Jerman.


Pemerintah mengklaim, penarikan utang baru dari Jerman dan Australia dilakukan untuk mendukung berbagai kegiatan penanggulangan pandemi Covid-19. Utang dari Jerman dan Australia ini menambah deretan panjang utang luar negeri Indonesia yang melonjak beberapa tahun terakhir.

Bahkan pada Oktober lalu, Bank Dunia juga mengumumkan Indonesia masuk dalam peringkat ketujuh dari daftar 10 negara berpendapatan kecil menengah dengan nilai utang luar negeri terbesar di dunia.


Jokowi Tarik Utang Baru Rp 9,1 Triliun dari Jerman

Pemerintah Jerman lewat Kedutaan Besar Republik Federal Jerman mengumumkan penandatanganan kesepakatan utang senilai 550 juta Euro. Pemerintah Indonesia pun resmi mengikat pinjaman bilateral yang besarannya setara dengan Rp 9,1 triliun.

Perjanjian itu ditandatangani secara terpisah di kantor Bank Pembangunan Jerman (KfW) di Frankurt, Jerman dan di Kementerian Keuangan, Jakarta.

"Perjanjian pinjaman senilai 550 juta Euro telah ditandatangani secara terpisah di kantor Bank Pembangunan Jerman KfW di Frankfurt dan di Kementerian Keuangan di Jakarta, menyesuaikan dengan kondisi pandemi," tulis Kedutaan Besar Jerman untuk Indonesia di akun Twitter resmi Kedutaan Besar Jerman untuk Indonesia dikutip Sabtu (21/11/2020).

Sementara itu di halaman Facebook akun resmi Kedutaan Besar Jerman, penarikan utang dari pemerintah Indonesia tersebut dilakukan dalam rangka program Covid-19 Active Response and Expenditure Support atau CARES.

Program CARES sendiri merupakan program penanganan virus corona dengan berbagai kegiatan seperti penyediaan alat medis, peningkatan ekonomi, dan bantuan terarah untuk kelompok rentan.

Selain untuk penanganan Covid-19, utang baru dari Jerman tersebut digunakan pemerintah Indonesia untuk pembangunan rumah sakit pendidikan di Makassar dan Malang.

Lantaran adanya pandemi Covid-19, kesepakatan penandatanganan utang dilakukan lewat jarak jauh (virtual) baik di kantor KfW di Jerman maupun kantor Kementerian Keuangan di Jakarta.

Indonesia diwakili oleh Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Luky Alfirman di kantor Kemenkeu dan Kepala Bagian Sustainable Economic Development East dan South East Asia KfW, Florian Sekinger.


Tarik Utang dari Australia Seminggu Sebelumnya

Seminggu sebelumnya, pemerintah Indonesia juga mendapat pinjaman dari Pemerintah Australia dengan nilai mencapai 1,5 miliar dollar Australia dan angka tersebut setara dengan Rp 15,45 triliun

Menteri Keuangan Australia Josh Frydenberg mengatakan, uang pinjaman tersebut diberikan lantaran Indonesia dinilai memiliki ketahanan dan proses pemulihan yang cenderung cepat pada masa pandemi virus corona atau Covid-19.

"Bantuan ini merefleksikan situasi yang harus kita hadapi bersama. Selain itu, juga berkaitan dengan reputasi Indonesia terkait dengan manajemen fiskal," ujar dia dalam konferensi pers bersama dengan Pemerintah Indonesia secara virtual, Kamis (12/11/2020).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pinjaman dari Pemerintah Australia tersebut merupakan dukungan yang memberi ruang bari pemerintah untuk melakukan manufer kebijakan dalam penanganan pandemi.

Di sisi lain juga mengurangi risiko beban fiskal lantaran keuangan negara dihadapkan pada defisit yang kian melebar, yakni di kisaran 6,34 persen hingga akhir tahun.

"Dengan ini, kami tidak hanya bisa membantu masyarakat, menangani Covid-19, membantu pelaku usaha , UMKM, namun juga yang terpenting menjaga keamanan dan keberlanjutan fiskal," ujar dia.

Dia pun menjelaskan, pinjaman tersebut harus dilunasi kembali kepada Pemerintah Australia dalam jangka waktu 15 tahun.

Menurut Sri Mulyani, pinjaman dari Pemerintah Australia itu mendukung program yang dipimpin oleh Bank Pembangunan Asia (ADB), yakni Covid-19 Active Response and Expenditure Program.

