Latest Post

Ilustrasi

Solok, SancaNews.Com - Masyarakat Sumatra Barat kembali dikejutkan dengan munculnya aliran kepercayaan yang diduga sesat di Nagari Sumani, Kabupaten X Koto Singkarak. Penganut kepercayaan ini meskipun mereka mengaku sebagai Muslim, ada banyak perbedaan dan menyimpang dari ajaran Islam.

Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Solok, Elyunus Esmara menjelaskan, pihaknya sudah melakukan pendalaman terkait aliran sesat yang berada di Sumani, Kabupaten Solok koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait seperti Muhammadiyah, NU dan lainnya. Namun, dari pertemuan, tidak satu pun yang mengetahui tentang aliran sesat itu.

“Jadi aliran ini ada muridnya di Koto Sani dan murid ini tidak satu tingkatan tapi berbeda-beda guru. Yang paling senior (murid) ia mendapat dari gurunya di Jawa Tengah bukan yang di Padang,” katanya.

“Saat mereka pulang kampung, karena merasa alirannya sama maka ia bergabung dengan aliran di Sumbar. Yang gurunya di Sumbar berpusat di Andalas Padang,” kata Elyunus, Jumat (24/7).

Inti aliran yang diyakini oleh kelompok ini kata Elyunus, tidak mempercayai adanya Nabi Muhammad. “Mereka percaya Al Qur’an. Tapi tidak mempercayai Nabi Muhammad hanya mempercayai Nabi Ibrahim. Puasa juga hanya sekedar menahan, naik haji diwakili oleh guru, cukup ke Padang,” katanya.

Hal lain yang patut menjadi perhatian menurutnya soal keterlibatan oleh provinsi dalam menangani kasus tersebut. Karena menurutnya, permasalahan itu sudah seharusnya dibahas oleh tingkat provinsi.

“Karena aliran sudah berkembang di Padang tapi kini tidak kelihatan. Dulu sudah diketahui tapi tidak ditindaklanjuti,” ujarnya.

Kini aliran sesat itu dalam pengawasan Badan Koordinasi Pengawas Aliran Keagamaandan Kepercayaan Masyarakat (Bakorpakem) setempat.

Kepala Kejaksaan Negeri Solok Donny Haryono Setiawan di Solok, Jumat sebagai Ketua Bakorpakem menegaskan kelompok ini diduga melenceng dari ajaran atau kepercayaan yang ada di Indonesia.

Menurutnya pihaknya sudah merapatkan dengan Bakorpakem seperti dengan Polres, Kodim, Kemenag, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).

Ia mengatakan MUI turun langsung karena hal itu menyangkut kepercayaan seseorang maka lembaga resmi yang menjelaskan dalil-dalilnya.

“Ini kan masalah kepercayaan, nah ahli kita kan MUI. Nah ini kami tunggu hasil rekomendasi dari MUI. Kalau mereka mengikuti anjuran dan kesepakatan maka bubarkan kelompoknya,” ujarnya.

Jika selesai masalah tersebut tentunya tak lagi mengganggu ketertiban dan keresahan di tengah masyarakat.

Kajari menegaskan jika masih muncul atau menjalankan ajaran sesatnya, maka akan dilakukan tindakan represif atau penindakan hukum.

Sementara itu Kasi Intel Kejari Solok, Ulfan Yustian Alif menambahkan saat ini perkembangan kelompok yang diduga aliran sesat tersebut masih sebatas keluarga dan tetangga. Namun, tidak tertutup kemungkinan ia bisa terus berkembang.

“Nah untuk itu kami terus mengawasinya. Karena ini juga meresahkan masyarakat. Dan kami juga masih memantau beberapa kelompok lainnya, tapi belum bisa kami berikan hasilnya,” ujarnya.

Ulfan menambahkan, seorang guru dari kelompok tersebut yang dinamai guru besar berada di Padang. Untuk itu pihaknya juga berkordinasi dengan Bakorpakem Padang.

“Karena ini sudah lintas sektor hukum, kami harus kordinasi dengan yang di Padang. Eksisnya kegiatan kelompok itu di Sumani sejak awal 2020 ini, ya masih baru di situ,” katanya. [Sanca]

Jakarta, SancaNews.Com - Presiden Joko Widodo atau Jokowi kalah lagi di pengadilan. Ini yang kesekian kalinya Presiden menelan kekalahan. Dalam putusannya, hakim PTUN Jakarta mewajibkan Presiden Jokowi mencabut Keppres tersebut yang memberhentikan Komisioner KPU RI periode 2017-2022, Evi Novida Ginting.


“Gugatan pemberhentian Evi Novida Ginting dikabulkan seluruhnya. Dalam hal ini keputusan presiden soal pemberhentian ditunda berlakunya sampai putusan inkracht (berkekuatan hukum tetap, Red),” ujar kata penasihat hukum Evi, Heru Widodo di Jakarta, Kamis (23/7).


