Jakarta, SNC - Dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda, setiap demonstrasi mahasiswa yang berlangsung pada masa Orde Baru, para pengunjuk rasa mengubah Sumpah Pemuda menjadi Sumpah Mahasiswa yang terus diucapkan mahasiswa hingga saat ini.
Begini bunyi Sumpah Mahasiswa yang kesohor itu:
Sumpah Mahasiswa
Kami mahasiswa-mahasiswi Indonesia mengaku,
Bertanah air satu, tanah air tanpa penindasan.
Berbangsa satu, bangsa yang gandrung keadilan.
Berbahasa satu, bahasa kebenaran
Pembuat Sumpah Mahasiswa itu adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) angkatan 1984 bernama Afnan Malay. Dia pertama kali mengucapkan Sumpah Mahasiswa saat berorasi di acara peringatan Sumpah Pemuda, di Gedung Litbang Fisipol, Sekip, Yogyakarta, 29 Oktober 1988, pagi hari.
"Saya yang buat Sumpah Mahasiswa, tahun 1988," kata Afnan kepada detikcom, Rabu (28/10/2020).
Sumpah Mahasiswa ada pada bagian penutup makalah orasinya yang berjudul 'Menghadang Si Pemerkosa'. Makalah itu berisi kritik atas cibiran pihak mahasiswa lain yang tidak setuju dengan aksi turun ke jalan. Afnan menganalogikan mahasiswa yang menghambat demonstrasi sebagai pemerkosa.
"Saat itu yang hadir di bawah 100 oranglah. Kita kemudian reli ke DPRD DIY pakai tali rafia karena takut dimasuki penyusup," kata Afnan.
Orasi dalam peringatan Sumpah Pemuda yang diadakan mahasiswa Fakultas Filsafat UGM itu kemudian dilanjutkan dengan demonstrasi ke Gedung DPRD DIY. Saat itu mereka menentang Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) yang diterapkan pemerintah Orde Baru rezim Presiden Soeharto. Ngomong-ngomong, dari mana inspirasi Sumpah Mahasiswa itu?
"Inspirasinya dari Sumpah Pemuda," kata mantan Ketua Presidium Aliansi Jurnalis Independen (AJI) ini.
Dia tidak merasa takut diciduk aparat Orde Baru gara-gara memelesetkan Sumpah Pemuda. Dia merasa Sumpah Mahasiswa bukan pelesetan Sumpah Pemuda, melainkan Sumpah Pemuda yang diberi roh baru.
"Saya menganggap, kita ini sudah bangsa Indonesia, tanah air kita sudah Indonesia, bahasa kita sudah Bahasa Indonesia. Terus mau apa? Saya mengisi roh, seharusnya bangsa tanpa penindasan dong, bangsanya harus gandrung keadilan dong, harus berbahasa kebenaran dong," tutur pria yang baru menerbitkan kumpulan puisi 'Tentang Presiden dan Pelajaran Membaca' ini.
Afnan Malay, pencipta Sumpah Mahasiswa. (Dok Pribadi)
Menyebar ke seluruh Indonesia
Sumpah Mahasiswa yang dia bikin menyebar ke seluruh Indonesia. Sebab pertama, kata Afnan Malay, ada liputan dari majalah 'Jakarta Jakarta' yang menerbitkan laporannya soal demo 29 Oktober 1988 saat itu. Namun tak ada nama Afnan Malay di situ. Selain itu, Sumpah Mahasiswa rutin dibacakan di pertemuan-pertemuan mahasiswa.
"Kita berjejaring lewat pers mahasiswa, termasuk dengan Politika yang digawangi mahasiswa UNAS Amir Husain Daulay. Kita tiap tahun ketemu. Amir bikin stiker berisi Sumpah Mahasiswa. Tetap, tidak ada nama Afnan Malay di stiker-stiker itu," kata dia.
Kemudian era 1998, muncul versi pengubahan dari Sumpah Mahasiswa, yakni Sumpah Rakyat yang dibacakan saat Pisowanan Ageng, 20 Mei 1998, di Keraton Yogyakarta. Begini bunyinya:
Sumpah Rakyat Indonesia
Kami rakyat Indonesia mengaku bertanah air satu tanah air tanpa penindasan.
Kami rakyat Indonesia mengaku berbangsa satu bangsa yang gandrung keadilan.
Kami rakyat Indonesia mengaku berbahasa satu, bahasa kebenaran.
"Saya diam saja, malah dlongop melihat Sumpah Rakyat. Orang kan cuma sedikit yang tahu (yang bikin Sumpah Mahasiswa itu saya), tapi ya nggak penting juga," kata Afnan yang merupakan mantan Staf Ahli Menteri Pertanian era Amran Sulaiman ini.
Sumpah Mahasiswa masih relevan?
Dia melihat demonstrasi mahasiswa masih saja terjadi hingga hari ini. Padahal, dulu dia pikir demonstrasi tak bakal terjadi lagi setelah Presiden Soeharto lengser keprabon. Sumpah Mahasiswa bahkan juga terus dikumandangkan di berbagai acara mahasiswa, dari masa orientasi mahasiswa baru hingga aksi unjuk rasa.
"Saya pikir Sumpah Mahasiswa masih relevan," kata Afnan, pria kelahiran 1964 ini.
Dia menilai demokrasi bukanlah barang yang sekali jadi. Demokrasi harus terus dijaga dan dirawat, salah satu caranya adalah demonstrasi. Misal, demonstrasi menentang Omnibus UU Cipta Kerja dewasa ini.
"Sekarang ada sesuatu yang dirasa mahasiswa perlu dikritik. Saya menganggapnya itu relevan. Memang sekarang tidak se-represif Orde Baru, tapi kita tidak bisa lepas tangan," kata Afnan yang merupakan mantan anggota Bidang Hukum dan HAM DPP PDIP ini.[]