Latest Post

William Nursal Devarco (Foto: Istimewa)


Padang, SNC - William Nursal Devarco, Ketua Lembaga Syawada Masyarakat Jaringan Reformasi Masyarakat Sumbar (LSM Jarrak Sumbar) angkat bicara soal kurangnya keseriusan Pemerintah Kota (Pemko) Padang melalui Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol). PP) dan instansi terkait lainnya dalam memberlakukan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2012 tentang Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP), Minggu (04/10/20).

  
William Nursal Devarco mengatakan, Pemerintah Kota Padang yang dipimpin Plt Hendri Septa melalui Sat Pol PP Padang dan instansi lainnya diminta lebih serius dalam memberlakukan Perda nomor 5 tahun 2012 tentang Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP).


Dalam peraturan tersebut, William menjelaskan bahwa dalam Bab VIII Pasal 73 ayat 1 yang berbunyi; Mendirikan usaha karaoke, klub malam, diskotik, atau panti pijat dilarang berada dalam radius 200 (dua ratus) meter dari tempat ibadah dan sekolah. Begitu pula pada Pasal 73 angka 2 yang berbunyi, jam tutup operasional usaha, karaoke, klub malam, diskotik paling lambat pukul 02.00 WIB.


“Laporan dari tim LSM Jarrak Sumbar dilapangan, rata-rata tempat hiburan malam di Kota Padang buka sampai pukul 04.00 WIB, salah satunya Damarus. Bos Damarus ini pernah juga ribut-ribut dengan petugas,” lanjut William.


Lebih lanjut Ketua LSM Sumbar Jarrak menambahkan pihaknya menyarankan jika razia klab malam tidak dimulai pukul 23.00 WIB melainkan dimulai pukul 01.30 WIB dan bila razia dimulai pukul 23.00 WIB maka disitulah ditemukan klab malam yang melanggar Perda.


“LSM Jarrak Sumbar menantang dan mendesak Pemko Padang untuk dapat lebih serius lagi dalam menegakkan Perda tersebut dan menutup tempat hiburan malam yang tidak miliki izin, serta yang melanggar Perda tersebut,” tegas Ketua LSM Jarrak Sumbar.


Dalam keterangannya sekaligus mengakhiri perkataannya dan jika Pemkot Padang melalui Sat Pol PP dan instansi lain tidak dapat menutup klub malam yang melanggar perda, sebaiknya mengibarkan bendera putih atau mengundurkan diri dari jabatannya. (sanca)


Ilustrasi rapat paripurna DPR RI. RUU Omnibus Law Ciptaker disetujui oleh 7 fraksi untuk maju ke pembahasan selanjutnya di rapat paripurna, meski 2 fraksi menolak/ Ist.


Jakarta, CNC -- Sebanyak 7 fraksi setuju untuk melanjutkan pembahasan RUU Omibus Law Cipta Kerja (RUU Ciptaker) pada rapat paripurna DPR RI, sementara 2 fraksi lain menolak.

Dua fraksi yang dan PKS. Sementara tujuh fraksi lain yang menyetujui RUU ini dibahas pada tingkat selanjutnya adalah PDIP, Gerindra, Golkar, PKB, Nasdem, PAN dan PPP.

Dengan demikian, DPR dan pemerintah telah sepakat membawa RUU Omnibus Law Cipta Kerja ke dalam Rapat Paripurna pada Kamis, 8 Oktober mendatang.

Keputusan dalam Raker Pengambilan Keputusan Tingkat I RUU Omnibus Law Cipta Kerja di DPR pada Sabtu (3/10) malam.

Salah satunya, terkait soal pengaturan kontrak kerja hingga upah kerja yang dianggap merugikan buruh dan justru menguntungkan pengusaha.

Dalam pandangannya, fraksi PKS yang diwakili Ledia Hanifa menyampaikan sejumlah catatan terkait pembahasan RUU tersebut.

