Latest Post


Jakarta, SNC - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) memperkirakan kerugian negara akibat kasus tindak pidana korupsi yang terjadi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mencapai Rp30 triliun. Atas dasar itulah, mereka mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) segera menyita seluruh aset dari terdakwa kasus.

Menurut mereka, aset itu dapat disita apabila ditemukan bukti berkaitan dengan kasus tersebut.

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman meminta supaya aset terdakwa yang disita oleh Kejaksaan Agung sama dengan nilai kerugian yang terjadi akibat kasus korupsi itu.

"Kerugian negara nantinya sekitar Rp 30 triliun. Maka aset yang disita seharusnya sama dengan itu," kata Boyamin melalui keterangan resmi, Senin (21/9).

Menurut dia, hasil sitaan aset-aset terdakwa itu nantinya bisa menjadi modal pemerintah untuk melaksanakan restrukturisasi di tubuh Jiwasrya. Karenanya, jelas Boyamin, aset-aset yang dimiliki oleh terdakwa itu didapat dari nasabah.

Sebagai informasi, dalam perkara ini Kementerian BUMN telah menunjuk BPUI untuk mengambil alih portofolio PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Tujuannya, demi memenuhi kewajiban kepada 4 juta pemegang polis yang terseret kasus gagal asuransi jiwa pelat merah tersebut.

Direktur Utama BPUI Robertus Bilitea mengaku untuk melakukan penyelamatan tersebut, pihaknya akan menerima PMN sebesar Rp20 triliun. Dana tersebut akan digunakan untuk mendirikan perusahaan yang bergerak di lini usaha asuransi.

Namun, kata dia, Jiwasraya mencatatkan defisit ekuitas sebesar Rp 37,7 triliun karena kondisi aset yang buruk serta pengelolaan produk asuransi yang tidak optimal. Akibatnya, Jiwasraya menanggung total liabilitas atau kewajiban sebesar Rp 54 triliun.

"Artinya jika Jiwasraya akan melakukan restrukturisasi, maka otomatis aset akan menjadi milik nasabah untuk proses dikembalikan dari Jiwasraya," jelasnya.

Oleh karena itu, Boyamin mendorong supaya aset-aset milik terdakwa menjadi milik negara untuk membantu restrukturisasi.

"Aset menjadi milik negara khususnya Jiwasraya. Dan (Kejagung) harus tetap memburu aset-aset terdakwa termasuk yang di luar negeri," tandas dia.

Dalam kasus ini, sebanyak enam orang sudah menjadi terdakwa. Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung mendakwa mereka telah merugikan keuangan negara sebesar Rp16,8 triliun berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Enam terdakwa itu ialah Direktur Utama PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro; Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera, Heru Hidayat; Direktur PT Maxima Integra, Joko Hartono Tirto; Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya 2008-2018, Hendrisman Rahim; Direktur Keuangan Jiwasraya periode 2013-2018, Hary Prasetyo; dan mantan Kepala Divisi Investasi Jiwasraya periode 2008-2014, Syahmirwan.

Mereka didakwa telah melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Sedangkan untuk Benny dan Heru, JPU juga mendakwa keduanya dengan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. [gelora]




Pontianak, SNC - Kapolresta Pontianak, Kombes Pol Komarudin menyampaikan hingga hari ini proses masih hukum oknum polisi yang melakukan pencebulan ke anak-anak masih tetap berjalan. Jika oknum anggota Polresta Kota Pontianak berinsial DY ini terbukti sepenuhnya melakukan kesalahan, ia bakal terancam di pecat dari jabatannya sebagai anggota polisi.

Polisi kini masih menunggu hasil visum dari korban pencabulan, "Bisa saja dipecat dan dicopot seragamnya," katanya saat dihubungi, Minggu (20/9/2020).

"Menurut korban demikian, kami masih menunggu hasil visum, sekiranya penuhi unsur maka proses pidana akan dijalankan," terangnya.

Komarudin juga mengungkapkan, polisi DY dipastikan melakukan pelanggaran disiplin sebab diketahui pelaku merupakan anggota yang bekerja di bagian staf bukan di bagian lapangan.

"Yang perlu kita ketahui saat ini kami sedang lakukan pendalaman yang bersangkutan melanggar disiplin karena yang bersangkutan memang anggota lapongan tapi anggota staf. Namun saat kejadian atau saat dilaporkan sedang berada di lapangan," ujarnya memungkasi.