"Pinjaman tersebut dibangun di atas hubungan ekonomi kami yang berharga dan catatan kerja sama bilateral yang kuat. Australia dan Indonesia adalah tetangga, sahabat, dan mitra strategis komprehensif, dan kami berkomitmen untuk saling mendukung melalui krisis ini," ujar dia.


Menuai Kritik dari Mantan Menteri Keuangan

Kebijakan menarik utang luar negeri pemerintah Presiden Jokowi untuk mengatasi corona ini menuai banyak kritikan lantaran beban utang Indonesia saat ini dinilai sudah cukup tinggi.

Kritik salah satunya datang dari mantan Menteri Keuangan (Menkeu) Rizal Ramli. Ia menyebut, pemerintah dinilai keliru jika terus menambah utang luar negeri. Menteri Keuangan era Gus Dur itu bahkan menyebut dengan semakin besarnya bunga pinjaman membuat pemerintah harus mengutang lagi untuk menutupi bunganya.

"Terbitkan surat utang (bonds) bunganya semakin mahal. Untuk bayar bunga utang saja, harus ngutang lagi. Makin parah," tulis Rizal Ramli di akun Twitter pribadinya.

Rizal Ramli yang juga mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indonesia di Era Presiden Jokowi tersebut berujar, Indonesia mulai kembali menumpuk utang dari pinjaman bilateral setelah sebelumnya banyak menarik utang dari obligasi.

Rizal juga terang-terangan menyebut Indonesia seakan-akan menjadi `pengemis utang bilateral, "Makanya mulai ganti strategi jadi `pengemis utang bilateral` dari satu negara ke negara lain, itu pun dapatnya recehan wajah menyeringai itu yang bikin shock," ucap Rizal Ramli.


Janji Jokowi Tidak Menambah Utang Luar Negeri

Pada masa kampanye Pilpres 2014, sejatinya Presiden Jokowi sempat berjanji untuk tidak menambah beban utang negara dari luar negeri.

Saat itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Tjahjo Kumolo (Saat ini menjabat Menpan RB) mengatakan, pasangan calon presiden (capres) Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) secara tegas menolak untuk menambah porsi utang luar negeri bila terpilih menjadi presiden dan wakil presiden pada pemilu presiden 9 Juli mendatang.

"Kita mau mandiri, sehingga segala bentuk proses pembangunan pendidikan, infrastruktur harus menggunakan dana sendiri. (Jokowi-JK) menolak bentuk utang baru supaya bisa mengurangi beban utang setiap tahun," kata Tjahjo di Gedung DPR/MPR pada 3 Juni 2014 silam, dilansir Jalurinfo.com.

Selanjutnya, Tjahjo menjelaskan, pasangan Jokowi-JK akan menggenjot pembiayaan untuk program-program pembangunan ekonomi, antara lain pembangunan jalan, infrastruktur laut, bandara dan sebagainya dengan cara memaksimalkan penerimaan negara.

"Penerimaan dari pajak kita tingkatkan, mengoptimalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mencapai Rp 1.800 triliun, di samping terus membuka pintu investasi lokal maupun asing masuk ke sini," papar Tjahjo.

Tjahjo menyebutkan, pasangan Jokowi-JK mempunyai visi dan misi untuk melakukan berbagai program di bidang ekonomi dalam jangka pendek, menengah dan panjang.

Program tersebut, ungkap dia, diharapkan dapat direalisasikan secepatnya jika pasangan tersebut terpilih menjadi kepala negara.

Utang luar negeri Indonesia terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Utang yang semakin besar membuat beban pemerintah untuk membayarnya juga semakin berat, bahkan beban utang itu juga disinyalir akan memberatkan generasi mendatang. (*)

Pangdam Jaya Majyen TNI Dudung Abdurachman (Foto: Net)


Jakarta, SNC - Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman mengklasifikasikan pernyataannya terkait pembubaran Front Pembela Islam (FPI) dan menegaskan bahwa keberadaan ormas berada di bawah kewenangan pemerintah pusat.

 

"Kan saya sampaikan kalau perlu, kalau perlu bubarkan kan, begitu kan FPI itu," katanya di Makodam Jaya, Cililitan, Jakarta Timur, Senin (23/11).

 

Dia mengatakan, TNI tidak memiliki kewenangan untuk membubarkan organisasi masyarakat. Hal itu merupakan ranah pemerintah pusat berdasarkan laporan pemerintah daerah.

