Latest Post


Ina Yuniarti ancam laporkan balik Denny Zulfikar Siregar dan Jokowi Mania

Jakarta, SancaNews.Com - Putusan bebas Ina Yuniarti, wanita perekam video viral 'penggal Jokowi' dalam demo Pemilu 2019 di depan gedung Bawaslu sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap setelah Mahkamah Agung menolak kasasi jaksa. Tim kuasa hukum Ina, akan melaporkan balik relawan Jokowi Mania (Joman) ke polisi.

"Kita akan lakukan laporan balik dan rehabilisasi klien kami, kalau perlu minta ganti rugi," kata pengacara Ina, Abdullah Alkatiri, saat dihubungi, Kamis (23/7/2020).

Alkatiri mengatakan pihak yang akan dilaporkannya adalah relawan Jokowi Mania, Yeni Marlina karena yang membuat laporan terhadap kliennya. Selain itu organisasi Jokowi Mania juga akan dilaporkan dan Denny Siregar karena video tersebut diduga viral dari akun Denny.

"Namanya Yeni Marlina kedudukannya sebagai sekretaris organisasi Jokowi Mania (Jokman) dan dia melapor atas putusan rapat organisasi. Jadi yang kita laporkan adalah yang bersangkutan dan ketua organisasinya," ujarnya.

"Jadi dia (Yeni) mengakui bahwa dia melaporkan atas nama organisasi, karena waktu itu dirapatkan atas dia dapatkan dari akun Denny Siregar. Itu kena juga semua," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Umum Jokowi Mania, Immanuel Ebenezer mengaku tak keberatan dengan laporan yang akan dilakukan tim pengacara Ina Yuniarti. Ia meminta agar pihak yang melaporkan balik membuktikan, sebab menurutnya Jokowi Mania masih memiliki bukti-bukti terkait hal tersebut.

"Ya kalau seandainya tidak terbukti silahkan membuktikan, kan begitu, nggak terlalu susah lah. Kalau seandainya mereka keberatan ya nggak papa keberatan saja. Toh ini kan dalam proses hukum," kata Immanuel saat dihubungi terpisah.

"Ya kalau seandainya mereka mau laporkan balik ya silahkan saja dilaporkan, tapi yang jelas bukti-bukti yang selama ini kita ajukan itu ada semua dan mereka mengakui permintaan maafnya. Jadi ketika mereka ingin melaporkan balik silahkan aja," sambungnya.

Sebelumnya, Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan tim jaksa penuntut umum (JPU) atas vonis bebas Ina Yuniarti dalam kasus perekam video viral 'penggal Jokowi' dalam demo Pemilu 2019 di depan gedung Bawaslu. Kini putusan bebas Ina Yuniarti telah inkrah atau berkekuatan hukum tetap.

"Infonya benar alias A.1 bahwa permohonan kasasi dari jaksa di tolak oleh MA, pada tanggal 10 Juni 2020 dan telah diberitahukan kepada pihak-pihak. Namun putusan MA belum diterima di PN Jakarta Pusat, baru petikan putusan kasasinya saja yang sudah diterima oleh PN Jakarta Pusat," kata Humas PN Jakpus Bambang Nurcahyono, saat dikonfirmasi, Kamis (23/7).

Sebelumnya diberitakan, Ina Yuniarti lolos dari tuntutan 3,5 tahun penjara atas tuduhan menyebarkan viral 'penggal Jokowi' dalam demo Pemilu di depan gedung Bawaslu, Mei 2019. Jaksa tidak terima dan mengajukan kasasi.

Kasus bermula saat Ina ikut dalam demo yang digelar di depan kantor Bawaslu, Jalan MH Thamrin, Jakpus, pada 10 Mei 2019 lalu. Saat itu ia merekam komentar Hermawan soal Presiden Jokowi.

Hermawan mengancam Presiden Jokowi sembari berteriak 'penggal Jokowi'. Video rekaman itu kemudian viral. Dunia maya menjadi heboh dan polisi bergerak cepat.

Polisi pun menangkap Hermawan dan menjadikannya tersangka. Tak cuma Hermawan, polisi juga menciduk Ina lantaran diduga berperan sebagai perekam.

Ina ditangkap di rumahnya di Grand Residence City, Bekasi Rabu (15/5). Ina juga diduga turut menyebarkan video itu melalui aplikasi percakapan WhatsApp.