Sebelumnya, anggota Polresta Pontianak diduga melakukan pencabula saat hendak menilang kendaraan di perempatan Jalan Tanjung Pura, Pontianak, Kalimantan Barat.

Ironisnya, korban diketahui adalah anak di bawah umur. Di mana usia korban baru sekitar 15 tahun. Korban bercerita, awalnya ia dengan temannya akan pergi memasang kawat gigi di wilayah Pontianak.

Saat di perempatan lampu merah Jalan Tanjungpura, ia dan temannya dihentikan oknum polisi karena kondisi kendaraan korban tidak memenuhi syarat standar untuk mengemudi. Lalu kemudian polisi memerintahkan untuk berhenti di Poslantas dan membeberkan kesalahan keduanya. (*)



Sulteng, SNC - Seorang anggota DPRD Kota Baubau, Sulawesi Tenggara viral di media sosial karena pesta mnuman keras. Video pesta miras Anggota DPRD perempuan berinisial NA itu pun tersebar luas.

Di sisi lain anggota DPRD perempuan itu masih muda, 23 tahun. Aksi mabuk-mabukannya terekam kamera sedang asik pesta miras di tengah pandemi COVID-19.

Dalam video yang beredar, terekam aktivitas pesta miras di dalam sebuah ruangan. Perempuan itu mengadakan pesta miras bersama teman lelakinya. Pria tersebut diduga berprofesi sebagai PNS berinisial FN.

Tak hanya itu, ada pula beberapa orang lainnya yang juga ikut bergabung dalam pesta tersebut.

Video berdurasi 23 detik itu direkam oleh salah satu rekan NA yang juga hadir di pesta tersebut.

Dalam video itu terdengar jika si perekam menyebut perempuan yang diduga NA tengah berciuman dengan seorang PNS.

Pria yang menjadi lawan ciuman NA diketahui menjabat sebagai kepala bidang di salah satu instansi di Kota Baubau.

Terekam pula aksi FN yang sedang asik minum-minuman keras sambil menyandarkan kepalanya dan memeluk NA dan perempuan itu juga terlihat menyambut FN dengan baik. Namun NA bahkan dengan santai melambaikan tangannya ke kamera sambil tertawa.

Video tersebut menjadi viral di media sosial setelah seseorang mengguhnya di grup Facebook. Menurut kabar, video itu mulanya beredar melalui pesan Whatsapp sejak Jumat (18/9/2020).

Ketua Fraksi Bintang Perjuangan Pembangunan (BPP) di DPRD Kota Baubau Muhammad Yumardin Haeruddin mengatakan akan melakukan penyelidikan mendalami mengenai video viral yang beredar itu.

“Saya belum bisa menyimpulkan apakah salah satu perempuan dalam video tersebut adalah anggota DPRD Kota Baubau dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Fraksi BPP,” ujar Yumardin, Sabtu, (19/9/2020) kemarin.

Lebih lanjut, Yumardin menjelaskan sejauh ini belum ada pemanggilan yang dilakukan PDIP kepada NA untuk mengklarifikasi kebenaran video tersebut. Namun pihaknya masih akan terus menyelidiki.

Di lain kesempatan, Ketua DPC PDIP Baubau, La Ode Ahmad Moniase juga memberikan tanggapan terkait beredarnya video tersebut.

Ia mengatakan akan memanggil rekannya itu, jika terbukti bersalah NA akan mendapat sanksi atas perbuatannya.

"Saya akan memanggil teman saya, pasti akan ada saksi atas perbuatannya kalau terbukti," tegas La Ode.

Sementara NA sejauh ini masih belum memberi penjelasan terkait video dirinya yang beredar luas di media sosial. (*)


Bogor, SNC - Aksi unjuk rasa mahasiswa dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di depan gerbang Kantor Bupati Bogor, Jalan Tegar Beriman, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, berujung ricuh, Kamis (17/9/2020) sore.

Aktivis Senior Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) mengecam tindakan Brutal yang dilakukan oleh oknum satpol PP kabupaten Bogor dalam aksi polemik dugaan maladministrasi proyek pembangunan di RSUD Leuwiliang.

Peristiwa tersebut menyebabkan 6 mahasiswa mengalami luka di pelipis, bahu dan tangan, karena mendapatkan pukulan hingga tendangan dari Satpol PP.

