Latest Post


Jakarta, SNC - Ketua Umum PA 212 Slamet Maarif menanggapi pernyataan Ketua Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Ali Mochtar Ngabalin yang menyebut para demonstran sampah demokrasi dan PA 212 sendiri merupakan salah satu ormas dari aksi massa 1310 yang menggelar demo di kawasan Patung Kuda, dekat Istana Negara, Jakarta Pusat untuk menolak UU Cipta Kerja.


Slamet Maarif menilai Ngabalin sudah kehilangan akal sehat dengan pernyataan yang menghina para demonstran karena Ngabalin menyebut demonstran sampah demokrasi, padahal demonstrasi di negara demokrasi seperti Indonesia itu dilindungi undang-undang dan konstitusi.


Maka dari hal itu, menurutnya, Ngabalin ucapkan sampah demokrasi telah terlena dengan kenikmatan lingkungan Istana. “Dia (Ngabalin) lupa di negara demokrasi unjuk rasa dilindungi UU dan konstitusional terlalu terlena dengan kenikmatan istana sampai akal sehatnya hilang,” kata Slamet, dilansir suara.com, Kamis (15/10/2020).


Berkenaan dengan itu, Slamet mengingatkan Ngabalin untuk bertobat ke jalan yang benar. Dia mengatakan, jika rezim pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) nantinya berakhir, Ngabalin akan berakhir menjadi sampah masyarakat dan politik.


“Hai Ngabalin bertobatlah kepada Allah SWT agar engkau setelah Jokowi turun tidak jadi sampah masyarakat dan sampah politik,’ sambungnya (*)



Jakarta, SNC - Deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Anton Permana ditangkap karena unggahannya di media sosial Facebook dan YouTube prbadinya. Ia diduga melanggar pasal tentang penyebaran informasi kebencian berdasarkan SARA.

 

Anton Permana diketahui mengunggah status menyebut NKRI sebagai Negara Kepolisian Republik Indonesia di akun media sosial Facebook dan YouTube miliknya.

 

“Ini yang bersangkutan menuliskan di FB dan YouTube. Dia sampaikan di FB dan YouTube banyak sekali. Misalnya multifungsi polri melebihi dwifungsi ABRI NKRI jadi negara kepolisian republik indonesia,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (15/10/2020).

 

Selain itu, Anton Permana juga mengunggah status yang menyatakan bahwa Omnibus Law merupakan bukti bahwa negara telah dijajah dan selain dari aturan juga membuktikan bahwa negara dikuasai oleh cukong, menurutnya unggahan tersebut merupakan bentuk penyebaran kebencian dan informasi tentang SARA.


Disahkan UU Cipta Kerja bukti negara telah dijajah dan juga negara tak kuasa lindungi rakyatnya, negara dikuasai cukong, VOC gaya baru,” jelasnya.

 


Dalam kasus ini, polisi menyita flash drive, ponsel, laptop, dan dokumen yang berisi tangkapan layar dari media sosial dan Anton Permana dijerat Pasal 45A ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 UU ITE serta Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 serta Pasal 15 UU Pidana Nomor 1 Tahun 1946 dan juga Pasal 207 UU No. KUHP, dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara.

 

Hati politikus Andi Arief yang juga mantan aktivis 98 remuk redam  melihat, terutama Syahganda dan Jumhur, dipertontonkan ke publik seperti penjahat dan Andi Arief mengingatkan bahwa Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat ikut berkontribusi pada perjuangan reformasi.

 

“Saya sedih dan menangis melihat Syahganda dan Jumhur Hidayat dan kawan-kawan dipertontonkan ke muka umum seperti teroris. Mereka berdua ada jasanya dalam perjuangan reformasi dan UU ITE tidak tepat diperlakukan begitu, bahkan untuk kasusnya juga tidak tepat disangkakan,” kata Andi Arief.

 

Lewat media sosial, Andi Arief yang sejak awal mengecam keras pengesahan UU Cipta Kerja dan tindakan aparat terkait aksi menangani demonstrasi warga, menuntut agar omnibus law tersebut dibatalkan dan para aktivis yang ditangkap segera dibebaskan.

 

Menurutnya, negara harus berkonsentrasi menangani pandemi Covid-19 dan resesi ekonomi yang menjadi salah satu akar penyebabnya, ”Inti masalah pokok beberapa bulan ini pandemi dan resesi yang butuh dukungan luas rakyat,” kata Anfi Arief. (sanca)


Jakarta, SNC - Aparat kepolisian di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, menolak niat Gatot Nurmantyo, Din Syamsuddin, dan sejumlah elit Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang ingin mengunjungi rekan-rekannya yang ditahan atas tuduhan terkait demonstrasi menolak UU Omnibus Law Cipta Karya.


Awalnya, Gatot dkk ingin bertemu Kapolri Jenderal Idham Azis, namun, polisi menyebut Idham belum pernah berkantor di Mabes Polri sejak pandemi Covid-19.


Akhirnya, para petinggi KAMI mencoba untuk menyampaikan niatnya mengunjungi tiga deklarator KAMI yaitu Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, dan Anton Permana yang ditahan di gedung Bareskrim.


Masih ditempat yang sama kuasa hukum aktivis KAMI, Ahmad Yani, memimpin rombongan untuk mengurus administrasi kunjungan, namun, mereka ditahan di pintu masuk oleh petugas dengan dalih  larangan berkerumun.