Pada 1 Agustus 2019 Ina mulai diadili di PN Jakpus. Ina dikenai dakwaan tunggal yaitu pasal 24 ayat (4) juncto pasal 45 ayat (4) UU ITE. Jaksa menuntut agar Ina Yunarti dikenai pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan. Menjatuhkan denda Rp 50 juta subsidair 3 bulan kurungan.

Namun dalam sidang pada Senin (14/10), Majelis hakim pada PN Jakpus memutus bebas Ina Yuniarti. Hakim berkesimpulan dari fakta persidangan Ina tidak terbukti melakukan niat jahat dalam membagikan video 'penggal Jokowi'. [detik]




SancaNews.Com - Pernyataan Mendagri Tito Karnavian yang menyebut bahwa secara teori pembakaran jenazah pasien Covid 19 menjadi langkah terbaik untuk menangani jenazah Covid 19, memunculkan kontroversi.

"Yang terbaik, mohon maaf saya Muslim ini, tapi secara teori yang terbaik ya dibakar, karena virusnya akan mati juga," kata Tito saat mengisi sebuah Webinar yang dipublikasikan oleh Puspen Kemendagri (22/07).

Tito mengakui pembakaran jenazah pasien Covid 19 akan menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat.

Pengamat politik Umar Syadat Hasibuan menegaskan bahwa pernyataan Tito itu telah melukai keluarga pasien Covid 19 meninggal.

“Pak Tito. Bukan kapasitas Anda bicara seperti ini  bahkan Menkes saja gak mau bicara ini. Anda telah  melukai keluarga yang berduka karena kehilangan anak, ayah, paman, kakek karena Covid 19. Dan Anda tega bicara gini? Parah banget Anda,” tegas Umar di akun Twitter @UmarChelsea75 menanggapi tulisan bertajuk “Mendagri: Secara Teori yang Terbaik Jenazah Covid-19 Dibakar”

Aktivis sosmed Agus Widodo mempertanyakan teori yang disebut Tito Karnavian itu. Menurut Agus, jenazah yang dimakamkan dengan standard protokol Covid 19 mustahil menularkan penyakit.

“Teori dari mana Pak Tito? Jenazah yang dimakamkan dengan standard protokol COVID-19 itu mustahil menularkan penyakit. Apa perlu diingatkan bahwa COVID-19 menular melalui saluran pernafasan? Bukankah mayat itu tidak bisa bernafas? Mayat dibungkus berlapis-lapis dan ditanam?,” tulis Agus di akun @arwidodo.

Sindiran keras dilontarkan praktisi perbankan Erna Sitompul. Erna mengaitkan pembakaran jenazah Covid 19 dengan pembakaran koruptor dan para pejabat yang membantu koruptor melarikan diri.

“Mendagri Tito: Secara Teori yang Terbaik Jenazah Covid-19 Dibakar. Demikian juga dengan para koruptor dan para pejabat yang membantu terdakwa koruptor melarikan diri bebas melenggang ke sana kemari. Solusi terbaik dibakar juga supaya tidak menular sifat buruknya,” tulis Erna di akun @erna_st.

Sri Lanka, menjadi salah satu negara yang mewajibkan kremasi jenazah Covid 19. Kebijakan Pemerintah Sri Lanka yang diumumkan pada 12 April itu membuat marah umat Islam. Pemerintah Sri Lanka telah mengabaikan protes dari minoritas Muslim di negara itu yang mengatakan peraturan tersebut bertentangan dengan aturan Islam.

Kebijakan kremasi juga dikritik kelompok hak asasi manusia. “Pada saat yang sulit ini, pihak berwenang harus menyatukan masyarakat dan tidak memperdalam perpecahan di antara mereka,” kata Direktur Amnesty di Asia Selatan Biraj Patnaik (01/04). (gelora)

Ketua Dewan Pimpinan Cabang atau DPC PDIP Solo, FX Hadi Rudyatmo bersama Achmad Purnomo


Solo, SancaNews.Com - Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Solo FX Hadi Rudyatmo mengakui kecewa dengan turunnya rekomendasi pada Gibran Rakabuming Raka dan Teguh Prakosa. Pasalnya hasil yang keluar tidak sesuai dengan usulan nama yang diajukan oleh DPC PDIP Solo.

