Latest Post

Terlihat dengan borgol plastik, Syahganda Nainggolan mengacungkan dua jempol ke atas /Ist



Jakarta, SNC - Sekretaris Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Syahganda Nainggolan, deklarator KAMI, Jumhur Hidayat dan Anton Permana resmi ditetapkan sebagai tersangka. 


Syahganda Nainggolan ditahan karena diduga melanggar Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) dan atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Ketentuan Hukum Pidana dan atau Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) UU 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Kamis (15/10). 


Dalam penetapan tersebut, Syahganda dkk tampak mengenakan baju tahanan lengkap dengan borgol plastik yang mengikat kedua tangannya dan raut muka Syahganda tetap terlihat tenang saat menghadap kamera awak media. 


Dengan tangan terborgol, ia juga sempat mengacungkan kedua ibu jari yang mengisyaratkan pesan 'baik-baik saja'.(rmol)



Jakarta, SNC - Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Golkar Azis Syamsuddin dikabarkan mengalami kecelakaan di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, Jumat (16/10).


Kabar kecelakaan Azis itu dibenarkan oleh rekannya Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad dan selama ini, kata Dasco, mendengar Azis baik-baik saja.


“Katanya dia naik sepeda atau semacamnya, tapi tidak apa-apa,” kata Dasco kepada CNNIndonesia.com, Jumat (16/10) dan Dasco mengaku belum bisa memberikan informasi detail karena dia juga masih mencari informasi terkait apa yang terjadi. . . . untuk insiden tersebut. Azis.


Hal senada disampaikan Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar. Dia mengatakan, pihaknya masih mengkonfirmasikan informasi tersebut. “Kami sedang mengecek,” tulis Indra melalui pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Jumat (16/10).


Sementara, siang ini Azis dijadwalkan akan melakukan pertemuan dengan sejumlah wartawan di kawasan Tangerang Selatan. Namun, jelang acara, ia dikabarkan batal karena kecelakaan.


Azis adalah kader senior Partai Golkar. Sebelumnya menjabat sebagai Ketua Komisi III DPR RI. Saat periode 2019-2024 dimulai, ia dipercaya menjadi Wakil Ketua DPR Bidang Koordinator Politik dan Keamanan.


Tak lama berselang, ia juga dikenal publik sebagai ketua rapat pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja yang digelar Senin (5/10) lalu.


Hingga saat ini, draf final RUU Cipta Karya yang telah disahkan belum juga dipublikasikan dan DPR juga telah menyerahkan draf tersebut kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi).


Namun, hari ini aksi demonstrasi di berbagai kalangan masyarakat digelar di sejumlah wilayah dimana massa mahasiswa kembali menggelar aksi unjuk rasa menentang Omnibus Law yang disahkan DPR dan pemerintah.


Jakarta, SNC - Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri kembali memanggil mantan Panglima Kopassus Mayjen TNI (Purn) Soenarko sebagai tersangka kepemilikan senjata api ilegal pada 2019.


Pemeriksaan Soenarko dijadwalkan Jumat (16/10/2020) pukul 10.00 berdasarkan surat panggilan nomor S.Pgl / 2259-Subdit I / X / 2020 / Dit Tipidum.


Dari pasal yang diterapkan terhadap Soenarko yakni UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang senjata api junto Pasal 55 KUHP tentang mereka yang melakukan perbuatan dan yang turut serta melakukan perbuatan pidana, sangat mungkin Soenarko langsung ditahan usai diperiksa.


Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Ferdy Sambo membenarkan soal itu.


Menurutnya surat panggilan terhadap Soenarko sudah dilayangkan penyidik ke rumahnya di Cijantung, Jakarta Timur.


"Pemanggilan kembali tersangka Soenarko terkait kasus kepemilikan senjata api pada tahun 2019," kata Ferdy Sambo saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (15/10/2020).


Menurutnya pemanggilan ini sekaligus untuk memberikan kepastian hukum terhadap Soenarko dan apabila berkas perkara itu lengkap, maka berkas itu akan dikirimkan ke Kejaksaan.


"Kewajiban penyidik untuk memberikan kepastian hukum terhadap pihak yang sudah menjadi tersangka. Bila sudah lengkap dan terpenuhi unsur pasal, segera di kirim ke JPU untuk disidangkan," katanya.


