Latest Post


Eks komisioner KPU, Wahyu Setiawan ditahan KPK



Jakarta, SancaNews.Com – Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan menjalani sidang pemeriksaan terdakwa di PN Tipikor Jakarta, Senin (20/7). Jaksa KPK Ronald Worotikan mengonfirmasi adanya dugaan dana tak terbatas untuk memuluskan mantan caleg PDIP Harun Masiku dapat duduk di kursi dewan.

Jaksa Ronald membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Wahyu. Dalam BAP tersebut diduga ada dana tak terbatas agar Harun bisa menggantikan Rezky Aprilia sebagai anggota DPR RI Fraksi PDIP periode 2019-2024 melalui pergantian antarwaktu (PAW).

“Pada saat itu saudara Donny di kantor KPU, saudara Donny Tri Istiqomah menyampaikan bahwa terdapat dana operasional yang tidak terbatas, namun saya tidak ingat waktu tepatnya saudara Donny Tri Istiqomah datang ke kantor saya, betul keterangan yang ada di dalam BAP saudara tadi?,” tanya Jaksa Ronald di PN Tipikor Jakarta, Senin (20/7).

Mendengar pernyataan Jaksa Ronald, Wahyu lantas membenarkan isi BAP tersebut. “Benar,” singkat Wahyu.

Tak puas jawaban Wahyu, Jaksa Ronald pun mempertegas pengakuan Wahyu dalam BAP saat proses penyidikan di lembaga antirasuah. Wahyu menyebut informasi itu dia ketahui dari Donny.

“Pak Jaksa, yang menyampaikan ada dana tak terbatas itu Pak Donny, yang saya maksud kan, bahwa Pak Saeful, Bu Tio, Pak Donny itu mendekati saya itu konteksnya tidak bersama-sama, tetapi yang menyampaikan ada anggaran tidak terbatas itu Pak Donny,” cetus Wahyu.

Untuk diketahui, KPU menetapkan Rezky Aprilia menggantikan Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia. Rezky menggantikan Nazaruddin lantaran memiliki hak suara di bawah Nazaruddin. Namun, PDIP berusaha menggeser Rezky untuk digantikan oleh Harun Masiku, tapi ditolak KPU.

Dalam perkara ini, Wahyu didakwa menerima suap sebesar Rp 600 juta dari Kader PDIP Saeful Bahri dan Harun Masiku. Suap tersebut berkaitan dengan upaya agar Harun terpilih menjadi anggota DPR menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia, sedangkan yang bersangkutan tidak memenuhi syarat.

Selain itu, Wahyu juga didakwa menerima gratifikasi sejumlah Rp 500 juta dari Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan. Uang itu diserahkan melalui perantara Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat Rosa Muhammad Thamrin Payapo.

Atas perbuatannya, Wahyu Setiawan didakwa melanggar Pasal 12 Ayat (1) huruf a atau Pasal 12 Ayat (1) huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999. (jawapos)



Ketua Umum : Ust, Slamet Ma'arif, H.Agus Yunanto dkk (Foto: Agus Yunanto)

Bogor, SancaNews.Com - Untuk memperkuat Ukhuwah bersama-sama menuju kemenangan umat Islam, Alumni PA 212 mengadakan Munas II untuk menjalin persaudaraan dan silahturrahim Ulama dan Tokoh PA 212 sekaligus membentuk pengurus PA 212 yang dimulai pada hari Sabtu, 18 Juli , 2020 dan ditutup pada tengah malam pukul 01.00 WIB di Kompleks Masjid Az Zikra, Sentul, Bogor, Minggu, 19 Juli 2020.


Acara tersebut dihadiri oleh para pemimpin PA 212 yang terlihat termasuk Ketua FPI Ahmad Sobri Lubis, Ketua GNPF Yusuf Martak, Abah Raudh Bahar dari Adzikra, KH Al Khattat, KH Nashir Zen, Egy Sujana, Haikal Hasan dan tokoh-tokoh lainnya. 


