Di Pagar Istana, Ngabalin Sebut Pedemo Sampah Demokrasi
Jakarta, SNC - Ali Mochtar Ngabalin, Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan (KSP) mengatakan, masyarakat yang terus menggelar demonstrasi menolak Omnibus Law Cipta Kerja di tengah pandemi Covid-19 sebagai sampah demokrasi.
Hal itu Ngabalin sampaikan dari balik pagar Istana Negara, Jakarta saat memantau aksi unjuk rasa yang dilakukan Aliansi Nasional Anti Komunis (Anak) NKRI, di sekitar kawasan Patung Kuda, Jalan Medan Merdeka Barat, Selasa (13/10).
“Dalam masa pandemi, dia kirim orang untuk berdemonstrasi. Di mana logikanya coba. Jangan jadi sampah demokrasi di negeri ini,” ujar Ngabalin lewat sambungan telfon video kepada CNNIndonesia.com, Selasa (13/10).
Ngabalin memastikan situasi di depan Istana sepi dari pedemo. Sementara itu, beradasarkan pantauan CNNIndonesia.com bersamaan dengan tinjauan Ngabalin, massa aksi tertahan di sekitar Patung Kuda. Mereka tak bisa melewati blokade aparat kepolisian menuju Istana.
“Bang Ali (Ali Ngabalin) harus memenuhi janji untuk ada di depan Istana dan melihat langsung,” ujarnya.
Ngabalin pun mempertanyakan alasan masyarakat datang ke Istana Negara maupun DPR untuk menggelar unjuk rasa menolak Omnibus Law Cipta Kerja. Menurutnya, ada hak konstitusi yang bisa digunakan masyarakat menyatakan keberatan dengan UU tersebut.
Misalnya, kata Ngabalin, masyarakat bisa mengajukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ngabalin mengatakan langkah tersebut menjadi cara legal yang telah diatur di dalam UUD 1945.
“Untuk apa dia datang ke Istana. Untuk apa dia datang ke DPR. Untuk apa dia demonstrasi di jalan. Sementara hak-hak konstitusi yang bisa dipakai itu tidak dia gunakan,” katanya.
Ngabalin juga menegaskan bahwa pemerintah tidak akan mentolerir para perusuh dalam unjuk rasa tersebut. Menurutnya, setiap perusuh akan berhadapan dengan aparat TNI dan Polri.
“Enggak ada orang bisa toleransi. Enggak ada cerita dengan para perusuh. Kalau kau mengacaukan keadaan negeri ini, maka kau berhadapan dengan TNI-Polri, itu kalimatnya,” ujarnya.
Aksi unjuk kembali dilakukan masyarakat untuk menolak Omnibus Law Cipta Kerja. Kali ini, aksi dilakukan oleh kelompok masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Nasional Anti Komunis (ANAK) NKRI, meliputi FPI, Persaudaraan Alumni (PA) 212, hingga Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama.
Massa aksi sempat memenuhi kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jalan Medan Merdeka Barat. Mereka juga mencoba menerobos blokade aparat kepolisian untuk mendekat ke Istana. Namun, aparat menghalau dengan tembakan gas air mata dan memukul mundur massa ke arah Jalan MH Thamrin dan Jalan Budi Kemulyaan. (*)