PKS juga menyoroti bahwa RUU Ciptaker masih membuat substansi yang bertentangan dengan politik hukum Indonesia.

"Ancaman terhadap kedaulatan negara melalui pemberian kemudahan kepada pihak asing," ucap Ledia.

Sementara itu, perwakilan Fraksi Demokrat, Hinca Panjaitan menyatakan bahwa RUU Ciptaker tidak memiliki urgensi, apalagi di masa pandemi Covid-19 saat ini.

Demokrat juga menilai pembahasan RUU ini cacat prosedur, sebab tidak banyak melibatkan banyak pemangku kebijakan sehingga pembahasan dianggap tidak akuntabel dan transparan.

"Menurut kami ini cacat prosedur. Proses pembahasan hal-hal krusial dalam Ciptaker ini kurang transparan dan akuntabel. Pembahasan UU Ciptaker ini tidak banyak melibatkan elemen masyarakat, pekerja dan jaringan civil society," tutur Hinca.

Terkait penolakan tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan pemerintah tetap akan membuka ruang dialog sebelum rapat paripurna digelar.

"Kalau mau dialog, kami terbuka masih ada waktu dialog. Kami bisa menjelaskan apabila diperlukan, kami siap hadir di fraksi PKS atau Demokrat sambil tunggu rapat paripurna," ujarnya.

RUU Ombinus Law Cipta Kerja ini diketahui memuat 11 klaster. Yakni penyederhanaan perizinan tanah, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, kemudahan dan perlindungan UMKM, kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi.

Kemudian, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi ,pengendalian lahan, kemudahan proyek pemerintah, serta Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). ***



Sumber: cnnindonesia

Penampakan petani Bidar Alam di perkebunan sawit ( foto : istimewa)


Solok Selatan, SNC - Situasi yang dihadapi masyarakat Bidar Alam dengan PT. Ranah Andalas Plantation (PT. RAP) semakin panas dan meruncing dan hal ini dimulai dengan kesepakatan untuk mengembangkan kelapa sawit di lahan masyarakat sejak 2006.

Dalam siaran pers bersama yang disampaikan LBH Padang dan Walhi Sumatera Barat pada 29 September lalu, masyarakat menyatakan bahwa mereka merasa PT. RAP tidak memenuhi isi kesepakatan yang disepakati para pihak, sehingga merugikan masyarakat selama puluhan tahun.

Dalam rilisnya, para petani Bidar Alam menghadiri pemanggilan Polres Solok Selatan atas dugaan ancaman pidana yang dipicu karena PT RAP terus melakukan panen namun tidak memberikan manfaat kepada masyarakat sehingga masyarakat melaporkan kasus tersebut ke LBH Padang dan Walhi Sumbar mencari solusi untuk memecahkan masalah tersebut.

Ditempat terpisah, puluhan petani Bidar Alam melakukan panen sawit yang berada di tanahnya masing-masing karena jengah dengan PT RAP yang tidak memenuhi janjinya. Situasi akibat Covid-19 yang semakin menyengsarakan masyarakat membuat masyarakat mesti bertahan hidup dengan cara apapun. Namun panen ini, dihalangi oleh beberapa orang yang diduga berasal dari Kesatuan Brimob dengan menggunakan senjata lengkap yang dapat memicu konflik yang lebih luas.

Masih terkait dengan situasi tersebut, Wakil Direktur LBH Padang Indira Suryani meminta kepada semua pihak, terutama institusi kepolisian, untuk menghentikan segala bentuk intimidasi dan kriminalisasi terhadap petani Bidar Alam.

“Keberadaan Brimob di lokasi diduga menyalahi amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara dan dapat terkategori pada dugaan penyalahgunaan wewenang,” terangnya.

Kepolisian harus mengetahui bahwa PT RAP saat ini tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU) dan izin lainnya sudah habis masa berlakunya sehingga lahan tersebut menjadi milik petani Bidar Alam dan bukan milik PT RAP.

