Latest Post

Demo PA 212 menolak RUU HIP di depan gedung DPR, Kamis (16/7)

Jakarta, SancaNews.Com – Ribuan massa memadatai bagian depan gedung DPR/MPR. Mereka mendesak agar RUU Haluan Ideologi Pancasila tak dibahas.

Ketua Umum Persaudaraan Alumni (PA) 212 Slamet Maarif menegaskan, massa aksi ingin kepastian dari DPR bahwa RUU HIP tidak dilanjutkan dari prolegnas dan dicabut dalam sidang paripurna.

“Jadi, umat di luar menunggu kepastian itu sampai ada keputusan yang jelas, bukan hanya ditunda tapi juga benar-benar dibatalkan,” kata Slamet kepada wartawan di area gedung DPR/MPR, Jakarta, Kamis (16/7).

Kedua, massa aksi juga meminta DPR mengungkap siapa inisiator di balik RUU HIP itu.

RUU HIP telah menimbulkan polemik dan kegaduhan di tengah bangsa Indonesia menghadapi COVID-19.

“Ini negara hukum, siapa pun yang ingin merubah Pancasila apalagi menghidupkan komunisme, maka dia akan berhadapan dengan hukum,” ujarnya.

Slamet menyebut, sebelumnya tidak ada agenda audiensi dengan DPR. Namun, dia menyebut pihak pimpinan DPR ingin bertemu dengan perwakilan aksi massa.

"Sebetulnya kita tidak ada agenda untuk audiensi dengan pimpinan DPR, kita akan dengarkan DPR nanti di paripurna. Tetapi dari kesekretariatan meminta kita untuk bisa bertemu dengan pimpinan DPR," ujar Slamet.

"Oleh karenanya, kita hargai mereka. Kita utus lima orang, termasuk saya. Nanti kita akan ketemu pimpinan DPR kita akan dengar dan minta penjelasan bahwa ada kepastian dicabut dan dibatalkannya RUU HIP ini," tambahnya.
Diketahui, demo hari ini dilakukan oleh dua kelompok massa. Massa pertama yakni dari PA 212 dan ormas Islam yang menolak RUU HIP. Massa kedua merupakan aliansi buruh yang menolak omnibus law.

Polisi melakukan pemisahan kedua massa. Polisi tampak memasang dua pagar kawat berduri untuk memisahkan massa ormas Islam dan aliansi buruh.

Massa ormas Islam berada di sisi jalan arah Slipi, sementara aliansi buruh di dekat JPO depan kompleks DPR. (merahputih.com)



Jakarta, SancaNews.Com – Mabes Polri mengeluarkan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim, Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo dari jabatannya setelah terbukti telah menandatangani izin untuk kasus buronan Djoko Tjandra di Bank Bali. Sanksi dikenakan setelah orang yang menjalani pemeriksaan.

Pencopotan itu sesuai dengan surat telegram Kapolri bernomor ST/1980/VII/KEP./2020 tertanggal 15 Juli 2020. Telegram itu telah dikonfirmasi oleh Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono.

“Betul (penerbitan telegram). Dia dimutasi,” kata Argo saat dikonfirmasi, Rabu (15/7) kemarin.

Dalam surat yang ditandatangani oleh As SDM Polri Irjen Sutrisno Yudi Hermawan atas nama Kapolri, Prasetyo Utomo dimutasi sebagai perwira tinggi (Pati) Yanma Polri.

Sebelumnya, Argo mengakui bahwa salah satu kepala biro di Bareskrim membuat surat jalan Djoko Tjandra tanpa seizin pimpinan. Pihaknya pun langsung memeriksa Prasetyo Utomo. Pemeriksaan ini adalah bentuk pembelajaran pada para personel Polri yang lain.

Buronan Djoko Tjandra mendapat surat jalan dari salah satu instansi untuk berpergian di Indonesia. Surat ini pertama kali disampaikan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman. Surat Jalan Djoko Tjandra tersebut juga adalah inisiatif salah satu oknum Jenderal Polri.

