Latest Post

Mabes Polri menyatakan faktor keamanan masyarakat menjadi alasan Kapolri mengeluarkan telegram larangan demonstrasi dan pemogokan terkait RUU Ciptaker / Ist


Jakarta, SNC - Kapolri Jenderal Idham Azis menerbitkan surat Telegram Rahasia (TR) tentang upaya antisipasi demonstrasi dan mogok kerja kelompok buruh terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law atau Cipta Kerja.

Kadiv Humas Polri, Irjen Argo Yuwono membenarkan soal surat telegram ini. Argo mengatakan tujuan diterbitkannya telegram rahasia untuk mencegah penyebaran virus Corona (COVID-19).


"Ya benar telegram itu, sebagaimana pernah disampaikan Pak Kapolri Jenderal Idham Azis, di tengah Pandemi Covid-19 ini keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi atau Salus Populi Suprema Lex Esto," kata Argo dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Senin (5/10/2020).


Telegram yang dimaksud bernomor STR/645/X/PAM.3.2./2020 tanggal 2 Oktober 2020. Telegram ditandatangani Asisten bidang Operasi, Irjen Imam Sugianto atas nama Kapolri.


Argo menjelaskan saat pandemi, kegiatan keramaian dinilai sangat berisiko menimbulkan penyebaran virus Corona. Argo menegaskan pihaknya tak mengizinkan hal itu terjadi.


"Sehingga, Polri tidak memberikan izin aksi demontrasi atau kegiatan lainnya yang menyebabkan terjadinya kerumunan orang dengan tujuan mencegah penyebaran Covid. Ini juga sejalan dengan Maklumat Kapolri. Kami minta masyarakat untuk mematuhinya," ujar Argo.


Argo kemudian menerangkan, Jenderal Idham Azis memerintahkan dilakukan patroli siber atay cyber patrol untuk mencegah berkembangnya hoaks. "Soal melakukan cyber patroli ini pada medsos dan manajemen media bertujuan untuk mencegah berita berita hoaks," ucap Argo.


Berikut poin-poin arahan yang tertuang di Telegram Rahasia Kapolri soal antisipasi demo buruh tolak Omnibus Law Cipta Kerja:

1. Melaksanakan giat fungsi intelijen dan deteksi dini serta deteksi aksi terhadap elemen buruh dan masyarakat guna mencegah terjadinya aksi unras dan mogok kerja yang dapat menimbulkan aksi anarkis dan konflik sosial di wilayah masing-masing.


2. Mapping perusahaan/sentra produksi strategis di wilayah masing-masing dan berikan jaminan keamanan dari ancaman/provokasi yang memaksa ikut unras dan mogok kerja.


3. Cegah, redam dan alihkan aksi unras yang dilakukan kelompok buruh maupun elemen aliansi guna mencegah penyebaran COVID-19.


4. Melakukan koordinasi dan bangun komunikasi yang efektif dengan Apindo, Disnaker, tokoh buruh, mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya dalam rangka memelihara situasi kamtibmas kondusif di tengah pandemi COVID-19.


5. Lakukan cyber patrol pada medsos dan manajemen media untuk bangun opini publik yang tidak setuju dengan aksi unras di tengah pandemi COVID-19.


6. Lakukan kontra narasi isu-isu yang mendiskreditkan pemerintah.


7. Secara tegas tidak memberikan izin kegiatan baik unjuk rasa maupun izin keramaian lainnya.


8. Upaya harus dilakukan di hulu (titik awal sebelum kumpul), dan lakukan pengamanan terbuka dan tertutup.


9. Jangan lakukan pencegatan di jalan tol karena dapat berimbas penutupan jalan tol yang dapat menjadi isu nasional dan internasional (ini justru yang mereka kehendaki).


10. Lakukan penegakan hukum terhadap pelanggar pidana, gunakan pasal-pasal KUHP, UU Kekarantinaan Kesehatan dll.


11. Siapkan rencana pengamanan unras dengan tetap mempedomani Perkap Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pengendalian Massa, Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian dan Protap Nomor 1 Tahun 2010 tentang Penanggulangan Anarkis. (sanca)


Sumber: detik


Ratusan warga Nahdlatul Ulama saat mendatangi Polres Pamekasan, (Foto:Rozy/JatimTimes.com)


Pamekasan, SNC - Ratusan warga Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Pamekasan datangi Polres Pamekasan mendesak polisi segera menangkap pemilik akun Facebook bernama Muhammad Izzul, Minggu (04/10/2020).