Seperti diketahui, Evi Novida Ginting mengajukan gugatan ke PTUN terhadap Keppres nomor 34/P Tahun 2020 yang memberhentikan dirinya secara tidak hormat pada 23 Maret 2020.


Gugatan itu, diajukan pada April 2020 lalu dan diputuskan pada Kamis, 23 Juli 2020.


“Dengan putusan PTUN ini, berarti tidak boleh ada proses PAW (Pergantian Antarwaktu) di DPR dan Presiden. Kami berharap tergugat juga bijaksana dalam mengambil langkah berikutnya,” imbuh Heru.


Dalam putusannya, Majelis Hakim PTUN Jakarta memutuskan lima hal terhadap Evi selaku penggugat dan Presiden Joko Widodo sebagai tergugat.


Pertama, mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya.


Kedua, menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Tergugat Nomor 34/P Tahun 2020 tentang Pemberhentian Dengan Tidak Hormat Anggota Komisi Pemilihan Umum Masa Jabatan 2017-2022 tanggal 23 Maret 2020.


Ketiga, mewajibkan tergugat mencabut Keputusan Tergugat Nomor 34/P Tahun 2020 tentang Pemberhentian Dengan Tidak Hormat Anggota Komisi Pemilihan Umum Masa Jabatan 2017-2022 tanggal 23 Maret 2020.


Keempat, mewajibkan Tergugat merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukan pengugat sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum masa jabatan 2017-2022 seperti semula sebelum diberhentikan.


Kelima, menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp332 ribu.


“Harapan kami, Presiden tidak berbeda bersikap dengan PTUN. Sehingga mengembalikan Bu Evi sebagai Komisioner KPU RI,” jelasnya.


Sebelumnya, Evi Novida Ginting Manik dipecat dari jabatannya sebagai Komisioner KPU oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).


Pemecatan itu terkait kasus perselisihan perolehan suara calon anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat Daerah Pemilihan Kalimantan Barat 6 dari Partai Gerindra.


Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko enggan berkomentar soal putusan PTUN itu. Mantan Panglima TNI ini menyatakan urusan tersebut jauh dari tugasnya.


“Itu jauh dari tugas saya. No comment,” kata Moeldoko singkat.


Sebelumnya, Presiden Jokowi kalah di pengadilan terkait gugatan pemblokiran internet di Papua.


Jokowi juga pernah kalah di Pengadilan Negeri Kalimantan Tengah terkait kasus kebakaran hutan yang terjadi tahun 2015. Pada putusannya, majelis hakim menolak seluruh dalil hukum yang diajukan Presiden Joko Widodo sebagai tergugat. (psid)

BRA Putri Woelan Sari Dewi (tengah), berfoto bersama pengurus DPD PKS Solo saat berkunjung ke sekretariat parta

Solo, SancaNews.Com - Pada Kamis (23/7/2020) pagi, cucu Paku Buwono atau PB XII, BRA Putri Woelan Sari Dewi, ia bertemu dengan jajaran pengurus DPD PKS Solo. Putri disambut oleh Ketua Umum Bappilu DPD PKS  Solo, Sugeng Riyanto.

Menurutnya, pertemuan itu berlangsung hangat dan lancar membahas dinamika politik Solo dan menunjukkan keseriusannya untuk ikut memeriahkan pemilu lokal 9 Desember 2020 di Solo.

“Kami silaturahmi, ngobrol, kalau orang Jawa bilang gendu-gendu rasan. Melihat lebih jauh dinamika politik Solo. Apalagi sekarang ini kita sudah tahu bersama rekomendasi dari DPP PDIP jatuh kepada siapa,” tutur dia.

Cucu PB XII itu mengatakan pesta demokrasi termasuk Pilkada Solo pasti dinamis atau cepat berubah-ubah. Begitu juga figurnya, pasti tidak semua masyarakat pro atau mendukung.

Mereka mempunyai alasannya sendiri terkait sikap politik tersebut. “Pasti ada yang kontra dengan berbagai alasannya. Kami mengakomodasi masyarakat yang menghendaki tidak hanya satu atau dua paslon. Kontes demokrasi yang baik dan sehat ya ada beberapa calon,” sambung dia.

Putri menyatakan pembicaraan dengan PKS belum mengarah kepada dirinya sebagai figur cawali-cawawali Solo. Dalam menentukan figur cawali-cawawali ada mekanisme yang harus dilalui yakni rembuk semua parpol.

“Namanya koalisi kan tergantung dari beliau-beliau semua, senior partai, juga hasil diskusi saudara-sudara kita yang ada di parpol. Mau dimandatkan kepada siapa. Ini kan semua mash pada diskusi, bukan sudah pasti,” urai dia.