PA 212 menyatakan bahwa acara ini dihadiri oleh 212 peserta dari 24 Provinsi, 136 Kabupaten / kota, dan 8 negara di luar negeri melalui virtual, termasuk memilih dan menetapkan kembali Slamet Maarif sebagai Ketua dan Uus Sholikhuddin sebagai Sekjend.


Ketua 212 PA Ustaz Slamet Maarif mengatakan, Konferensi Nasional kedua diadakan untuk memberikan laporan pertanggungjawaban selama periode manajemen dan pemilihan manajemen baru serta evaluasi gerakan.


Di sela-sela acara Munas II kepada wartawan, Slamet akan terus mengoordinasikan dan memperluas sayap PA 212 terutama di daerah-daerah di mana tidak ada pengurusnya.


Tambahnya lagi, gerakan PA 212 masih membuat target yang belum tercapai, "Yang paling utama adalah Imam Besar Habib Rizieq Syihab agar bisa segera pulang. Itulah PR kami yang belum tercapai hingga hari ini," jelasnya.


Imam Besar FPI, Habib Rizieq Syihab selaku pembina PA 212 menyampaikan pidato tertulis yang dibacakan dari Mekah, Arab Saudi. Habib Rizieq mendukung dan mendoakan untuk kesuksesan acara Munas II itu.


Dilansir detik.com, telah menghubungi Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP, Benny Susetyo, soal tuntutan Munas PA 212 ini namun tidak ada tanggapan yang diberikan. (sanca)


Susunan pengurus PA 212 yang baru:

Ketua Umum : Ust Slamet Ma'arif
Wakil Ketua Umum : Ust Asep Saripudin

Ketua : DR Haikal Hasan
Ketua : KH Abdul Qohar
Ketua : Ust Bernard Abdul Jabar
Ketua : Ust M. Nur Sukma
Ketua : Ust Supriyadi

Sekjen     : Ust Uus Solihudin
Wasekjen : Ust Subarkah
Wasekjen : Ust Iwan Rifa'i
Wasekjen : Ust Eky Pitung
Wasekjen : Ust Namruddin
Wasekjen : Ust Novel Ba Mu'min




 Habib Rizieq Shihab. dok



Bogor, SancaNews.Com - Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Riziq selaku pembina PA 212 menyampaikan sambutan tertulis yang dibacakan dari Mekah, Arab Saudi, sebagaimana tercantum di keterangan pers Humas PA 212, bahwa  PA 212 tidak boleh menjadi underbow partai politik apapun, Sabtu 18 Juli 2020.



Seruan tersebut adalah seruan terakhir dari 5 poin sambutan tertulis dalam rangka Musyawarah Nasional (Munas) II PA 212 di Masjid Az-Zikra, Sentul, Bogor, Minggu (19/7/2020).


Lima Poin sambutan Rizieq untuk Munas II PA 212:

1. Mendukung dan mendoakan suksesnya acara Munas.

2. Apresiasi kepada segenap pengurus PA 212 atas kerja dan perjuangan selama ini.

3. Mengajak semua peserta munas utk menjaga Akhlaqul karimah selama Munas.

4. Kepemimpinan PA 212 kedepan harus lebih memantapkan hati dan langkah dalam berjuang membela agama, bangsa dan negara serta berani mengambil resiko.

5. PA 212 tidak boleh menjadi underbow partai politik apapun.

Munas ini menetapkan Slamet Maarif kembali menjadi Ketua Umum PA 212. Amanat Munas PA 212 dalam bidang kebangsaan adalah berupaya memulangkan Rizieq, menolak UU Corona, menuntut pembubaran BPIP. (sanca)



Kapolri Idham Azis/Net

SancaNews.ComSancaNews.Com – Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane memberikan apresiasi kepada Kapolri Jenderal Pol Idham Azis yang bergerak cepat dan bertindak tegas dalam membongkar persekongkolan jahat para jenderal dalam melindungi buronan Djoko Tjandra.

