Latest Post

Kapolres Jakarta Pusat Komisaris Besar Polisi Heru Novianto


Jakarta, SNC - Kisruh aparat kepolisian yang memburu massa anarkis saat menembakkan gas air mata di kawasan pemukiman warga Kwitang, Senen, Jakarta Pusat pada Selasa 13 Oktober 2020, membuat polisi angkat bicara, dan hal ini disampaikan oleh Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kompol Heru Novianto.


Menurut Heru, pihaknya telah melakukan komunikasi secara langsung dengan warga Kwitang untuk membahas persoalan ini. Persoalan tembakan gas air mata ini dilakukan ketika aparat kepolisian berupaya memukul mundur massa yang melakukan aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja secara anarki.


Sebelumnya, Selasa siang, massa FPI menggelar aksi unjuk rasa menentang UU Cipta Kerja dan para pengunjuk rasa berorasi dengan damai hingga bubar pada sore hari.


Namun, tak lama berselang, sejumlah massa anak STM mengambil alih area aksi dan bertindak secara anarki. Aparat kepolisian yang sedang mengawal aksi tersebut terus menerima hujan batu dari massa.


Karena kewalahan, aparat kepolisian pun berupaya untuk memukul mundur massa. Tembakan gas air mata terus dilepas ke arah massa yang mundur sambil terus melempari aparat.


Sebagian massa aksi ini kemudian berkumpul di Tugu Tani. Ketika aparat membubarkan mereka di titik tersebut, beberapa massa berlari memasuki area permukiman warga Kwitang.


Di sini, massa terus melakukan perlawanan dan akhirnya membuat aparat kembali melepaskan tembakan gas air mata. Imbasnya, warga Kwitang pun terkena gas air mata tersebut. (Videonya di sini.)


Warga Kwitang mengeluhkan tindakan aparat kepolisian yang tidak membedakan antara massa aksi dengan warga setempat. Sebab, beberapa anak bayi tak luput dari gas air mata itu 


Atas persoalan tersebut, seperti diwartakan viva.co.id, 16 Okt 2020, kapolres Metro Jakarta Pusat pun meminta maaf. Ia meminta warga untuk memahami kondisi aparat ketika itu. 


"Kemarin banyak perusuh masuk ke kampung sehingga kami melakukan tindakan represif sampai ke dalam. Nah, ini dampaknya masyarakat merasa terganggu dengan adanya gas air mata. Untuk itu, saya atas nama kepolisian meminta maaf," kata Heru.


Sejumlah tokoh masyarakat dan pemuka agama pun telah berkomunikasi dengan Heru beserta jajaran. Ke depan, kepolisian mengimbau, jika ada demonstran yang masuk ke permukiman warga, baiknya masuk ke dalam rumah dan tidak berkerumun. 


"Jika ada demonstran yang datang dan bukan dari warga Kwitang, langsung bilang ke mereka dilarang berkerumun dan berkumpul. Langsung diperingatkan agar meninggalkan lokasi. Tokoh masyarakat bisa mengingatkan pendatang, agar tidak merusak fasilitas dan berbuat kerusuhan, sehingga dapat menjaga keamanan di Kwitang," tuturnya. (sanca)





Jakarta, SNC - Pohon Mersawa langka yang ditanam Presiden Jokowi di Hutan Pers Taman Spesies Endemik Indonesia, Kalimantan Selatan pada Februari lalu, kini dalam kondisi mengenaskan.

 

Dari pantauan Radar Banjarmasin, (14/10), pohon berumur 20 tahun ini terlihat mengering.

 

Saat dikonfirmasi, Kepala Subbagian Tata Usaha UPTD BPTH (KSBTU) Dinas Kehutanan Kalimantan Selatan Agung Hananto mengatakan pohon Jokowi sudah mengering atau layu karena mati setelah disambar petir pada awal Agustus lalu, “Akibat kena petir ya mati,” katanya kepada Radar Banjarmasin.

 

Agung mengungkapkan, pohon yang ditanam Jokowi nantinya akan dilakukan pergantian dengan jenis yang sama, pergantian pohon menunggu curah hujan sudah tinggi agar tanaman bisa tumbuh subur.

 

Sementara itu, Peneliti Litbang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru Rusmana mengatakan, pengeringan pohon merupakan hal yang lumrah pada saat dipindahkan, “Apalagi pohon yang dipindahkan relatif besar. Jadi perlu waktu untuk beradaptasi,” ujarnya.