”Kalau ditanya kecewa atau tidak, ya kecewa. Kami kan sudah menjalankan aturan partai sesuai dengan PP nomor 24 tahun 2017,” ucap Rudy saat ditemui di Balai Kota Solo Kamis (23/7).

Sebagai informasi, Rudy telah mengajukan nama Achmad Purnomo dan Teguh Prakosa untuk mendapatkan rekomendasi dari DPP PDIP sebagai calon wali kota dan wakil wali kota. Namun ternyata rekomendasi dari partai berlambang kepala banteng ini turun untuk nama Gibran Rakabuming Raka dan Teguh Prakosa.

Rudy merasa dirinya tidak mempunyai harga diri karena rekomendasi yang turun tidak sesuai dengan nama yang diajukannya. ”Seolah-olah tidak ada harga dirinya. Sebab semua yang sudah kita rumuskan tidak ada nilainya karena yang diberi rekomendasi adalah Gibran-Teguh, padahal yang kami usulkan Purnomo-Teguh,” ucapnya.

Namun Rudy menekankan bahwa semua keputusan sudah menjadi hak prerogatif dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Sehingga apapun keputusan ketua umum, kader partai wajib melaksanakan dan memenangkan. ”Semua keputusan ada di ketua umum melalui rapat DPP,” ucapnya. (gatra)


Serikat Pekerja Pertamina menggugat Menteri BUMN Erick Thohir dan direksi karena PN Jakpus terkait perubahan nomenklatur jabatan direksi.


Jakarta, SancaNews.Com – Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) menggugat Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dan Direksi PT Pertamina (Persero) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.


Kepala Bidang Media FSPPB Marcellus Hakeng Jayawibawa menyebut kedua pihak telah mengeluarkan keputusan sepihak, sehingga merugikan pekerja dan keuangan negara yang dikelola Pertamina.

 

“FSPPB menilai Menteri BUMN dan Direksi Pertamina telah mengeluarkan keputusan sepihak yang bukan saja merugikan pekerja, tetapi juga melakukan peralihan aset dan keuangan negara yang dikelola Pertamina,” ujarnya seperti dikutip dari rilis resmi, Selasa (22/7).


Gugatan tersebut telah diajukan pendaftaran online (e-court) dengan Nomor Perkara: 386/Pdt.G/2020/PNJkt.Pst pada Senin (20/7) lalu. FSPPB sendiri menaungi 19 Serikat Pekerja di lingkungan Pertamina dan menunjuk Firma Hukum Sihaloho & Co sebagai kuasa hukum.

 

Perkara dilayangkan lantaran pada Juni 2020 Erick menerbitkan keputusan tentang Pemberhentian, Perubahan Nomenklatur Jabatan, Pengalihan Tugas dan Pengangkatan Direksi Pertamina.


Keputusan diikuti oleh Surat Keputusan Direktur Utama Pertamina tentang Struktur Organisasi Dasar Pertamina (Persero) yang ditandai dengan pembentukan lima Subholding Pertamina.

 

Menurut Marcellus, FSPPB tidak pernah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan tersebut. Padahal, penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan perubahan bentuk Badan Hukum Perseroan Terbatas wajib memperhatikan kepentingan karyawan, yang diwakili Serikat Pekerja.

 

Pengurus Bidang Hubungan Industrial dan Hukum FSPPB Dedi Ismanto mengatakan keputusan Erick dan kawan-kawan merugikan pekerja karena jabatan, hak, kewajiban dan status kepegawaian yang berubah.

 

Selain itu, keputusan itu juga telah mengakibatkan peralihan keuangan dan aset-aset negara, yang sebelumnya dikuasai Pertamina berubah kedudukannya menjadi dikuasai anak-anak perusahaan Pertamina (Subholding).

 

“Dan yang sangat mengkhawatirkan adalah anak-anak perusahaan Pertamina itu akan diprivatisasi atau denasionalisasi dalam waktu dekat ini,” tegas dia.

 

Dedi khawatir aset dan kekayaan negara akan dibagi dengan swasta, termasuk investor asing, dalam seluruh rantai usaha Pertamina, mulai dari hulu, pengolahan, distribusi dan pemasaran, hingga pasar keuangan.

 

Sementara, Kuasa Hukum FSPPB Janses Sihaloho dari Firma Hukum Sihaloho & Co menjelaskan bahwa privatisasi Subholding Pertamina jelas berdampak bagi masyarakat luas. Penentuan harga BBM dan LPG misalnya, tidak lagi akan mempertimbangkan daya beli masyarakat luas.