Sebelumnya, penahanan Soenarko ditangguhkan. Soenarko ditetapkan sebagai tersangka kepemilikan senjata api ilegal pada 21 Mei 2019. 


Purnawirawan bintang dua itu mendekam di Rutan POM Guntur, Jakarta sebelum akhirnya ditangguhkan penahanannya.


Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto menegaskan penangguhan penahanan atas Soenarko sudah dikoordinasikan dengan Danpom TNI Mayjen Dedi dan Polri mengabulkan penangguhan itu karena Soenarko dinilai kooperatif.


Palsukan Dokumen

Polri mengungkap dugaan penguasaan senjata api tanpa dokumen sah alias ilegal, oleh mantan Danjen Kopassus Mayjen TNI (Purn) Soenarko, yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka.


Kepala Sub Direktorat I Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Kombes Daddy Hartadi mengatakan, Soenarko memalsukan surat keterangan agar senjata api sitaan dari GAM (Gerakan Aceh Merdeka) di masa lampau itu seakan memiliki dokumen sah.


Dalam pemeriksaan terhadap Soenarko, Daddy menjelaskan bahwa Soenarko membenarkan ada empat pucuk senjata api laras panjang yang disita dari GAM.


Dua di antaranya disimpan di gudang, sedangkan satu pucuk lainnya disisihkan. Pada tahun 2009, Soenarko memerintahkan satu pucuk senpi yang disisihkan diserahkan kepada tersangka HR.


“Pada tahun 2011 saat S (Soenarko) sudah tidak aktif, satu pucuk senjata itu masih disimpan HR dan masih dalam penguasaan S,” ungkap Daddy dalam keterangan pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (11/6/2019).


"Terhadap tersangka S dan HR, patut diduga melakukan tindakan pidana tanpa hak menerima, memperoleh, menguasai, dan menyembunyikan senjata api tanpa hak dan dokumen yang sah,” sambungnya.


Hasil pemeriksaan itu tertuang dalam surat dari Danpuspom TNI kepada Kapolri nomor R95/V/2019 tanggal 19 Mei 2019, perihal hasil penyelidikan Puspom TNI yang melibatkan anggota TNI.


Daddy kemudian melanjutkan bahwa sekitar awal April 2019, atau sesaat sebelum pemungutan suara Pemilu 2019, Soenarko meminta agar senjata api tersebut dikirim ke Jakarta.


HR lalu meminta seseorang bernama B agar dibuatkan surat ‘security item’ untuk senjata api tersebut, agar bisa dikirim ke Jakarta.


Untuk mendapatkan surat ‘security item’ itu, senjata api harus memiliki dokumen sah, sedangkan senjata api yang diminta Soenarko merupakan senjata api sitaan yang tak memiliki dokumen sah.


“Saudara B kemudian dibuatkan surat keterangan palsu dari Kabinda (Kepala Badan Intelijen Daerah) Aceh atas nama S, dan ditandatangani S," ungkap Daddy.


"Padahal, S sudah tidak menjabat Kabinda Aceh. Surat keterangan palsu itu kemudian dititipkan kepada protokol berinisial I, dan kemudian dikirimkan ‘security item’ ke maskapai Garuda," sambungnya.


"Senjata api dengan surat keterangan palsu itu pun dititipkan kepada saksi SA yang akan melaksanakan rapat di Jakarta,” jelas Daddy.


Senjata api itu pun masuk bagasi dalam penerbangan yang sama dengan SA, dan B menyampaikan hal tersebut kepada Z yang bertugas sebagai protokol di Bandara Soekarno-Hatta.


Saat SA menyampaikan ‘security item’ kepada ZA, keduanya ditangkap oleh aparat berwenang.


Daddy menegaskan, senjata api yang diberikan surat keterangan palsu itu berjenis M4 Carbine yang berfungsi secara baik. 


“Senjata api tersebut berfungsi secara baik dan dapat membinasakan makhluk hidup,” terangnya. [war-kot]



Jakarta, SNC - Ketua Umum PA 212 Slamet Maarif menanggapi pernyataan Ketua Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Ali Mochtar Ngabalin yang menyebut para demonstran sampah demokrasi dan PA 212 sendiri merupakan salah satu ormas dari aksi massa 1310 yang menggelar demo di kawasan Patung Kuda, dekat Istana Negara, Jakarta Pusat untuk menolak UU Cipta Kerja.