Bila parpol koalisi menyepakati untuk mengusung dirinya di Pilkada Solo 2020, cucu PB XII itu menyatakan siap, “Insya Allah saya siap. Tapi semua saya kembalikan kepada kehendak Tuhan. Bukan untuk berkuasa, tapi memajukan Solo,” imbuh dia.

Terpisah, Sugeng Riyanto mengonfirmasi adaya pertemuan DPD PKS Solo dengan Putri Woelan Sari Dewi. Pertemuan tersebut menurut dia dalam rangka penjajakan untuk bersinergi menghadapi paslon yang diusung PDIP.

“Mbak Putri ini kan mencoba untuk masuk dalam bursa pilkada. PKS kan pada posisi ndak bisa maju. Sehingga kalau Mbak Putri punya niat untuk maju berlaga ya mau ndak mau harus ada peran serta partai-partai lain,” kata dia.

Terkait peran serta parpol lain menurut Sugeng PKS masih terus berjuang. “PKS sedang berjuang menggalang koalisi. Kami terus bergerak. Kedatangan Mbak Putri bagian dinamika yang mungkin nanti bersinergi,” tegas dia.

Sebagaimana diinformasikan, PKS seakan ditinggal sendirian menjelang Pilkada Solo 2020 setelah hampir semua parpol pemilik kursi di DPRD Solo merapat ke Gibran-Teguh dari PDIP. PKS bertekat memberikan perlawanan dengan terus berusaha menggalang koalisi guna mengusung calon di pilkada nanti. (solopos).





Ina Yuniarti ancam laporkan balik Denny Zulfikar Siregar dan Jokowi Mania

Jakarta, SancaNews.Com - Putusan bebas Ina Yuniarti, wanita perekam video viral 'penggal Jokowi' dalam demo Pemilu 2019 di depan gedung Bawaslu sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap setelah Mahkamah Agung menolak kasasi jaksa. Tim kuasa hukum Ina, akan melaporkan balik relawan Jokowi Mania (Joman) ke polisi.

"Kita akan lakukan laporan balik dan rehabilisasi klien kami, kalau perlu minta ganti rugi," kata pengacara Ina, Abdullah Alkatiri, saat dihubungi, Kamis (23/7/2020).

Alkatiri mengatakan pihak yang akan dilaporkannya adalah relawan Jokowi Mania, Yeni Marlina karena yang membuat laporan terhadap kliennya. Selain itu organisasi Jokowi Mania juga akan dilaporkan dan Denny Siregar karena video tersebut diduga viral dari akun Denny.

"Namanya Yeni Marlina kedudukannya sebagai sekretaris organisasi Jokowi Mania (Jokman) dan dia melapor atas putusan rapat organisasi. Jadi yang kita laporkan adalah yang bersangkutan dan ketua organisasinya," ujarnya.

"Jadi dia (Yeni) mengakui bahwa dia melaporkan atas nama organisasi, karena waktu itu dirapatkan atas dia dapatkan dari akun Denny Siregar. Itu kena juga semua," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Umum Jokowi Mania, Immanuel Ebenezer mengaku tak keberatan dengan laporan yang akan dilakukan tim pengacara Ina Yuniarti. Ia meminta agar pihak yang melaporkan balik membuktikan, sebab menurutnya Jokowi Mania masih memiliki bukti-bukti terkait hal tersebut.

"Ya kalau seandainya tidak terbukti silahkan membuktikan, kan begitu, nggak terlalu susah lah. Kalau seandainya mereka keberatan ya nggak papa keberatan saja. Toh ini kan dalam proses hukum," kata Immanuel saat dihubungi terpisah.

"Ya kalau seandainya mereka mau laporkan balik ya silahkan saja dilaporkan, tapi yang jelas bukti-bukti yang selama ini kita ajukan itu ada semua dan mereka mengakui permintaan maafnya. Jadi ketika mereka ingin melaporkan balik silahkan aja," sambungnya.

Sebelumnya, Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan tim jaksa penuntut umum (JPU) atas vonis bebas Ina Yuniarti dalam kasus perekam video viral 'penggal Jokowi' dalam demo Pemilu 2019 di depan gedung Bawaslu. Kini putusan bebas Ina Yuniarti telah inkrah atau berkekuatan hukum tetap.

"Infonya benar alias A.1 bahwa permohonan kasasi dari jaksa di tolak oleh MA, pada tanggal 10 Juni 2020 dan telah diberitahukan kepada pihak-pihak. Namun putusan MA belum diterima di PN Jakarta Pusat, baru petikan putusan kasasinya saja yang sudah diterima oleh PN Jakarta Pusat," kata Humas PN Jakpus Bambang Nurcahyono, saat dikonfirmasi, Kamis (23/7).

