Latest Post

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Achmad Riad. (Foto: Ist)


Jakarta, SNC - Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen)TNI Mayjen Achmad Riad menegaskan, tidak ada satupun petinggi di jajaran Mabes TNI yang pernah memberikan perintah untuk menurunkan baliho Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab.


Pernyataan Riad menjawab soal viralnya video pencopotan baliho Imam Besar Habib Rizieq Shihab oleh sejumlah pria berbaju loreng dan pernyataan Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman yang mengaku bahwa kegiatan tersebut adalah perintahnya.


"Tidak ada (perintah) pencopotan baliho kalau di Mabes. Itu kebijakan Panglima Kodam jaya sendiri, karena melihat situasi di lapangan," ujar Riad saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, seperti diwartakan Okezone.com, Minggu (22/11/2020).


Ketika dikonfirmasi lebih lanjut bagaimana sikap Mabes TNI menanggapi kebijakan yang dilakukan Pangdam Jaya, dia enggan berkomentar lebih jauh.


Sebelumnya, Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman mengakui bahwa pencopotan baliho Rizieq Shihab oleh sekelompok orang berbaju loreng merupakan perintahnya.


Menurut Dudung, pencopotan itu dilakukan lantaran beberapa kali upaya pencopotan yang dilakukan oleh aparat Satpol PP gagal sebab, baliho itu kembali terpasang usai dicopot.


"Oke, ada berbaju loreng menurunkan baliho Habib Rizieq, itu perintah saya," kata Dudung, usai apel kesiapan bencana dan pilkada serentak, di Lapangan Silang Monas, Jakarta Pusat, Jumat (20/11/2020) pagi.


Jenderal Bintang Dua itu menjelaskan, para pria berbaju loreng tersebut berasal dari Garnisun. Dudung mengatakan, Satpol PP kerap kesusahan saat menertibkan spanduk itu.


"Karena beberapa kali Satpol PP menurunkan, dinaikkan lagi. Perintah saya itu. Begini, kalau siapapun di Republik ini, siapapun, ini negara hukum. Harus taat kepada hukum," jelas Dudung. (sanca)


Kendaraan taktis TNI yang diturunkan untuk patroli pengamanan dan pencabutan baliho-baliho tak berizin di wilayah Jakarta Pusat dan dipimpin oleh Dandim 0501/ JP BS Kolonel Inf Luqman Arief, Jumat (20/11/2020). (ANTARA/Livia Kristianti)


Jakarta, SNC - Keterlibatan TNI dalam menurunkan baliho dukungan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab dinilai tidak mungkin murni inisiatif lembaga pertahanan negara. Kebijakan negara dan keputusan politik dikatakan menjadi faktor yang mendasari tindakan ini.


Co-founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, mengatakan bahwa satu-satunya pintu masuk TNI dalam penurunan baliho, adalah melalui Operasi Militer Selain Perang (OMSP) khususnya pada Pasal 7 ayat (2) angka 9 dan 10 UU nomor 34 tahun 2004 tentang TNI.


"Tapi lihat ketentuan berikutnya di ayat (3), di situ jelas disebutkan bahwa OMSP dilaksanakan berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara. Penekanan soal politik negara ini juga berulang kali disebutkan sebelumnya," kata Khairul saat dihubungi Tempo, Ahad, 22 November 2020.


Meski begitu, Khairul masih mempertanyakan sejauh mana urusan FPI dan Rizieq Shihab ini sudah memiliki kebijakan dan keputusan politik negara. Sejauh ini, pernyataan keberadaan baliho yang berpotensi memecah bangsa, baru datang dari Panglima Daerah Militer Jayakarta alias Pangdam Jaya, Mayor Jenderal Dudung Abdurachman.


Bahkan Dudung mengancam akan membubarkan FPI jika memang mengganggu persatuan dan kesatuan. Klaim FPI yang merasa mewakili umat islam, kata Dudung, bukan jadi alasan mereka bisa berbuat sewenang-wenang.


Khairul mengatakan pernyataan Pangdam Jaya tersebut mengesankan nuansa TNI masa lalu, yang arogan, menakut-nakuti, dan menunjukkan lembaga-lembaga lain lemah. Ia pun mengatakan selalu ada pintu masuk bagi TNI untuk ikut terlibat dalam urusan penyelenggaraan negara. Namun yang harus jadi landasan dalam keterlibatan tersebut adalah politik negara.


"Sepanjang ada kebijakan dan keputusan politik negara yang mendasarinya, ya itu aman bagi TNI," kata Khairul.


Namun, jika belum ada kebijakan dan keputusan politik negara, Khairul mengatakan dapat disimpulkan bahwa TNI dalam hal ini telah melampaui mandatnya.


"Dukungan lisan Polri maupun Pemprov DKI sekalipun, tentu tak bisa digunakan sebagai klaim bahwa TNI telah bertindak sesuai mandat," kata dia.(sanca)


Kepolisian Daerah Metro Jaya melakukan penyemprotan cairan disinfektan di Jalan Ks Tubun, Tanah Abang, Jakarta Pusat setelah ditemukan beberapa kasus positif di di sekitar markas FPI, Ahad, 22 November 2020. TEMPO/M Julnis Firmansyah


Jakarta, SNC - Polda Metro Jaya bersama Kodam Jaya menggelar rapid test massal di Kelurahan Petamburan, Jakarta Pusat, dekat rumah pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab. Tes cepat massal dilakukan setelah kasus baru Covid-19 ditemukan di desa tersebut.