Permintaan itu disebabkan pengguna akun atas nama Muhammad Izzul itu telah dengan terang terangan melecehkan dan memfitnah KH. Taufiq Hasyim selaku ketua NU Pamekasan dengan postingan yang menyebut simpatisan PKI.

Koordinator aksi Maltuful Anam meminta agar Polres Pamekasan segera mengusut tuntas dan mengungkapkan pelaku ujaran kebencian terhadap ketua NU Pamekasan KH Taufik Hasyim. 

“Masih belum selesai kasus ujaran kebencian terhadap kiai NU, kini giliran cucunya yang mendapatkan fitnah dan ujaran kebencian,” katanya kepada jatimtimes.com.

Karena menurutnya, dengan kekuatan SDM dan perangkat canggih yang dimiliki oleh Polisi maka tidak ada alasan untuk tidak segera mengungkap pelaku.

Bahkan pihaknya memberikan jangka waktu selambat-lambatnya 3X24 jam terhadap Polres Pamekasan untuk segera menyelesaikan kasus Hate Speech tersebut.

“Karena jika ini dibiarkan, maka dipastikan ke depan akan banyak akun di sosial media yang akan melakukan ujaran kebencian,” tambahnya.


Sementara itu, Kapolres Pamekasan, AKBP Apip Ginanjar saat menemui massa aksi mengatakan, sebagai pimpinan tertinggi di korp bhayangkara Pamekasan pihaknya mengaku sudah melakukan komunikasi dengan tim di Polda Jawa Timur.

“Laporan ini kami terima 39 jam yang lalu, Harap tenang semuanya, percayakan terhadap kami. Kami sudah komunikasi dengan tim Polda,” tutupnya. (sanca)

William Nursal Devarco (Foto: Istimewa)


Padang, SNC - William Nursal Devarco, Ketua Lembaga Syawada Masyarakat Jaringan Reformasi Masyarakat Sumbar (LSM Jarrak Sumbar) angkat bicara soal kurangnya keseriusan Pemerintah Kota (Pemko) Padang melalui Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol). PP) dan instansi terkait lainnya dalam memberlakukan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2012 tentang Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP), Minggu (04/10/20).

  
William Nursal Devarco mengatakan, Pemerintah Kota Padang yang dipimpin Plt Hendri Septa melalui Sat Pol PP Padang dan instansi lainnya diminta lebih serius dalam memberlakukan Perda nomor 5 tahun 2012 tentang Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP).


Dalam peraturan tersebut, William menjelaskan bahwa dalam Bab VIII Pasal 73 ayat 1 yang berbunyi; Mendirikan usaha karaoke, klub malam, diskotik, atau panti pijat dilarang berada dalam radius 200 (dua ratus) meter dari tempat ibadah dan sekolah. Begitu pula pada Pasal 73 angka 2 yang berbunyi, jam tutup operasional usaha, karaoke, klub malam, diskotik paling lambat pukul 02.00 WIB.


“Laporan dari tim LSM Jarrak Sumbar dilapangan, rata-rata tempat hiburan malam di Kota Padang buka sampai pukul 04.00 WIB, salah satunya Damarus. Bos Damarus ini pernah juga ribut-ribut dengan petugas,” lanjut William.


Lebih lanjut Ketua LSM Sumbar Jarrak menambahkan pihaknya menyarankan jika razia klab malam tidak dimulai pukul 23.00 WIB melainkan dimulai pukul 01.30 WIB dan bila razia dimulai pukul 23.00 WIB maka disitulah ditemukan klab malam yang melanggar Perda.


“LSM Jarrak Sumbar menantang dan mendesak Pemko Padang untuk dapat lebih serius lagi dalam menegakkan Perda tersebut dan menutup tempat hiburan malam yang tidak miliki izin, serta yang melanggar Perda tersebut,” tegas Ketua LSM Jarrak Sumbar.


Dalam keterangannya sekaligus mengakhiri perkataannya dan jika Pemkot Padang melalui Sat Pol PP dan instansi lain tidak dapat menutup klub malam yang melanggar perda, sebaiknya mengibarkan bendera putih atau mengundurkan diri dari jabatannya. (sanca)


Ilustrasi rapat paripurna DPR RI. RUU Omnibus Law Ciptaker disetujui oleh 7 fraksi untuk maju ke pembahasan selanjutnya di rapat paripurna, meski 2 fraksi menolak/ Ist.


Jakarta, CNC -- Sebanyak 7 fraksi setuju untuk melanjutkan pembahasan RUU Omibus Law Cipta Kerja (RUU Ciptaker) pada rapat paripurna DPR RI, sementara 2 fraksi lain menolak.