Slamet Maarif menilai Ngabalin sudah kehilangan akal sehat dengan pernyataan yang menghina para demonstran karena Ngabalin menyebut demonstran sampah demokrasi, padahal demonstrasi di negara demokrasi seperti Indonesia itu dilindungi undang-undang dan konstitusi.


Maka dari hal itu, menurutnya, Ngabalin ucapkan sampah demokrasi telah terlena dengan kenikmatan lingkungan Istana. “Dia (Ngabalin) lupa di negara demokrasi unjuk rasa dilindungi UU dan konstitusional terlalu terlena dengan kenikmatan istana sampai akal sehatnya hilang,” kata Slamet, dilansir suara.com, Kamis (15/10/2020).


Berkenaan dengan itu, Slamet mengingatkan Ngabalin untuk bertobat ke jalan yang benar. Dia mengatakan, jika rezim pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) nantinya berakhir, Ngabalin akan berakhir menjadi sampah masyarakat dan politik.


“Hai Ngabalin bertobatlah kepada Allah SWT agar engkau setelah Jokowi turun tidak jadi sampah masyarakat dan sampah politik,’ sambungnya (*)



Jakarta, SNC - Deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Anton Permana ditangkap karena unggahannya di media sosial Facebook dan YouTube prbadinya. Ia diduga melanggar pasal tentang penyebaran informasi kebencian berdasarkan SARA.

 

Anton Permana diketahui mengunggah status menyebut NKRI sebagai Negara Kepolisian Republik Indonesia di akun media sosial Facebook dan YouTube miliknya.

 

“Ini yang bersangkutan menuliskan di FB dan YouTube. Dia sampaikan di FB dan YouTube banyak sekali. Misalnya multifungsi polri melebihi dwifungsi ABRI NKRI jadi negara kepolisian republik indonesia,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (15/10/2020).

 

Selain itu, Anton Permana juga mengunggah status yang menyatakan bahwa Omnibus Law merupakan bukti bahwa negara telah dijajah dan selain dari aturan juga membuktikan bahwa negara dikuasai oleh cukong, menurutnya unggahan tersebut merupakan bentuk penyebaran kebencian dan informasi tentang SARA.


Disahkan UU Cipta Kerja bukti negara telah dijajah dan juga negara tak kuasa lindungi rakyatnya, negara dikuasai cukong, VOC gaya baru,” jelasnya.

 


Dalam kasus ini, polisi menyita flash drive, ponsel, laptop, dan dokumen yang berisi tangkapan layar dari media sosial dan Anton Permana dijerat Pasal 45A ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 UU ITE serta Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 serta Pasal 15 UU Pidana Nomor 1 Tahun 1946 dan juga Pasal 207 UU No. KUHP, dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara.

 

Hati politikus Andi Arief yang juga mantan aktivis 98 remuk redam  melihat, terutama Syahganda dan Jumhur, dipertontonkan ke publik seperti penjahat dan Andi Arief mengingatkan bahwa Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat ikut berkontribusi pada perjuangan reformasi.

 

“Saya sedih dan menangis melihat Syahganda dan Jumhur Hidayat dan kawan-kawan dipertontonkan ke muka umum seperti teroris. Mereka berdua ada jasanya dalam perjuangan reformasi dan UU ITE tidak tepat diperlakukan begitu, bahkan untuk kasusnya juga tidak tepat disangkakan,” kata Andi Arief.

 

Lewat media sosial, Andi Arief yang sejak awal mengecam keras pengesahan UU Cipta Kerja dan tindakan aparat terkait aksi menangani demonstrasi warga, menuntut agar omnibus law tersebut dibatalkan dan para aktivis yang ditangkap segera dibebaskan.

 

Menurutnya, negara harus berkonsentrasi menangani pandemi Covid-19 dan resesi ekonomi yang menjadi salah satu akar penyebabnya, ”Inti masalah pokok beberapa bulan ini pandemi dan resesi yang butuh dukungan luas rakyat,” kata Anfi Arief. (sanca)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.