"Buat para warga silakan datang ke sekolahan SD 01-03. Cepet tesnya, 1 menit kelar. Cepetan, cuma sampai jam 5 doang," bunyi pengumuman di masjid sekitar RW 04 Petamburan, Ahad, 22 November 2020.

Bagi warga yang melakukan rapid test tersebut, polisi memberikan paket sembako. Mereka juga bisa mengetahui hasil rapid test dalam waktu 5 menit.

Dari pantauan Tempo di lokasi, masyarakat terlihat antusias mengikuti rapid test massal itu. Mereka mulai ramai berdatangan pada pukul 16.00.

Selain melakukan rapid test massal, polisi dan TNI juga melakukan penyemprotan cairan disinfektan di Jalan Ks Tubun. Penyemprotan dilakukan menggunakan satu unit mobil water canon milik Polda Metro Jaya. 

Penyemprotan dan rapid test massal dilakukan setelah kasus Covid-19 ditemukan pada Lurah Petamburan, Sekretaris Kelurahan, hingga Kasatpol PP Tanah Abang.

Mereka positif Covid-19 usai FPI mengadakan acara Maulid Nabi Muhammad SAW dan pernikahan putri Rizieq Shihab pada Sabtu, 14 November 2020 yang memicu kerumunan.

Polisi pun sudah meminta Rizieq Shihab dan keluarga untuk melakukan tes swab. Namun Rizieq menolak dengan alasan masih merasa sehat.(tempo)

Jubir OPM Komentari Pencopotan Baliho HRS, "TNI Memang Beraninya Lawan Sipil"


Jakarta, SNC – Juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), Sebby Sambom juga memantau aktivitas personel Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang menurunkan baliho atau spanduk bergambar Habib Rizieq Shihab (HRS) di Jakarta, Jumat (21/11).


Menurut Sebby, kebiasaan TNI memang hanya berani melawan sipil. "TNI beraninya lawan masyarakat civilians," kata Sebby dalam keterangan kepada Republika, Sabtu (21/11).


Dia mengatakan, sebaiknya TNI berhadapan dengan pasukan TPNPB-OPM di Papua. Pasalnya, TPBNB-OPM adalah pemilik negeri Papua.


"Paradise Papua milik TPBNB-OPM, jadi tidak mungkin TNI mampu. Karena ada tiga faktor mendukung TPNPB, yaitu TPNPB mendapat dukungan dari semua makhluk ciptaan Tuhan yang hidup di Bumi Paradise Island of Papua, dan juga TPNPB mendapat dukungan dari semua pejuang dan rakyat orang asli Papua yang mau merdeka," kata Sebby menjelaskan.


Dia menuturkan, faktor lainnya adalah, secara fisik dan geografi, TPNPB-OPM mampu menguasai medan pertempuran di Papua. Karena itu, TPNPB-OPM bisa percaya diri dalam operasi melawan TNI/Polri yang dikirim ke Papua.(sanca)


Pegiat hak asasi manusia (HAM), Haris Azhar.


Jakarta, SNC - Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) yang juga mantan Koordinator KontraS, Haris Azhar menilai pernyataan Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) Jaya, Mayjen Dudung Abdurachman, memerintahkan prajuritnya mencopot spanduk dan baliho Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS) se-Jakarta itu melebih-lebihkan karena penertiban spanduk dan baliho adalah masalah ketertiban umum.


"Wewenang dan tugasnya Satpol PP, ya masa sampai tentara yang mengerjakan," kata Haris dalam keterangannya diterima VIVA, Sabtu, 21 November 2020.


Lebih lanjut, kata Haris, Satpol PP dapat menurunan baliho jika terdapat kesalahan prosedur, seperti tulisan di baliho, konten yang melanggar hukum, dan / atau salah taruh. Namun, jika TNI menolak baliho, itu artinya ada poster atau spanduk yang ada hubungannya dengan perang.


"Berarti ini serius terhadap Riziq Shihab. Tapi saya tidak yakin RS bisa mengakibatkan atau menyulut perang. Wong perang antarnegara saja ada mediasi dan diplomasi kok. Atau, jika TNI turun tangan, ada ancaman lain selain perang, terorisme, bencana dan lainnya. Akan tetapi jika RS punya kandungan terorisme, bencana dan lainnya kan masih ada otoritas lain. Atau, memang institusi lain sudah tidak bisa bekerja sehingga harus TNI yang kerjakan,” kata Haris.


Sebelumnya, Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman mengakui telah memerintahkan prajuritnya untuk menurunkan baliho spanduk dan baliho bergambar HRS di wilayah DKI Jakarta. 


Perintah itu turun setelah sebelumnya upaya penertiban baliho oleh Satpol PP gagal karena baliho dengan wajah HRS kembali terbentang.(sanca)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.