Dua fraksi yang dan PKS. Sementara tujuh fraksi lain yang menyetujui RUU ini dibahas pada tingkat selanjutnya adalah PDIP, Gerindra, Golkar, PKB, Nasdem, PAN dan PPP.

Dengan demikian, DPR dan pemerintah telah sepakat membawa RUU Omnibus Law Cipta Kerja ke dalam Rapat Paripurna pada Kamis, 8 Oktober mendatang.

Keputusan dalam Raker Pengambilan Keputusan Tingkat I RUU Omnibus Law Cipta Kerja di DPR pada Sabtu (3/10) malam.

Salah satunya, terkait soal pengaturan kontrak kerja hingga upah kerja yang dianggap merugikan buruh dan justru menguntungkan pengusaha.

Dalam pandangannya, fraksi PKS yang diwakili Ledia Hanifa menyampaikan sejumlah catatan terkait pembahasan RUU tersebut.

PKS juga menyoroti bahwa RUU Ciptaker masih membuat substansi yang bertentangan dengan politik hukum Indonesia.

"Ancaman terhadap kedaulatan negara melalui pemberian kemudahan kepada pihak asing," ucap Ledia.

Sementara itu, perwakilan Fraksi Demokrat, Hinca Panjaitan menyatakan bahwa RUU Ciptaker tidak memiliki urgensi, apalagi di masa pandemi Covid-19 saat ini.

Demokrat juga menilai pembahasan RUU ini cacat prosedur, sebab tidak banyak melibatkan banyak pemangku kebijakan sehingga pembahasan dianggap tidak akuntabel dan transparan.

"Menurut kami ini cacat prosedur. Proses pembahasan hal-hal krusial dalam Ciptaker ini kurang transparan dan akuntabel. Pembahasan UU Ciptaker ini tidak banyak melibatkan elemen masyarakat, pekerja dan jaringan civil society," tutur Hinca.

Terkait penolakan tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan pemerintah tetap akan membuka ruang dialog sebelum rapat paripurna digelar.

"Kalau mau dialog, kami terbuka masih ada waktu dialog. Kami bisa menjelaskan apabila diperlukan, kami siap hadir di fraksi PKS atau Demokrat sambil tunggu rapat paripurna," ujarnya.

RUU Ombinus Law Cipta Kerja ini diketahui memuat 11 klaster. Yakni penyederhanaan perizinan tanah, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, kemudahan dan perlindungan UMKM, kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi.

Kemudian, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi ,pengendalian lahan, kemudahan proyek pemerintah, serta Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). ***



Sumber: cnnindonesia

Penampakan petani Bidar Alam di perkebunan sawit ( foto : istimewa)


Solok Selatan, SNC - Situasi yang dihadapi masyarakat Bidar Alam dengan PT. Ranah Andalas Plantation (PT. RAP) semakin panas dan meruncing dan hal ini dimulai dengan kesepakatan untuk mengembangkan kelapa sawit di lahan masyarakat sejak 2006.

Dalam siaran pers bersama yang disampaikan LBH Padang dan Walhi Sumatera Barat pada 29 September lalu, masyarakat menyatakan bahwa mereka merasa PT. RAP tidak memenuhi isi kesepakatan yang disepakati para pihak, sehingga merugikan masyarakat selama puluhan tahun.

Dalam rilisnya, para petani Bidar Alam menghadiri pemanggilan Polres Solok Selatan atas dugaan ancaman pidana yang dipicu karena PT RAP terus melakukan panen namun tidak memberikan manfaat kepada masyarakat sehingga masyarakat melaporkan kasus tersebut ke LBH Padang dan Walhi Sumbar mencari solusi untuk memecahkan masalah tersebut.

Ditempat terpisah, puluhan petani Bidar Alam melakukan panen sawit yang berada di tanahnya masing-masing karena jengah dengan PT RAP yang tidak memenuhi janjinya. Situasi akibat Covid-19 yang semakin menyengsarakan masyarakat membuat masyarakat mesti bertahan hidup dengan cara apapun. Namun panen ini, dihalangi oleh beberapa orang yang diduga berasal dari Kesatuan Brimob dengan menggunakan senjata lengkap yang dapat memicu konflik yang lebih luas.

Masih terkait dengan situasi tersebut, Wakil Direktur LBH Padang Indira Suryani meminta kepada semua pihak, terutama institusi kepolisian, untuk menghentikan segala bentuk intimidasi dan kriminalisasi terhadap petani Bidar Alam.

“Keberadaan Brimob di lokasi diduga menyalahi amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara dan dapat terkategori pada dugaan penyalahgunaan wewenang,” terangnya.

