Jakarta, SNC - Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri kembali memanggil mantan Panglima Kopassus Mayjen TNI (Purn) Soenarko sebagai tersangka kepemilikan senjata api ilegal pada 2019.
Pemeriksaan Soenarko dijadwalkan Jumat (16/10/2020) pukul 10.00 berdasarkan surat panggilan nomor S.Pgl / 2259-Subdit I / X / 2020 / Dit Tipidum.
Dari pasal yang diterapkan terhadap Soenarko yakni UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang senjata api junto Pasal 55 KUHP tentang mereka yang melakukan perbuatan dan yang turut serta melakukan perbuatan pidana, sangat mungkin Soenarko langsung ditahan usai diperiksa.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Ferdy Sambo membenarkan soal itu.
Menurutnya surat panggilan terhadap Soenarko sudah dilayangkan penyidik ke rumahnya di Cijantung, Jakarta Timur.
"Pemanggilan kembali tersangka Soenarko terkait kasus kepemilikan senjata api pada tahun 2019," kata Ferdy Sambo saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (15/10/2020).
Menurutnya pemanggilan ini sekaligus untuk memberikan kepastian hukum terhadap Soenarko dan apabila berkas perkara itu lengkap, maka berkas itu akan dikirimkan ke Kejaksaan.
"Kewajiban penyidik untuk memberikan kepastian hukum terhadap pihak yang sudah menjadi tersangka. Bila sudah lengkap dan terpenuhi unsur pasal, segera di kirim ke JPU untuk disidangkan," katanya.
Sebelumnya, penahanan Soenarko ditangguhkan. Soenarko ditetapkan sebagai tersangka kepemilikan senjata api ilegal pada 21 Mei 2019.
Purnawirawan bintang dua itu mendekam di Rutan POM Guntur, Jakarta sebelum akhirnya ditangguhkan penahanannya.
Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto menegaskan penangguhan penahanan atas Soenarko sudah dikoordinasikan dengan Danpom TNI Mayjen Dedi dan Polri mengabulkan penangguhan itu karena Soenarko dinilai kooperatif.
Palsukan Dokumen
Polri mengungkap dugaan penguasaan senjata api tanpa dokumen sah alias ilegal, oleh mantan Danjen Kopassus Mayjen TNI (Purn) Soenarko, yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka.
Kepala Sub Direktorat I Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Kombes Daddy Hartadi mengatakan, Soenarko memalsukan surat keterangan agar senjata api sitaan dari GAM (Gerakan Aceh Merdeka) di masa lampau itu seakan memiliki dokumen sah.
Dalam pemeriksaan terhadap Soenarko, Daddy menjelaskan bahwa Soenarko membenarkan ada empat pucuk senjata api laras panjang yang disita dari GAM.
Dua di antaranya disimpan di gudang, sedangkan satu pucuk lainnya disisihkan. Pada tahun 2009, Soenarko memerintahkan satu pucuk senpi yang disisihkan diserahkan kepada tersangka HR.
“Pada tahun 2011 saat S (Soenarko) sudah tidak aktif, satu pucuk senjata itu masih disimpan HR dan masih dalam penguasaan S,” ungkap Daddy dalam keterangan pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (11/6/2019).
"Terhadap tersangka S dan HR, patut diduga melakukan tindakan pidana tanpa hak menerima, memperoleh, menguasai, dan menyembunyikan senjata api tanpa hak dan dokumen yang sah,” sambungnya.
Hasil pemeriksaan itu tertuang dalam surat dari Danpuspom TNI kepada Kapolri nomor R95/V/2019 tanggal 19 Mei 2019, perihal hasil penyelidikan Puspom TNI yang melibatkan anggota TNI.
Daddy kemudian melanjutkan bahwa sekitar awal April 2019, atau sesaat sebelum pemungutan suara Pemilu 2019, Soenarko meminta agar senjata api tersebut dikirim ke Jakarta.
HR lalu meminta seseorang bernama B agar dibuatkan surat ‘security item’ untuk senjata api tersebut, agar bisa dikirim ke Jakarta.
Untuk mendapatkan surat ‘security item’ itu, senjata api harus memiliki dokumen sah, sedangkan senjata api yang diminta Soenarko merupakan senjata api sitaan yang tak memiliki dokumen sah.
“Saudara B kemudian dibuatkan surat keterangan palsu dari Kabinda (Kepala Badan Intelijen Daerah) Aceh atas nama S, dan ditandatangani S," ungkap Daddy.
"Padahal, S sudah tidak menjabat Kabinda Aceh. Surat keterangan palsu itu kemudian dititipkan kepada protokol berinisial I, dan kemudian dikirimkan ‘security item’ ke maskapai Garuda," sambungnya.
"Senjata api dengan surat keterangan palsu itu pun dititipkan kepada saksi SA yang akan melaksanakan rapat di Jakarta,” jelas Daddy.
Senjata api itu pun masuk bagasi dalam penerbangan yang sama dengan SA, dan B menyampaikan hal tersebut kepada Z yang bertugas sebagai protokol di Bandara Soekarno-Hatta.
Saat SA menyampaikan ‘security item’ kepada ZA, keduanya ditangkap oleh aparat berwenang.
Daddy menegaskan, senjata api yang diberikan surat keterangan palsu itu berjenis M4 Carbine yang berfungsi secara baik.
“Senjata api tersebut berfungsi secara baik dan dapat membinasakan makhluk hidup,” terangnya. [war-kot]