"Oleh karena itu, kami akan segera meminta penjelasan tertulis dari Polda Sumbar terkait pengurangan anggotanya ke lokasi Bidar Alam," kata Indira dalam siaran persnya, Selasa (29/9/20).

Secara terpisah, Uslaini, Direktur Eksekutif Walhi Sumbar, meminta kepada semua pihak agar menahan diri dan menggunakan pendekatan persuasif serta menghindari kontak fisik yang berujung pada kekerasan yang akan merugikan banyak pihak.

"Para pembuat kebijakan baik di Provinsi Sumatera Barat maupun Kabupaten Solok Selatan harus berupaya menyelesaikan masalah ini dengan cepat dan tanpa berlarut-larut dan pengerahan pasukan keamanan oleh perusahaan dapat memicu konflik yang lebih besar jika aparat keamanan tidak netral," ungkapnya.


Minta yang Mewakili Masyarakat Jujur

Disisi lain Juru Bicara /sekaligus  Kuasa Hukum PT RAP dari JJA, Hamdani didampingi Jon Amalta, SH  dan Khairul Jafni,SH mengatakan, pihak PT RAP tidak setuju masyarakat diintimidasi.

"Kita juga tidak setuju masyarakat diracuni dengan opini yang salah serta dibohongi oleh pihak tertentu. Sebaiknya pihak yang mewakili masyarakat tersebut jujur kepada masyarakat dari pada masyarakat itu sendiri mengetahui sebenarnya," sebut Hamdani.

Lebih lanjut ia meminta pihak yang mewakili masyarakat yang menangani PT. RAP harus terbuka dan terus terang dengan masyarakat.

"Hak Guna Usaha (HGU) kami dipersulit keluar oleh beberapa pihak yang diduga sengaja memeras kami selama berinvestasi. Kami tidak tidak pernah menyalahkan masyarakat, karena masyarakat tidak bersalah. Maka dari itu, kami tidak setuju dengan intimidasi terhadap masyarakat,” ucap Jon Amalta, SH.

"Untuk diketahui oleh semua pihak, bahwasanya masyarakat Bidar Alam Kabupaten Solok Selatan dan kami selaku investor adalah korban", jelas Jon Amalta kepada media RedaksiDaerah.com, Sabtu (03/10/20).

Terkait dengan pernyataan Walhi Sumbar dalam siaran pers yang dikeluarkan pada tanggal 29 September 2020 yang menyatakan, masyarakat merasa PT RAP tidak mematuhi isi perjanjian yang telah disepakati para pihak hingga merugikan masyarakat berpuluh-puluh tahun.

Pihak RAP mempertanyakan  pernyataan tersebut, PT. RAP merasa dengan pernyataan tersebut berkelebihan, "Apa dasar Walhi Sumbar mengatakan berpuluh-puluhan tahun dan Walhi Sumbar juga menyebut konflik ini bermula dengan adanya perjanjian kerjasama pembangunan Kelapa Sawit di tanah masyarakat dengan PT. RAP sejak tahun 2006.

Jon Amalta menuturkan, kalau dari tahun 2006 dan sekarang tahun 2020, berartikan ini baru 14 tahun. Kalau 14 tahun, masih termasuk belasan tahun dan bukan berpuluh-puluhan tahun, tutur Jon Amalta.

Kemidian Hamdani menyuruh untuk menggali data dan fakta yang benar sebaik mungkin sesuai kenyataan dan bersikap adillah, “Kami berharap pihak LBH Padang dan Walhi Sumbar tidak salah mengambil sikap dan pernyataan agar keadaan tidak semakin runcing," jelas hamdani.

Ia menambahkan, PT RAP sangat berharap ada sosok atau pihak yang berkompeten yang mampu memediasi benang yang dicabut, agar tepung tidak tercecer. Masalah bisa diselesaikan dengan baik, bijak dan adil.

