Latest Post

Menteri Sekretaris Negara Pratikno. (Dok. Biro Pers Sekretariat Presiden/Muchlis Jr)


Jakarta, SNC - Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno mengakui ada kesalahan teks omnibus law UU Cipta Karja (Ciptaker) yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Senin (2/11). Meskipun demikian, Pratikno menyatakan kekeliruan dari UU yang diberi nomor 11 Tahun 2020 tersebut bersifat teknis administratif saja.


"Hari ini kita menemukan kekeliruan teknis penulisan dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Namun kekeliruan tersebut bersifat teknis administratif sehingga tidak berpengaruh terhadap implementasi UU Cipta Kerja," kata Pratikno lewat pesan yang diterima CNNIndonesia.com, Selasa (3/11) siang.


Ia pun menegaskan kekeliruan teknis tersebut menjadi catatan dan masukan bagi pihaknya untuk menyempurnakan kembali kualitas UU yang hendak diundangkan.


"Agar kesalahan teknis seperti ini tidak terulang lagi," kata pria yang juga dikenal pernah menjadi Rektor UGM tersebut.


Pratikno menjelaskan setelah berkas RUU Cipta Kerja diterima pemerintah dari DPR pada 14 Oktober lalu, Kementerian Sekretariat Negara segera melakukan penelaahan.


"Kementerian Sekretariat Negara telah melakukan review dan menemukan sejumlah kekeliruan yang bersifat teknis. Kemensetneg juga telah menyampaikan kepada Sekretariat Jenderal DPR untuk disepakati perbaikannya," kata dia.


Setelah dinyatakan diteken Jokowi pada Senin (2/11) siang, naskah tersebut pun diunggah ke situs resmi Sekretariat Negara (Setneg) pada hari itu juga.


Naskah yang diunggah ke situs resmi Setneg itu berjumlah 1.187 halaman, lebih banyak dibandingkan yang disetor DPR pada medio Oktober lalu yakni 812 halaman.


Namun, belum 24 jam naskah tersebut berada di situs Setneg, sejumlah pihak yang telah mengunduhnya menemukan kesalahan atau kejanggalan. Salah satu yang mencuat pertama adalah kejanggalan pada Pasal 6 yang merujuk pada Pasal 5.


Atas hal tersebut, Anggota Baleg DPR Arteria Dahlan pun mempertanyakan mengenai kejanggalan-kejanggalan tersebut.


Lebih lanjut, politikus PDIP itu menyatakan meminta agar pemerintah mengembalikan naskah UU Ciptaker ke Baleg DPR. Ia mengatakan, pihaknya akan melakukan penyisiran ulang dan mengembalikan naskah UU Ciptaker sesuai dengan hasil kesepakatan di Baleg DPR.


"Kita siap untuk kembalikan dan kita perbaiki langsung. Pemerintah kasihlah yang ada logo-logo Presiden RI, kita yang perbaiki biar enggak gaduh lagi, Arteria Dahlan saja pribadi siap memperbaiki," ucapnya saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa.


Di satu sisi, Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menuturkan kejanggalan pasal ini bisa dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai bukti ketidakseriusan pemerintah menggarap UU Ciptaker.


"Ini menjadi bahan tambahan alasan. Layak dibatalkan menggugurkan semua undang-undang (Ciptaker). Salah satu pasal itu enggak bisa dilaksanakan," katanya.


Bivitri menilai kejanggalan pasal ini bentuk pembahasan undang-undang yang asal-asalan oleh pemerintah. (sanca)


Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meneken UU Ciptaker pada Senin siang, 2 November 2020. (Dok. Biro Setpres/Kris) 


Jakarta, SNC - Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menandatangani Omnibus Law atau UU Cipta Kerja, pada Senin (2/11/2020) malam dan diketahui, UU Cipta Kerja ditandatangani Jokowi dengan nomor 11 tahun 2020.


Salinan Undang-undang Cipta Kerja juga telah diunggah di situs dan dalam pantauan di situs Setneg.go.id, salinan UU Cipta Kerja berjumlah 1.187 halaman. "Dengan persetujuan bersama, Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden Republik Indonesia memutuskan, menetapkan Undang-undang Tentang Cipta Kerja," berikut bunyi isi UU Cipta Kerja, seperti dikutip, Senin (2/11/2020).


Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly juga telah menandatangani UU Cipta Kerja tersebut. Dokumen tersebut masuk dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 nomor 245. 


Kemudian, sebelumnya UU Cipta Kerja diteken Jokowi, Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea menyatakan masih menunggu draft UU Cipta Kerja tersebut. 


Ia mengatkan pihaknya akan langsung menggugat jika UU Cipta Kerja tersebut jika sudah resmi diteken Presiden Jokowi. 


"Dalam 1x24 jam jika UU Cipta Kerja ditandatangani Presiden Jokowi, besoknya buruh pasti akan langsung menyampaikan gugatan ke MK," ujar Andi, seperti dilansir wartaekonomi. co.id. (sanca)


Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin, 2 November 2020.


Jakarta, SNC - Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte didakwa menerima suap dari Djoko Tjandra dengan jumlah suap sekitar Rp 6,1 miliar yang diberikan dalam valuta asing secara bertahap untuk pencabutan red notice Djoko Tjandra sedang menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin, 2 November 2020.


Dalam surat dakwaan, suap itu bertujuan agar Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte selaku Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri untuk membantu mencabut nama Djoko Tjandra dari daftar buronan orang-orang yang terdaftar di Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM dan tindakan itu dilakukan bersama mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Karo Korwas) PPNS Brigjen Prasetijo Utomo.


"Terdakwa Brigjen Prasetijo Utomo menerima uang sejumlah USD 150 ribu," ujar jaksa saat membacakan surat dakwaan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat, Senin (2/11/2020).


Perbuatan Prasetijo disebut jaksa dilakukan bersama-sama dengan Irjen Napoleon Bonaparte yang kala itu menjabat sebagai Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri. Napoleon dituntut dalam berkas perkara terpisah dengan dakwaan menerima suap dari Djoko Tjandra sebesar SGD 200 ribu dan USD 270 ribu. Sedangkan Prasetijo didakwa menerima USD 150 ribu yang dikurskan ke rupiah menjadi sekitar Rp 2,1 miliar.


Cerita bermula saat Djoko Tjandra meminta bantuan rekannya yang bernama Tommy Sumardi mengenai penghapusan red notice yang ada di Divhubinter Polri. Sebab, Djoko Tjandra yang kala itu berstatus buron perkara pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali tengah berada di Malaysia dan ingin ke Indonesia untuk mengurus upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tommy Sumardi pun meminta bantuan Brigjen Prasetijo.


"Untuk mewujudkan keinginan Joko Soegiarto Tjandra, pada tanggal 9 April 2020, Tommy Sumardi mengirimkan pesan melalui whatsapp berisi file surat dari saudara Anna Boentaran istri Joko Soegiarto Tjandra yang kemudian terdakwa Brigjen Prasetijo meneruskan file tersebut kepada Brigadir Fortes, dan memerintahkan Brigadir Fortes untuk mengeditnya sesuai format permohonan penghapusan red notice yang ada di Divhubinter. Setelah selesai diedit Brigadir Fortes mengirimkan kembali file tersebut untuk dikoreksi Brigjen Prasetijo, yang selanjutnya file konsep surat tersebut dikirimkan oleh Brigjen Prasetijo kepada Tommy Sumardi," kata jaksa.


Urusan belum selesai. Brigjen Prasetijo kemudian mengenalkan Tommy Sumardi pada Irjen Napoleon Bonaparte yang kala itu menjabat sebagai Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri. Dalam pertemuan itu, Napoleon mengatakan red notice Djoko Tjandra bisa dibuka asal disiapkan uang Rp 3 miliar.


"Dalam pertemuan tersebut terdakwa Irjen Napoleon menyampaikan bahwa 'red notice Joko Soegiarto Tjandra bisa dibuka karena Lyon yang buka, bukan saya. Saya bisa buka, asal ada uangnya'. Kemudian Tommy Sumardi menanyakan berapa nominal uangnya dan oleh Irjen Napoleon dijawab '3 lah ji (Rp 3 miliar)," kata jaksa.


Apakah Djoko Tjandra memenuhi permintaan itu?

Tommy Sumardi lalu melaporkan hal itu ke Djoko Tjandra yang dibalas langsung dengan mengirimkan USD 100 ribu. Setelahnya Tommy Sumardi mengantarkan uang itu ke Napoleon ditemani Prasetijo.