Situasi memanas. Ahmad Yani kemudian mengambil alih situasi tersebut dan Ia mencoba menjelaskan kembali tujuan kunjungan mereka kepada petugas tersebut, namun harapan berkunjung masih belum terpenuhi, seperti diberitakan cnnindonesia.com, Kamis (15/10).


"Saya dengar, tapi tidak bisa," kata aparat tersebut. 


"Kami hanya mau jenguk," jawab seorang elite KAMI di antara rombongan.


"Saya tahu, saya polisi!" jawab aparat yang menjaga pintu masuk itu lagi dengan nada keras.


Akhirnya, elit KAMI memutuskan untuk meninggalkan situs tersebut dan Gatot menanggapi santai dengan penolakan polisi, "Tidak tahu [alasan ditolak], ya pokoknya tidak dapat izin. Ya, tidak masalah," ujar mantan Panglima TNI itu, "Ya pulang lah masa mau tidur sini?" imbuhnya berseloroh kepada wartawan.


"Kami ingin Polri benar-benar mengawal hukum dan menjadi contoh teladan dan penegakan hukum," tambah Gatot saat itu.


Din Syamsuddin dalam kesempatannya berbicara menuturkan setelah tak bisa bertemu dengan Idham, pihaknya pun terpaksa membacakan surat atau Petisi Presidium KAMI ke Kapolri itu lewat perantara wartawan.(sanca)


Tonton Videonya :





Jakarta, SNC - Pengamat politik Rocky Gerung menanggapi pernyataan Ali Mochtar Ngabalin tentang "sampah demokrasi" dengan jawaban blak-blakan dari Rocky Gerung, bahkan Rocky Gerung mengatakan Ngabalin pantas ditertawakan karena Ngabalin seperti orang yang tidak paham sejarah.


Sebab jika dia belajar sejarah, kata dia, tidak akan mengucapkan kata-kata itu kepada publik, di balik pagar istana pada Selasa (13/10/2020) memantau demonstrasi menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja di tengah pandemi Covid-19 disebut sebagai sampah demokrasi, sedangkan Ali Mochtar Ngabalin adalah Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan (KSP)


“Saya suka kagum pada kemampuan Ngabalin untuk mengina otaknya sendiri,” kata Rocky di kanal YouTube-nya, Rabu (14/10) menjelaskan mengapa pernyataan Ngabalin kepada pengunjuk rasa tentang sampah demokrasi adalah sesat.


Menurut Rocky, kelahiran demokrasi pertama kali muncul pada 1789 pada Juli ketika rakyat memutuskan untuk memenggal kepala Raja Louis ke-14, di mana demokrasi adalah milik orang-orang di luar Istana.


“Bahwa kepala raja tak sakral, makanya dikenal liberte, lalu persaudaraan, dan kesetaraan. Nah, Ngabalin enggak pernah belajar sejarah,” kata dia.


Kemudian Rocky menuturkan, apa yang diungkapkan Ngabalin kepada para pengunjuk rasa sebagai sampah demokrasi adalah bentuk penghinaan, karena para demonstran yang turun ke jalan memperjuangkan keadilan dan hal tersebut disahkan di mata hukum.


Apalagi belakangan rakyat marah lantaran Pemerintah yang dipilihnya justru seolah bersekongkol dengan DPR untuk membatalkan harapan hidup mereka melalui UU Omnibus Law Cipta Kerja.


“Nah ini dari dalam pagar, seorang di dalam pagar malah menghina jutaan orang, apa nggak dungu? Nggak ada yang mau timpukin Ngabalin, karena dia sudah dungu,” papar Rocky.


“Dia enggak usah diomelin, dia diketawain saja. Cara terhormat menghargai badut adalah menertawakannya,” kata Rocky. (sanca)

Mataram, SNC - Mahasiswa Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), melaporkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto ke Polda NTB, Rabu, 14 Oktober 2020 dan laporan tersebut merupakan buntut dari pernyataan Airlangga yang menuduh demonstrasi mahasiswa terhadap penolakan Omnibus Law atau UU Cipta Kerja ditunggangi atau disponsori oleh pihak tertentu.


Mahasiswa yang tergabung dalam Cipayung Plus Kota Mataram tiba di Polda NTB siang tadi dan langsung melaporkan Menko Airlangga. Beberapa bukti pernyataan Airlangga yang dimuat di sejumlah media juga disertakan dalam laporan.


Koordinator umum mahasiswa Andreas P. Waketi mengatakan, pernyataan Menko Airlangga bentuk penghinaan gerakan mahasiswa yang datang dari panggilan hati menolak Omnibus Law.


"Menurut kami apa yang telah diucapkan oleh Bapak Menko Airlangga Hartarto adalah bentuk penghinaan terhadap gerakan mahasiswa se-Tanah Air, khususnya gerakan mahasiswa aliansi kelompok Cipayung Plus Kota Mataram yang masih tumbuh subur dalam idealisme perjuangan," kata Andreas.


Menko Airlangga dilaporkan dengan beberapa pasal seperti Pasal 14 dan Pasal 14 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang memuat penyiaran berita atau pernyataan bohong, keonaran di tengah masyarakat.


Selain itu, mahasiswa juga membawa bukti kwitansi masing-masing organisasi mahasiswa yang berisi bukti bahwa mahasiswa yang menyatakan patungan biaya dalam menggelar aksi demonstrasi, tidak ada sponsor dari pihak lain. (viva)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.