Ferga Aziz menyesalkan kejadian tersebut. Menurutnya, kejadian ini membawa luka yang mendalam bagi seluruh entitas mahasiswa.

Menurut dia, peristiwa ini adalah bukti nyata dari tindakan represif yang dilakukan oleh oknum aparat terhadap mahasiswa yang ingin menyuarakan aspirasinya.

Aziz lantas mempertanyakan prosedur pengamanan aksi yang kemudian sampai pengeroyokan. Menurutnya, tidak dibenarkan prosedur pengamanan aksi sampai melakukan tindakan represif.

“Secara pribadi saya mengecam atas terjadinya peristiwa ini. Bagaimana bisa dibenarkan prosedur pengamanan unjuk rasa dengan melakukan pemukulan. Ini mau mengamankan aksi, atau mau perang kepada mahasiswa. Aparat penegak hukum harus bertanggung jawab mengusut kasus ini sampai tuntas,” tegasnya.

Dengan terjadinya kasus ini, azis menuntut Bupati Kabupaten Bogor untuk mencopot kepala Satpol-PP Kabupaten Bogor karena dinilai telah gagal dan lalai dalam memberikan jaminan keamanan bagi mahasiswa dalam menyuarakan aspirasinya

“Mahasiswa itu bukan penjahat negara, yang harus dikeroyok dengan seenaknya saja. Kami menuntut kepada bupati Kabupaten Bogor untuk mengusut kasus ini sampai benar-benar terang,” ujarnya.

Azis juga menyerukan kepada entitas Mahasiswa untuk melakukan konsolidasi di masing-masing basis dan level pimpinan menyerukan aksi solidaritas atas terancamnya nilai demokrasi.

“Kepada seluruh entitas mahasiswa, mari kita rapatkan barisan dan melakukan konsolidasi di basis dan setiap level kepemimpinan untuk menyerukan aksi atas hancurnya demokrasi negeri ini”, pungkasnya. []


Illustrasi influencer



Jakarta, SNC - Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Ujang Komarudin, menyayangkan langkah pemerintah yang diduga menggunakan influencer dan pendengung atau buzzer. Ia mengatakan langkah ini membuat demokrasi Indonesia menjadi rawan terjadi penyimpangan.

"Karena demokrasi tak berjalan dengan normal dan apa adanya. Demokrasi bisa dibajak dan dimainkan oleh para buzzer dan influencer tersebut," ujar Ujang saat dihubungi Tempo, Senin, 31 Agustus 2020.

Ia menegaskan demokrasi yang normal dan sehat tak membutuhkan buzzer dan influencer untuk menata dan mengelola pemerintahan. Karena itu, ia menilai tak pantas pemerintah menggiring opini dengan menggunakan buzzer dan influencer.

"Itu menandakan ketidakpercayaan diri pemerintah atas kinerja yang telah dilakukannya. Juga bisa mengarah ke manipulasi, karena jika kinerjanya buruk akan diolah oleh buzzer dan influencer agar terlihat bagus," kata Ujang.

Jika dibiarkan, Ujang mengatakan Indonesia akan kehilangan roh dan spirit untuk bekerja memberikan yang terbaik bagi negara ini. Kerja keras dan kebaikan akan tak lagi dihargai.

Dugaan penggunaan jasa buzzer atau pendengung hingga influencer yang dilakukan Istana, dilaporkan dalam Majalah Tempo edisi Senin, 31 Agustus 2020. Para buzzer dan influencer disebut digunakan untuk menggaungkan sejumlah isu di tengah masyarakat. Kakak sepupu Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Andi Wibowo, disebut-sebut memimpin tim media sosial pemerintah.

Dari info yang dihimpun, setelah Pemilihan Presiden 2019 usai, Andi disebut-sebut masih menjadi penghubung antara Jokowi dan tim media sosial. Andi disebut-sebut berkantor di Kantor Tim Narasi dan Komunikasi Digital Presiden di Lantai 2 Gedung Sekretariat Negara, Jakarta Pusat.

Isu yang digaungkan pun semakin meluas. Mulai terkait dengan pergantian pimpinan Komisi Pemilihan Korupsi (KPK) yang lalu, revisi Undang-Undang KPK, isu perombakan kabinet, hingga isu penanganan pandemi Covid-19 yang saat ini terjadi. (sanca)


Simak vidio berikut ini:



SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.