"Setelah Tommy Sumardi menerima uang tunai sejumlah USD 100 ribu dari Joko Soegiarto Tjandra, pada tanggal 27 April Tommy Sumardi bersama terdakwa Brigjen Prasetijo Utomo menuju kantor Divhubinter untuk menemui dan menyerahkan uang kepada Irjen Napoleon Bonaparte," kata jaksa.


"Saat di perjalanan di dalam mobil terdakwa Brigjen Prasetijo Utomo melihat uang yang dibawa oleh Tommy Sumardi, kemudian terdakwa mengatakan 'banyak banget ini ji buat beliau? buat gw mana?'" ungkap jaksa.


"Dan saat itu uang dibelah dua oleh terdakwa dengan mengatakan 'ini buat gw, nah ini buat beliau sambil menunjukkan uang yang sudah dibagi 2'," sambungnya.


Alhasil Tommy Sumardi 'hanya' membawa USD 50 ribu untuk Napoleon. Uang itu pada akhirnya ditolak Napoleon.


"Tommy Sumardi menyerahkan sisa uang yang ada sebanyak USD 50 ribu, namun Irjen Napoleon Bonaparte tidak mau menerima uang dengan nominal tersebut dengan mengatakan 'ini apaan nih segini, nggak mau saya. Naik ji jadi 7 ji, soalnya kan buat depan juga bukan buat saya sendiri. Yang nempatin saya kan beliau dan berkata 'petinggi kita ini'. Selanjutnya sekira pukul 16.02 WIB Tommy Sumardi dan Brigjen Prasetijo dengan membawa paper bag warna gelap meninggalkan gedung TNCC Mabes Polri," tutur jaksa.


Namun jaksa tidak menyebutkan ke mana akhirnya USD 100 ribu yang dibawa Tommy Sumardi itu, yang sempat dibagi dua oleh Brigjen Prasetijo itu. Singkat cerita Irjen Napoleon menerima SGD 200 ribu dan USD 270 ribu.


Urusan red notice Interpol Djoko Tjandra pada akhirnya selesai ditangani Irjen Napoleon. Lalu masih pada bulan Mei 2020 Brigjen Prasetijo menghubungi Tommy Sumardi untuk meminta uang.


"Terdakwa Brigjen Prasetijo menghubungi Tommy Sumardi melalui sarana telepon dengan mengatakan 'Ji, sudah beres tuh, mana nih jatah gw punya' dan dijawab oleh Tommy, 'sudah, jangan bicara ditelepon, besok saja saya ke sana'," ucap jaksa.


Sesuai rencana, keesokan harinya Tommy datang menemui Prasetijo sambil membawa uang USD 50 ribu dan diserahkan Tommy ke Prasetijo di ruangan kerja Prasetijo. "Sehingga total uang yang diserahkan oleh Tommy Sumardi kepada terdakwa Brigjen Prasetijo adalah sejumlah USD 150 ribu," imbuh jaksa.


Sementara itu data penghapusan red notice lantas digunakan oleh Djoko Tjandra untuk masuk wilayah Indonesia dan mengajukan Peninjauan Kembali pada bulan Juni 2020 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Setelahnya kehebohan mengenai Djoko Tjandra pun terjadi hingga akhirnya Djoko Tjandra ditangkap berkat kerja sama police to police antara Polri dan Polisi Diraja Malaysia (PDRM). Djoko Tjandra ditangkap pada Kamis (30/7) dan Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo turun langsung membawa Djoko Tjandra dari Malaysia.


Atas perbuatannya Prasetijo pun didakwa melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan/atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau b UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.(detik.com)


Massa buruh mulai berdatangan ke area Patung Kuda untuk berdemo menentang Omnibus Law UU Cipta Kerja, Senen (2/11/20)



Jakarta, SNC - Massa buruh mulai menyambangi kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat, Senin (2/11) sekitar pukul 10.00 WIB dan rencananya, massa dari KSPI, KSPSI, AGN, dan Gekanas akan menggelar aksi unjuk rasa di Istana Negara dan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menolak Omnibus Law Cipta Kerja dan menuntut kenaikan Upah Minimum (UMP) 2021


"Kami datang mengantar surat ke Mahkamah Konstitusi untuk menggugat klaster ketenagakerjaan Omnibus Law ini yang merugikan kaum buruh, mendegradasi kesejahteraan buruh Indonesia," kata orator buruh saat datang ke lokasi aksi, seperti diwartakan CNNIndonesia.com.