Kepolisian harus mengetahui bahwa PT RAP saat ini tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU) dan izin lainnya sudah habis masa berlakunya sehingga lahan tersebut menjadi milik petani Bidar Alam dan bukan milik PT RAP.

"Oleh karena itu, kami akan segera meminta penjelasan tertulis dari Polda Sumbar terkait pengurangan anggotanya ke lokasi Bidar Alam," kata Indira dalam siaran persnya, Selasa (29/9/20).

Secara terpisah, Uslaini, Direktur Eksekutif Walhi Sumbar, meminta kepada semua pihak agar menahan diri dan menggunakan pendekatan persuasif serta menghindari kontak fisik yang berujung pada kekerasan yang akan merugikan banyak pihak.

"Para pembuat kebijakan baik di Provinsi Sumatera Barat maupun Kabupaten Solok Selatan harus berupaya menyelesaikan masalah ini dengan cepat dan tanpa berlarut-larut dan pengerahan pasukan keamanan oleh perusahaan dapat memicu konflik yang lebih besar jika aparat keamanan tidak netral," ungkapnya.


Minta yang Mewakili Masyarakat Jujur

Disisi lain Juru Bicara /sekaligus  Kuasa Hukum PT RAP dari JJA, Hamdani didampingi Jon Amalta, SH  dan Khairul Jafni,SH mengatakan, pihak PT RAP tidak setuju masyarakat diintimidasi.

"Kita juga tidak setuju masyarakat diracuni dengan opini yang salah serta dibohongi oleh pihak tertentu. Sebaiknya pihak yang mewakili masyarakat tersebut jujur kepada masyarakat dari pada masyarakat itu sendiri mengetahui sebenarnya," sebut Hamdani.

Lebih lanjut ia meminta pihak yang mewakili masyarakat yang menangani PT. RAP harus terbuka dan terus terang dengan masyarakat.

"Hak Guna Usaha (HGU) kami dipersulit keluar oleh beberapa pihak yang diduga sengaja memeras kami selama berinvestasi. Kami tidak tidak pernah menyalahkan masyarakat, karena masyarakat tidak bersalah. Maka dari itu, kami tidak setuju dengan intimidasi terhadap masyarakat,” ucap Jon Amalta, SH.

"Untuk diketahui oleh semua pihak, bahwasanya masyarakat Bidar Alam Kabupaten Solok Selatan dan kami selaku investor adalah korban", jelas Jon Amalta kepada media RedaksiDaerah.com, Sabtu (03/10/20).

Terkait dengan pernyataan Walhi Sumbar dalam siaran pers yang dikeluarkan pada tanggal 29 September 2020 yang menyatakan, masyarakat merasa PT RAP tidak mematuhi isi perjanjian yang telah disepakati para pihak hingga merugikan masyarakat berpuluh-puluh tahun.

Pihak RAP mempertanyakan  pernyataan tersebut, PT. RAP merasa dengan pernyataan tersebut berkelebihan, "Apa dasar Walhi Sumbar mengatakan berpuluh-puluhan tahun dan Walhi Sumbar juga menyebut konflik ini bermula dengan adanya perjanjian kerjasama pembangunan Kelapa Sawit di tanah masyarakat dengan PT. RAP sejak tahun 2006.

Jon Amalta menuturkan, kalau dari tahun 2006 dan sekarang tahun 2020, berartikan ini baru 14 tahun. Kalau 14 tahun, masih termasuk belasan tahun dan bukan berpuluh-puluhan tahun, tutur Jon Amalta.

Kemidian Hamdani menyuruh untuk menggali data dan fakta yang benar sebaik mungkin sesuai kenyataan dan bersikap adillah, “Kami berharap pihak LBH Padang dan Walhi Sumbar tidak salah mengambil sikap dan pernyataan agar keadaan tidak semakin runcing," jelas hamdani.

Ia menambahkan, PT RAP sangat berharap ada sosok atau pihak yang berkompeten yang mampu memediasi benang yang dicabut, agar tepung tidak tercecer. Masalah bisa diselesaikan dengan baik, bijak dan adil.

Semua pihak yang terlibat dalam masalah ini tidak dirugikan. Pada akhirnya Kabupaten Solok Selatan dinilai masih layak untuk berinvestasi di beberapa sektor. Masyarakat bisa menjalankan kehidupan sehari-hari dan daerah ini mendapat investasi untuk kemajuan.
"Tak ada lagi pihak-pihak yang merugikan masyarakat setempat, Pemerintah Daerah dan pihak Investor serta siapa saja hanya untuk sebuah kepentingan kelompok atau oknum seorang," tutup Hamdani. (sanca/redaksidaerah)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.