Semua pihak yang terlibat dalam masalah ini tidak dirugikan. Pada akhirnya Kabupaten Solok Selatan dinilai masih layak untuk berinvestasi di beberapa sektor. Masyarakat bisa menjalankan kehidupan sehari-hari dan daerah ini mendapat investasi untuk kemajuan.
"Tak ada lagi pihak-pihak yang merugikan masyarakat setempat, Pemerintah Daerah dan pihak Investor serta siapa saja hanya untuk sebuah kepentingan kelompok atau oknum seorang," tutup Hamdani. (sanca/redaksidaerah)


Masyarakat RW XlV Pasir Sabelah Benteng melakukan rapat menentang pembangunan tambak udang Vademi yang merusak, puluhan pohon pinus ditebang dan digali dengan alat berat. (Foto/Istemewa)

Padang, SNC - Hasil pertemuan (kesepakatan rapat) warga RW XlV dengan surat tanggal 28 September 2020, di Wisata Air Dingin Ujung Batu, Kel. Pasie Nan Tigo, Kecamatan Kototangah Padang sepakat untuk menyurati Wali Kota Mahyeldi Ansharullah agar bertindak tegas menutup kegiatan tambak udang vaname.

Kemudian itu Ketua RW XlV menjelaskan, bahwa letak tambak tidak jauh dari bibir pantai dan menurutnya jarak dari lokasi dari bibir pantai diperkirakan kurang lebih 50 meter dan mencurigakan karena minimal harus ada izin lingkungan agar pantai tidak terusik.

“Sehubungan dengan surat yang telah disepakati bersama yang ditandatangani sebanyak 114 warga dengan 3 RT di RW. XlV dengan jumlah 4 RT, dan tepatnya hari Sabtu 19/09/2020 menolak dan tidak setuju adanya tambak dan meminta bapak Walikota Padang Mahyeldi Ansharullah untuk menghentikannya karena merusak lingkungan sehingga warga jadi resah,” kata Harna Heri, selaku Ketua RW XlV saat dihubungi melalui telepon +62823-7869-6xxx.

Selain diduga tidak memiliki izin usaha (ilegal), warga juga melihat tambak udang vaname hanya dapat merusak lingkungan yang merugikan masyarakat lain, terutama wisatawan yang datang tidak lagi merasa nyaman karena puluhan pohon pinus di lokasi tambak tersebut telah rusak karena ditebang dan digali dengan alat berat pekerja kolam.

Di nomor surat: 004 / RW. 03 / lX / 2020 ada 2 (dua) alasan untuk tidak menerima atau keberatan terhadap kegiatan ini selain dari tambak udang vaname, namun pariwisata juga memiliki banyak kendala karena pungutan setiap pendatang yang masuk tidak berdampak pada masyarakat RW XlV Pasir Sabelah Benteng (red: nama lokasi).

Melanjutkan penelusuran surat tersebut, pada saat dikunjungi ke lokasi untuk melihat letak tambak udang Vaname dan pihak pengelola lokasi yang mengaku sebagai pemilik lahan pantai 'mamburangsang' karena ada indikasi kegiatan tersebut tidak ingin diketahui, Jumat (03/10).

Untuk menghindari bentrok fisik dengan pekerja yang tidak mau menyebutkan namanya dan salah satu rekanannya bernama Eri yang akrab disapa menjelaskan bahwa mereka memiliki surat dari Lingkungan Hidup untuk mengurus usahanya bahkan menyebutkan bahwa usahanya ada kaitannya dengan Menteri Perikanan sembari menunjukkan ponsel WA Menteri dan lucunya ia pun mengaku sebagai media MMC tanpa menunjukkan ID-Card yang dimilikinya.