Buruh datang menggunakan sejumlah bus, sepeda motor dan lima mobil komando serta dilengkapi dengan  membawa panji-panji dari serikat masing-masing.


Kehadiran buruh disambut oleh pihak kepolisian dan petugas Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Aparat mengalihkan arus lalu lintas di sekitar Patung Kuda untuk mempersilakan kendaraan dari para buruh masuk lokasi aksi.


Aksi kali ini kembali digelar untuk memprotes pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja. Presiden KSPI Said Iqbal mengklaim ada sekitar 10 ribu orang buruh yang akan berdemonstrasi hari ini.


Tercatat ada buruh dari Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang Raya, Serang, Cilegon, Karawang, Bekasi, Purwakarta, Subang, Indramayu, Cirebon, Bandung Raya, Cimahi, Cianjur, Sukabumi, Semarang, Kendal, Jepara, Surabaya, Mojokerto, Pasuruan, Sidoarjo, dan Gresik.


Dalam aksi tersebut, Polri telah menyiapkan pengalihan lalu lintas dan msyarakat diimbau untuk menghindari area keraton dan sekitar Jalan MH Thamrin agar tidak terjadi kemacetan akibat aksi massa.(sanca)

Pelaku Helios Juliantra (24), yang tega menggantung anak kandungnya ditahan di Mapolrestabes Palembang, Sumsel, Kamis (1/10/2020). (Foto: iNews/Guntur)


Palembang, SNC - Seorang ayah di kota Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel), tega menggantungkan anak kandungnya di rumah yang berusia tiga tahun dengan menggunakan kain gendongan untuk menunjukkan kemarahan kepada istrinya dan langsung mendapat banyak kecaman dari netizen.


Petugas Satuan Reserse dan Kriminal (Satreskrim) Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Palembang yang menyelidiki video viral itu akhirnya berhasil menangkap pelaku yang menggantung anak kandungnya. Pelaku bernama Helios Juliantra, berumur 24 tahun, warga Kelurahan Sukodadi, Kecamatan Sukarami Palembang, langsung diamankan ke Mapolrestabes Palembang.


“Dari video yang viral, kami lakukan pengungkapan, kami amankan yang bersangkutan. Jadi ini kejadian yang berulang, sudah sering dilakukan oleh yang bersangkutan,” kata Kasat Reskrim Polrestabes Palembang AKBP Nuryono di Mapolrestabes Palembang, Kamis (1/10/2020).


AKBP Nuryono mengatakan, dari pemeriksaan yang dilakukan polisi terungkap kekerasan terhadap anak ini dilakukan pelaku di rumahnya pada Sabtu, 19 september 2020 lalu. Pelaku menjelaskan dirinya tega menganiaya anaknya karena merasa kesal pada sang istri. Pasalnya, istrinya tidak kunjung pulang ke rumah setelah ribut dengannya.


“Jadi yang bersangkutan melakukan penganiayaan terhadap anak karena kesal terhadap istrinya. Karena istrinya kembali ke rumah orang tuanya, dia menakut-nakuti istrinya supaya kembali,” katanya.


Nuryono mengatakan, walaupun perbuatan tersangka cuma untuk menggertak istrinya agar pulang ke rumah, apa yang dilakukan tersangka kepada anaknya sudah memenuhi unsur kekerasan kepada anak. Apalagi pelaku juga sempat memvideokan perbuatannya saat menganiaya buah hatinya.


Sementara pelaku yang menggantung anak kandung, Helios Juliantra mengaku khilaf dengan perbuatannya. Dia menggantung putranya dengan harapan sang istri akan takut dan pulang ke rumah.


"Aku gantung dan tampar sekali. Aku khilaf. Aku rekam biar bini aku balik. Sebenarnya tangan kanan aku meluk, tangan kiri megang anakku. Cuma sempat terlepas dan dia tercampak karena pas tangan aku terlepas,” kata Helios.


Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya kini pelaku dijerat pasal penganiayaan kepada anak sesuai Undang-Undang tentang Perlindungan Anak sekaligus Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Ancaman hukumannya di atas tujuh tahun penjara. (inews.id)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.