 

Menurutnya, langkah pemeliharaan harus terus dilakukan demi kelangsungan hidup pohon yang ditanam Jokowi di kawasan Kantor Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dalam rangka memperingati Hari Pers Nasional (HPN) 2020 di Kalimantan Selatan, sebagai lambang Hutan Pers Taman Spesies Endemik Indonesia. (sanca)


Terlihat dengan borgol plastik, Syahganda Nainggolan mengacungkan dua jempol ke atas /Ist



Jakarta, SNC - Sekretaris Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Syahganda Nainggolan, deklarator KAMI, Jumhur Hidayat dan Anton Permana resmi ditetapkan sebagai tersangka. 


Syahganda Nainggolan ditahan karena diduga melanggar Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) dan atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Ketentuan Hukum Pidana dan atau Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) UU 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Kamis (15/10). 


Dalam penetapan tersebut, Syahganda dkk tampak mengenakan baju tahanan lengkap dengan borgol plastik yang mengikat kedua tangannya dan raut muka Syahganda tetap terlihat tenang saat menghadap kamera awak media. 


Dengan tangan terborgol, ia juga sempat mengacungkan kedua ibu jari yang mengisyaratkan pesan 'baik-baik saja'.(rmol)



Jakarta, SNC - Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Golkar Azis Syamsuddin dikabarkan mengalami kecelakaan di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, Jumat (16/10).


Kabar kecelakaan Azis itu dibenarkan oleh rekannya Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad dan selama ini, kata Dasco, mendengar Azis baik-baik saja.


“Katanya dia naik sepeda atau semacamnya, tapi tidak apa-apa,” kata Dasco kepada CNNIndonesia.com, Jumat (16/10) dan Dasco mengaku belum bisa memberikan informasi detail karena dia juga masih mencari informasi terkait apa yang terjadi. . . . untuk insiden tersebut. Azis.


Hal senada disampaikan Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar. Dia mengatakan, pihaknya masih mengkonfirmasikan informasi tersebut. “Kami sedang mengecek,” tulis Indra melalui pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Jumat (16/10).


Sementara, siang ini Azis dijadwalkan akan melakukan pertemuan dengan sejumlah wartawan di kawasan Tangerang Selatan. Namun, jelang acara, ia dikabarkan batal karena kecelakaan.


Azis adalah kader senior Partai Golkar. Sebelumnya menjabat sebagai Ketua Komisi III DPR RI. Saat periode 2019-2024 dimulai, ia dipercaya menjadi Wakil Ketua DPR Bidang Koordinator Politik dan Keamanan.


Tak lama berselang, ia juga dikenal publik sebagai ketua rapat pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja yang digelar Senin (5/10) lalu.


Hingga saat ini, draf final RUU Cipta Karya yang telah disahkan belum juga dipublikasikan dan DPR juga telah menyerahkan draf tersebut kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi).


Namun, hari ini aksi demonstrasi di berbagai kalangan masyarakat digelar di sejumlah wilayah dimana massa mahasiswa kembali menggelar aksi unjuk rasa menentang Omnibus Law yang disahkan DPR dan pemerintah.


Jakarta, SNC - Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri kembali memanggil mantan Panglima Kopassus Mayjen TNI (Purn) Soenarko sebagai tersangka kepemilikan senjata api ilegal pada 2019.


Pemeriksaan Soenarko dijadwalkan Jumat (16/10/2020) pukul 10.00 berdasarkan surat panggilan nomor S.Pgl / 2259-Subdit I / X / 2020 / Dit Tipidum.


Dari pasal yang diterapkan terhadap Soenarko yakni UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang senjata api junto Pasal 55 KUHP tentang mereka yang melakukan perbuatan dan yang turut serta melakukan perbuatan pidana, sangat mungkin Soenarko langsung ditahan usai diperiksa.


Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Ferdy Sambo membenarkan soal itu.


Menurutnya surat panggilan terhadap Soenarko sudah dilayangkan penyidik ke rumahnya di Cijantung, Jakarta Timur.


"Pemanggilan kembali tersangka Soenarko terkait kasus kepemilikan senjata api pada tahun 2019," kata Ferdy Sambo saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (15/10/2020).