Menurut pengamatan di lokasi, sebanyak 8 tambak yang dipagari seng bekas tidak ada pekerja dan pos penjagaan tidak terlihat namun tidak lama kemudian awak media mengambil gambar dan beberapa detik datang seseorang dari warung serta teman lainnya tampak menyusul dan dengan arogan mereka memaksa untuk menghapus gambar tersebut karena dianggap belum ada izin dari pengelola tambak. (sanca/time)


Surat ditembuskan:

1) Ketua DPR-D Kota Padang.

2) Kapolres Kota Padang.

3) Dinas Pariwisata Padang.

4) Camat Kototanga Padang.

5) Lurah Pasi Nan Tigo Padang.

6) Koramil Kototangah Padang.

7) Kapolsek Kototangah Padang.

8) Arsip.



Tonton Video Rapat Masyarakat RW XlV Pasir Sabelah Benteng yang Menolak Pembangunan Tambak Udang Vademi:




Jakarta, SNC - Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat telah melaksanakan uji klinis vaksin COVID-19 yang keempat (v3) di Puskesmas Garuda, Kota Bandung pada Rabu (30/9/2020). Pria yang akrab disapa Kang Emil itu pun mengunggah foto-foto kegiatan pengambilan sampel darah dalam akun Instagramnya.

“Siang di jadwal V3 tadi, sebagai relawan tes vaksin, saya diambil darah untuk dilihat apakah terjadi yang diharapkan yaitu munculnya antibodi yang imun terhadap virus COVID-19,” tulis Kang Emil.

Di antara deretan foto yang diunggah, ada foto yang membuat netizen bertanya-tanya. Pasalnya, jarum suntik yang digunakan untuk mengambil sampel darah Kang Emil tampak seperti masih terbungkus.

Netizen pun membanjiri kolom Instagram Kang Emil dengan mempertanyakan kebenaran foto tersebut.

“Kok tutup jarum suntiknya belum dibuka pak” tulis akun @gar***tt

“Tutup suntik jarumnya kek belum kebuka yah? Koq udah keluar aja yh darahnya, SERIUS NANYA!” tulis akun and***jr.

“Tutup jarumnya belum dilepas ya?” tulis @rifq***rar.

“Tutup suntik jarumnya kek belum kebuka yah? Koq udah keluar aja yh darahnya, SERIUS NANYA!” tulis akun and***jr.

“Tutup jarumnya belum dilepas ya?” tulis @rifq***rar.

Salah seorang relawan vaksin COVID-19 Fadly Barjadi Kusuma menjawab pertanyaan netizen tersebut. Menurutnya, alat yang digunakan untuk mengambil sampel darah memang seperti itu adanya.

“Kalau fotonya dari atas kelihatan jarumnya,” ujar Fadly saat dihubungi detikcom, Kamis (1/10/2020).

Pria yang sehari-hari bekerja sebagai pengendara ojek online itu telah mendapatkan dua kali penyuntikkan vaksin pada 11 dan 26 Agustus 2020.

Ia pun telah menjalani pengambilan sampel darah di Rumah Sakit Pendidikan Universitas Padjadjaran, Kota Bandung pada 9 September lalu.

“Setelah alat pengambilan darah tersebut menembus kulit, alatnya memang dipegang seperti itu. Dilepas setelah beres pengambilan, kemudian diambil plester biasa atau yang putih,” ujar Fadly.

Pelaksanaan uji klinis fase III kandidat vaksin COVID-19 dari China terus dikebut oleh peneliti dari Universitas Padjadjaran dan Biofarma. Hingga Rabu (30/9), tercatat 1.089 orang relawan telah mendapatkan suntik pertama dari vaksin tersebut.

Manajer Lapangan Tim Riset Uji Klinis Vaksin COVID-19 dari Unpad Eddy Fadlyana melaporkan 1.447 orang tengah menjalani proses skrining (v0), 1.089 telah mendapatkan vaksinasi pertama (v1), 650 orang telah mendapatkan vaksinasi kedua (v2) dan 110 orang telah diambil sampel darahnya (v3). (detik)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.