 

"Pangdam TNI tidak bisa membubarkan. Itu harus pemerintah kan. Saya katakan 'kalau perlu', kan begitu. Bukan kita, tidak ada kewenangan TNI," ujarnya, seperti diwartakan Merdeka.com.

 

Sebelumnya, Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman menegaskan pencopotan spanduk Pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab oleh prajurit TNI merupakan perintah langsung darinya.

 

Dudung pun mengungkap kekesalannya lantaran FPI dan Rizieq Shihab dinilai melakukan tindakan tanpa memandang aturan.

 

"Sekarang kok mereka (FPI) ini seperti yang ngatur suka-sukanya sendiri, saya katakan itu perintah saya, dan ini akan saya bersihkan semua, tidak ada itu baliho yang mengajak revolusi dan segala macam,” ucap Dudung usai mengikuti rapat koordinasi di Jakarta, Jumat (20/11/2020).

 

Dudung pun mengingatkan FPI dan Rizieq Shihab mematuhi aturan hukum yang berlaku. Bila tidak, maka dia menyebut organisasi tersebut layak untuk dibubarkan.

 

"Jangan coba coba pokoknya (tidak taat aturan). Kalau perlu FPI bubarkan saja itu. Bubarkan saja. Kalau coba-coba dengan TNI, mari," ujar dia. (sanca).

 

Kapuspen TNI Mayjen Achmad Riad menemui Pangdam Jaya Mayjen Dudung Abdurachman. (Wilda/detikcom)


Jakarta, SNC - Kapuspen TNI Mayjen Achmad Riad mengatakan apa yang dilakukan Pangdam Jaya Mayjen Dudung Abdurachman terkait pencopotan papan reklame Habib Rizieq Syihab sudah diketahui Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Riad mengatakan, meski penurunan baliho inisiatif Pangdam, Panglima mengetahuinya.

"Apa yang dilakukan Pangdam pasti sudah diketahui oleh Panglima (TNI), artinya Pangdam masih melaporkan kepada Panglima, Panglima akan mendukung ketika itu berdasarkan pertimbangan oleh Panglima Kodam," jelas Riad di Markas Kodam Jaya Jalan Mayjen Sutoyo, Cililitan, Jakarta Timur, Senin (23/11/2020).

Riad menerangkan Pangdam bertanggung jawab atas wilayahnya, yakni di DKI Jakarta. Maka, lanjut dia, Panglima TNI tidak perlu mengeluarkan perintah.

"Memang tanggung jawab untuk menurunkan itu berada di Pangdam Jaya dan tentunya Panglima TNI mendukung dalam arti kata memang Panglima TNI tidak perlu mengeluarkan perintah. Karena yang tahu situasi di daerah adalah Pangdam. Sehingga, ketika Pangdam mengambil langkah, ya, Panglima akan mendukung. Karena Pangdam menilai di wilayahnya harus saya melakukan tindakan seperti ini," sambung Riad.

Sementara itu, Mayjen Dudung pun menuturkan sudah melapor ke Panglima TNI ketika ada kegiatan dilakukan di wilayahnya. Dia menegaskan lagi bahwa penurunan baliho Habib Rizieq adalah inisiatif dan perintahnya.

"Itu kan menurut pemerintah daerah itu mereka itu memasang baliho tidak sesuai dengan ketentuan tempatnya juga tidak sesuai, kemudian pajak juga tidak bayar dan kemudian kalimat-kalimatnya juga ada yang tidak bagus. Mau melakukan revolusi akhlak dan sebagainya yang mengundang-mengundang kepada masyarakat, keresahan ya tapi intinya adalah ini tidak sesuai dengan ketentuan. Nah melalui kemuspidaan makanya ini diterbitkan, ditertibkan ya," kata Dudung seperti dilansir detik.com.

"Saya tidak mendapat perintah langsung dari Panglima TNI karena kalau hal-hal yang begini cukup Pangdam saja. Kalau pembagian masker kita kegiatan-kegiatan bansos dan segala macam kegiatan-kegiatan yang dilakukan kewilayahan saya, Kapolda dan Gubernur ya tidak harus dilaporkan ke Panglima TNI, Panglima TNI pekerjaannya nasional, tetapi setelah kegiatan itu saya laporkan kepada panglima TNI diketahui oleh Panglima TNI dan begitu," lanjut dia. (sanca)

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.