Acara Gibran di Solo Tak Jaga Jarak, FPI ke Mahfud: Kenapa Hanya HRS yang Dipermasalahkan?
Jakarta, SNC - Front Pembela Islam (FPI) menanggapi sejumlah pernyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dan salah satunya terkait keramaian pada acara yang dihadiri Imam Besar FPI, Habib Rizieq Syihab.
Kuasa hukum FPI, Azis Yanuar, meyakini Mahfud MD memiliki tujuan lain untuk mempermasalahkan Habib Rizieq. Permasalahan tersebut tidak hanya tentang protokol kesehatan.
Azis mengeklaim, bila soal protokol kesehatan, pihaknya telah menyelesaikan sanksi administrasi dari Satpol PP DKI. FPI telah dikenakan denda Rp 50 juta oleh Pemprov DKI karena menggelar acara yang dihadiri banyak orang di Petamburan pada Sabtu (14/11/2020).
“Jadi saya melihat ini bukan masalah pelanggaran protokol kesehatan semata, tapi ada maksud untuk mempermasalahkan apa pun terkait Habib Rizieq Syihab dan yang pro dengan beliau. Dan terhadap Gubernur DKI Jakarta yang dicintai warganya,” kata Azis kepada kumparan, Senin (16/11/2020).
Menurut Azis, ada sejumlah acara yang diselenggarakan pejabat negara tapi melanggar protokol kesehatan. Namun, acara tersebut tak dipermasalahkan.
Azis lalu menjabarkan acara pejabat negara yang melanggar protokol kesehatan. Mulai dari pertemuan menteri di Bali pada Agustus lalu hingga pendaftaran putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming, sebagai calon wali kota Solo.
Untuk itu, Azis meminta Mahfud MD adil dalam melihat kondisi di berbagai daerah. Ia meminta tak menyudutkan Habib Rizieq Syihab yang memberi ceramah, “Jadi tolong terapkan keadilan dalam menyikapi sesuatu,” tandasnya.
Mahfud MD sebelumnya menyayangkan adanya kerumunan saat peringatan Maulid Nabi dan pernikahan putri Rizieq Syihab di kawasan Petamburan. Mahfud mengaku pemerintah sudah memperingatkan Anies agar meminta penyelenggara kerumunan untuk mematuhi protokol kesehatan.
“Di mana pemerintah sebenarnya telah memperingatkan Gubernur DKI untuk meminta penyelenggara agar mematuhi protokol kesehatan. Penegakan protokol kesehatan di Ibu Kota merupakan kewenangan Pemprov DKI berdasarkan hierarki kewenangan dan UU,” jelas Mahfud.
Mahfud mengatakan, orang yang sengaja membuat kerumunan besar di tengah pandemi corona, menjadi pembunuh potensial. Terutama bagi kelompok rentan, seperti lansia atau orang dengan penyakit penyerta,
“Orang yang sengaja melakukan kerumunan massa tanpa mengindahkan protokol kesehatan berpotensi menjadi pembunuh potensial terhadap kelompok rentan,” tuturnya.***