Sebelumnya diberitakan, Ina Yuniarti lolos dari tuntutan 3,5 tahun penjara atas tuduhan menyebarkan viral 'penggal Jokowi' dalam demo Pemilu di depan gedung Bawaslu, Mei 2019. Jaksa tidak terima dan mengajukan kasasi.

Kasus bermula saat Ina ikut dalam demo yang digelar di depan kantor Bawaslu, Jalan MH Thamrin, Jakpus, pada 10 Mei 2019 lalu. Saat itu ia merekam komentar Hermawan soal Presiden Jokowi.

Hermawan mengancam Presiden Jokowi sembari berteriak 'penggal Jokowi'. Video rekaman itu kemudian viral. Dunia maya menjadi heboh dan polisi bergerak cepat.

Polisi pun menangkap Hermawan dan menjadikannya tersangka. Tak cuma Hermawan, polisi juga menciduk Ina lantaran diduga berperan sebagai perekam.

Ina ditangkap di rumahnya di Grand Residence City, Bekasi Rabu (15/5). Ina juga diduga turut menyebarkan video itu melalui aplikasi percakapan WhatsApp.

Pada 1 Agustus 2019 Ina mulai diadili di PN Jakpus. Ina dikenai dakwaan tunggal yaitu pasal 24 ayat (4) juncto pasal 45 ayat (4) UU ITE. Jaksa menuntut agar Ina Yunarti dikenai pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan. Menjatuhkan denda Rp 50 juta subsidair 3 bulan kurungan.

Namun dalam sidang pada Senin (14/10), Majelis hakim pada PN Jakpus memutus bebas Ina Yuniarti. Hakim berkesimpulan dari fakta persidangan Ina tidak terbukti melakukan niat jahat dalam membagikan video 'penggal Jokowi'. [detik]




SancaNews.Com - Pernyataan Mendagri Tito Karnavian yang menyebut bahwa secara teori pembakaran jenazah pasien Covid 19 menjadi langkah terbaik untuk menangani jenazah Covid 19, memunculkan kontroversi.

"Yang terbaik, mohon maaf saya Muslim ini, tapi secara teori yang terbaik ya dibakar, karena virusnya akan mati juga," kata Tito saat mengisi sebuah Webinar yang dipublikasikan oleh Puspen Kemendagri (22/07).

Tito mengakui pembakaran jenazah pasien Covid 19 akan menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat.

Pengamat politik Umar Syadat Hasibuan menegaskan bahwa pernyataan Tito itu telah melukai keluarga pasien Covid 19 meninggal.

“Pak Tito. Bukan kapasitas Anda bicara seperti ini  bahkan Menkes saja gak mau bicara ini. Anda telah  melukai keluarga yang berduka karena kehilangan anak, ayah, paman, kakek karena Covid 19. Dan Anda tega bicara gini? Parah banget Anda,” tegas Umar di akun Twitter @UmarChelsea75 menanggapi tulisan bertajuk “Mendagri: Secara Teori yang Terbaik Jenazah Covid-19 Dibakar”

Aktivis sosmed Agus Widodo mempertanyakan teori yang disebut Tito Karnavian itu. Menurut Agus, jenazah yang dimakamkan dengan standard protokol Covid 19 mustahil menularkan penyakit.

“Teori dari mana Pak Tito? Jenazah yang dimakamkan dengan standard protokol COVID-19 itu mustahil menularkan penyakit. Apa perlu diingatkan bahwa COVID-19 menular melalui saluran pernafasan? Bukankah mayat itu tidak bisa bernafas? Mayat dibungkus berlapis-lapis dan ditanam?,” tulis Agus di akun @arwidodo.

Sindiran keras dilontarkan praktisi perbankan Erna Sitompul. Erna mengaitkan pembakaran jenazah Covid 19 dengan pembakaran koruptor dan para pejabat yang membantu koruptor melarikan diri.

“Mendagri Tito: Secara Teori yang Terbaik Jenazah Covid-19 Dibakar. Demikian juga dengan para koruptor dan para pejabat yang membantu terdakwa koruptor melarikan diri bebas melenggang ke sana kemari. Solusi terbaik dibakar juga supaya tidak menular sifat buruknya,” tulis Erna di akun @erna_st.

Sri Lanka, menjadi salah satu negara yang mewajibkan kremasi jenazah Covid 19. Kebijakan Pemerintah Sri Lanka yang diumumkan pada 12 April itu membuat marah umat Islam. Pemerintah Sri Lanka telah mengabaikan protes dari minoritas Muslim di negara itu yang mengatakan peraturan tersebut bertentangan dengan aturan Islam.

Kebijakan kremasi juga dikritik kelompok hak asasi manusia. “Pada saat yang sulit ini, pihak berwenang harus menyatukan masyarakat dan tidak memperdalam perpecahan di antara mereka,” kata Direktur Amnesty di Asia Selatan Biraj Patnaik (01/04). (gelora)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.