 

“Karena status kepemilikannya sudah berubah, kebijakan tidak lagi murni ditentukan negara. Pasti akan dipengaruhi kepentingan pemegang saham lainnya, termasuk investor asing,” kata Janses.

 

Menurutnya, proses privatisasi Subholding Pertamina yang diawali dengan Keputusan Menteri BUMN dan Keputusan Direktur Utama Pertamina tentang Struktur Organisasi Dasar PT Pertamina (Persero) ditengarai kuat memanfaatkan celah hukum pada pasal 77 UU BUMN.

 

Pasal tersebut secara tegas melarang induk perusahaan BUMN (Perusahaan Persero) tertentu, termasuk Pertamina untuk diprivatisasi.

 

Namun, terhadap anak Perusahaan Persero BUMN, pasal itu memiliki makna ambigu dan multi tafsir, sehingga membuka peluang untuk diprivatisasi. Karena itu, Rabu (15/7) lalu, FSPPB telah mengajukan uji materil terhadap Pasal 77 UU BUMN ke mahkamah Konstitusi.

 

Terkait hal ini, FSPPB mengimbau, sekalipun Pasal 77 UU BUMN memiliki celah hukum, sudah seharusnya para pengambil keputusan di negara ini tidak memanfaatkannya untuk swastanisasi BUMN yang mengusai hajat hidup orang banyak.

 

“Sudah seharusnya, kita semua, apalagi pejabat negara, ikut menjaga kedaulatan energi nasional demi anak cucu. Bukan justru memanfaatkan celah-celah hukum demi kepentingan tertentu,” tegas Marcellus.

 

Dilansiir cnnindonesia, ketika dihubungi Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati. Namun, hingga berita ini diturunkan, dia belum memberikan pernyataan. (sanca)



Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Benny K. Harman

Jakarta, SancaNews.Com – Skandal buronan kelas kakap Djoko Tjandra terus jadi sorotan. Buronan kasus pengalihan hak tagih utang PT Bank Bali itu bikin geger karena menyeret sejumlah perwira tinggi Polri.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat, Benny K Harman, menyinggung dalam skandal Djoko ini ada sejumlah instansi dan profesi ikut terseret. Mulai Kejaksaan Agung, Polri, Imigrasi, profesi advokat, dan kedokteran ikut tersandung.

"Bayangkan seorang dokter itu bisa membuat surat bebas COVID-19 tanpa tes," kata Benny dalam acara Indonesia Lawyers Club tvOne, #ILCDramaJokoTjandra, Selasa malam, 21 Juli 2020.

Benny pun menyoroti potret pengadilan dalam kelicinan Djoko. Bagi dia, kasus Djoko ini memperlihatkan potret drama penegakan hukum di Tanah Air.

"Negara lumpuh di hadapan seorang Djoko Tjandra. Kepolisian lumpuh, kejaksaan lumpuh," tutur wakil ketua umum DPP Partai Demokrat itu.

Pun, ia mengkritisi, dalam kasus ini jajaran pejabat pemerintah seperti main cilukba. Segala aktivitas buronan 68 tahun itu di Tanah Air mulai bikin kartu tanda penduduk (KTP), urus persidangan, hingga pergi ke Malaysia selalu dapat pengawalan.

"Ke Kalimantan dikawal, urus KTP dikawal. Coba bayangkan, ke Malaysia dikawal. Setelah itu, dia berangkat, baru kita ribut, kan malu," ujar Benny.

Ia menyebut, kasus Djoko ini memalukan karena membuat lembaga penegak hukum tak berdaya. "Ini memalukan. Drama kekonyolan penegakan hukum," katanya.

Skandal Djoko Tjandra ini sudah menyeret tiga jenderal Polisi. Nama pertama adalah Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo.

Selain terancam pidana, Prasetijo sudah dicopot dari jabatannya sebagai kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri. Ia terlibat karena inisiatif membuat surat jalan dan surat bebas COVID-19 untuk Djoko.

Dua jenderal lainnya yang jadi pesakitan karena melanggar kode etik lantaran terlibat dalam red notice untuk Djoko Tjandra. Keduanya adalah Kepala Divisi Hubungan International Polri Irjen Napoleon Bonaparte dan Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen (Pol) Nugroho Slamet Wibowo. (viva)



SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.