Menurutnya pemanggilan ini sekaligus untuk memberikan kepastian hukum terhadap Soenarko dan apabila berkas perkara itu lengkap, maka berkas itu akan dikirimkan ke Kejaksaan.


"Kewajiban penyidik untuk memberikan kepastian hukum terhadap pihak yang sudah menjadi tersangka. Bila sudah lengkap dan terpenuhi unsur pasal, segera di kirim ke JPU untuk disidangkan," katanya.


Sebelumnya, penahanan Soenarko ditangguhkan. Soenarko ditetapkan sebagai tersangka kepemilikan senjata api ilegal pada 21 Mei 2019. 


Purnawirawan bintang dua itu mendekam di Rutan POM Guntur, Jakarta sebelum akhirnya ditangguhkan penahanannya.


Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto menegaskan penangguhan penahanan atas Soenarko sudah dikoordinasikan dengan Danpom TNI Mayjen Dedi dan Polri mengabulkan penangguhan itu karena Soenarko dinilai kooperatif.


Palsukan Dokumen

Polri mengungkap dugaan penguasaan senjata api tanpa dokumen sah alias ilegal, oleh mantan Danjen Kopassus Mayjen TNI (Purn) Soenarko, yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka.


Kepala Sub Direktorat I Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Kombes Daddy Hartadi mengatakan, Soenarko memalsukan surat keterangan agar senjata api sitaan dari GAM (Gerakan Aceh Merdeka) di masa lampau itu seakan memiliki dokumen sah.


Dalam pemeriksaan terhadap Soenarko, Daddy menjelaskan bahwa Soenarko membenarkan ada empat pucuk senjata api laras panjang yang disita dari GAM.


Dua di antaranya disimpan di gudang, sedangkan satu pucuk lainnya disisihkan. Pada tahun 2009, Soenarko memerintahkan satu pucuk senpi yang disisihkan diserahkan kepada tersangka HR.


“Pada tahun 2011 saat S (Soenarko) sudah tidak aktif, satu pucuk senjata itu masih disimpan HR dan masih dalam penguasaan S,” ungkap Daddy dalam keterangan pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (11/6/2019).


"Terhadap tersangka S dan HR, patut diduga melakukan tindakan pidana tanpa hak menerima, memperoleh, menguasai, dan menyembunyikan senjata api tanpa hak dan dokumen yang sah,” sambungnya.


Hasil pemeriksaan itu tertuang dalam surat dari Danpuspom TNI kepada Kapolri nomor R95/V/2019 tanggal 19 Mei 2019, perihal hasil penyelidikan Puspom TNI yang melibatkan anggota TNI.


Daddy kemudian melanjutkan bahwa sekitar awal April 2019, atau sesaat sebelum pemungutan suara Pemilu 2019, Soenarko meminta agar senjata api tersebut dikirim ke Jakarta.


HR lalu meminta seseorang bernama B agar dibuatkan surat ‘security item’ untuk senjata api tersebut, agar bisa dikirim ke Jakarta.


Untuk mendapatkan surat ‘security item’ itu, senjata api harus memiliki dokumen sah, sedangkan senjata api yang diminta Soenarko merupakan senjata api sitaan yang tak memiliki dokumen sah.


“Saudara B kemudian dibuatkan surat keterangan palsu dari Kabinda (Kepala Badan Intelijen Daerah) Aceh atas nama S, dan ditandatangani S," ungkap Daddy.


"Padahal, S sudah tidak menjabat Kabinda Aceh. Surat keterangan palsu itu kemudian dititipkan kepada protokol berinisial I, dan kemudian dikirimkan ‘security item’ ke maskapai Garuda," sambungnya.


"Senjata api dengan surat keterangan palsu itu pun dititipkan kepada saksi SA yang akan melaksanakan rapat di Jakarta,” jelas Daddy.


Senjata api itu pun masuk bagasi dalam penerbangan yang sama dengan SA, dan B menyampaikan hal tersebut kepada Z yang bertugas sebagai protokol di Bandara Soekarno-Hatta.


Saat SA menyampaikan ‘security item’ kepada ZA, keduanya ditangkap oleh aparat berwenang.


Daddy menegaskan, senjata api yang diberikan surat keterangan palsu itu berjenis M4 Carbine yang berfungsi secara baik. 


“Senjata api tersebut berfungsi secara baik dan dapat membinasakan makhluk hidup,” terangnya. [war-kot]


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.