“IPW acung jempol dan memberi apresiasi pada Kapolri Idham Azis yang bergerak cepat dan bertindak tegas dalam membongkar persekongkolan jahat para Jenderal dalam melindungi Djoko Tjandra,” kata Ketua Presidium IPW Neta S Pane, Sabtu (18/7).

Neta salut, sehari setelah mencopot dan menahan Brigjen Prasetijo Utomo, Kapolri Jenderal Idham Azis kembali mencopot dua Jenderal yaitu Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte dan Sekretaris NCB Intepol Indonesia Brigjen Nugroho Wibowo.

Kedua Jenderal itu dicopot atas dugaan penghapusan red notice Djoko Tjandra, “Tiga Jenderal sudah dicopot Kapolri dalam dua hari dan ini tentunya wujud dari sikap promoter untuk menjaga marwah kepolisian,” ujar Neta kagum.

Kendati begitu, Neta menilai, apa yang dilakukan Kapolri belum cukup dengan melakukan pencopotan terhadap tiga orang Perwira Tinggi (Pati) Polri saja.

Skandal Djoko Tjandra, dalam pandangan Neta, harus diungkap setuntas-tuntasnya, sehingga ada efek jera bagi para Jenderal yang menyalahgunakan wewenangnya untuk melindungi orang yang bermasalah.

“Ada lima hal lagi yang patut dilakukan Kapolri,” tekan Neta. Pertama, segera membuka CCTV Bareskrim. Tujuannya untuk mengetahui siapa yang mendampingi dan menjemput saat Djoko Tjandra datang mengurus surat jalan dari Jakarta-Pontianak.

Kemudian kedua, neta meminta Kapolri menggali motivasi para Jenderal yang terlibat mengapa memberi keistimewaan kepada buronan kakap Djoko Tjandra.

Ketiga, urai Neta, dugaan gratifikasi kepada para oknum petinggi Polri harus diungkap kemana saja aliran dananya.

Terakhir, menyebutkan, semua pihak di Polri yang terlibat kasus Djoko Tjandra terutama ketiga jenderal yang dicopot segera diproses pidana agar kasusnya bisa diproses di Pengadilan.

“Sebab kasus persekongkolan jahat dalam melindungi buronan Joko Tjandra adalah kejahatan luar biasa,” tandas Neta.

Dan yang terakhir, kelima semua pihak di luar Polri yang terlibat memberi keistimewaan kepada Djoko Tjandra mulai dari Lurah hingga Dirjen Imigrasi harus diperiksa oleh Polri dan kasusnya diselesaikan di Pengadilan. (sanca/rmol)




Amir Hamzah

SancaNews.Com - Rakyat harus belajar sejarah kelicikan komunis ketika RUU Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) diajukan pemerintah sebagai pengganti RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP).

“Kita jangan ditipu diktum TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 Tahun 1966 dalam RUU BPIP, gerakan komunis syarat dengan bohong. Sebelum satu tahun G30 S PKI, Soekarno dipuji dan diberi berbagai gelar, DN Aidit bicara Pancasila,” kata pengamat kebijakan publik Amir Hamzah kepada suaranasional, Sabtu (18/7/2020).

Amir mempertanyakan, BPIP dibentuk dengan undang-undang padahal Pancasila itu ibaratnya iman. “Kok iman ini dibina lagi, mendegradasi Pancasila, keberadaan BPIP menjadikan Pancasila berarti menjadi objek, padahal harusnya sebagai subjek,” ungkapnya.

Menurut Amir, dalam RUU BPIP mencantumkan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 Tahun 1966 menjadi dasar menyalahkan PDIP maupun partai-partai yang menjalin kerja sama dengan Partai Komunis Cina (PKC).

“Agar RUU BPIP itu diterima, Jokowi harus menyatakan PDIP dan partai-partai yang kerja sama dengan Partai Komunis Cina itu kejahatan negara. Agar publik menerima RUU BPIP, Jokowi harus menyatakan, kerja sama PDIP dengan PKC melanggar konstitusi negara,” jelas Amir. (*)



SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.