Surat Nomor: SJ/82/VI/2020/Rokorwas tertanggal 18 Juni 2020, itu ditandatangani Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Polri Brigjen Pol Prasetyo Utomo.

Dalam surat itu, Djoko Tjandra berangkat dari Jakarta pada 19 Juni 2020 menuju Pontianak menggunakan pesawat. Keperluan perjalanan ialah konsultasi dan koordinasi. Dia direncanakan kembali ke ibu kota pada 22 Juni 2020. (red)

Pimpinan Ponpes Tahfidz Alquran Daarul Ilmi, Ustaz Ahmad Ruslan Abdul Gani memberikan keterangan usai pemeriksaan dua santrinya sebagai saksi dalam pelaporan terhadap Denny Siregar, di Mapolresta Tasikmalaya, 
Selasa, 14 Juli 2020. Foto: Kabar Priangan/Asep MS.


Tasikmalaya, SancaNews.Com – Salah soerang santri Ponpes Tahfidz Alquran Daarul Ilmi, Agus Khoirul Anam (18) meluapkan uneg-unegnya usai diperiksa sebagai saksi dugaan kasus ujaran kebencian oleh Denny Siregar di Polres Tasikmalaya, Selasa, 14 Juli 2020.

Agus mengaku malu, tertekan sekaligus syok atas penggambaranya sebagai calon teroris oleh Denny. Diketahui, Agus adalah santri yang ada dalam foto unggahan Denny Siregar itu yang diilustrasikan sebagai ‘Calon Teroris’. “Siapa yang mau dibilang calon teroris? Tak ada yang mau disebut seperti itu. Jelas saya sangat kaget saya dan malu,” katanya.

Awal dirinya tahu ada di foto unggahan Denny Siregar dari beranda di Facebook teman seperjuangannya di pondok. Untuk itu, katanya, proses hukum harus tetap berjalan karena tudingan tersebut telah terjadi dan diketahui publik. “Saya ada di foto itu, sebelah pojok kiri belakang,” ujarnya.

Dampak lainnya, Agus mengakui keluarganya ikut kena getah dengan unggahan tersebut. “Keluarga saya juga syok sehingga saya minta proses hukum harus tetap berjalan dan ditegakkan,” tegasnya.

Meski begitu, Agus secara pribadi sebagai muslim akan memaafkan Denny Siregar. Asalkan Denny mau datang ke Tasikmalaya dan meminta maaf langsung dihadapannya walaupun proses hukum tetap harus berjalan.

“Sebaikanya dia (Denny Siregar, red) gentle datang ke Tasikmalaya dan akan kita sambut baik-baik (Tabayun). Kita akan terima dengan hati terbuka dan lapang dada. Insya Allah kita akan memaafkannya walaupun proses hukum tetap jalan,” tandasnya.

Seperti diketahui, pada tanggal 27 Juni 2020 dalam postingan di akun medsosnya, Denny Siregar memposting tulisan yang intinya menghina serta memfitnah para santri.

Sepeti diketahui, Santri di Tasikmalaya yang berada dalam unggahan foto pegiat media sosial, Denny Siregar memenuhi panggilan Polresta Tasikmalaya pada Selasa 14 Juli 2020. Kedua santri yang mendatangi Mapolresta Tasaikmalaya itu bertindak sebagai saksi laporan dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi elektronik (UU ITE).

Pemeriksaan dilakukan pada pukul 09.00 WIB. Saat datang ke Mapolresta Tasikmalaya, keduanya didampingi pelapor, dalam hal ini Pimpinan Ponpes Tahfidz Alquran Daarul Ilmi, ustaz Ahmad Ruslan Abdul Gani.

“Tadi kami memenuhi panggilan sebagai saksi. Jadi saat ini sudah ada lima santri yang menjadi saksi atas laporan terkait Denny Siregar. Besok tinggal satu orang lagi yang akan menjadi saksi yaitu yang pertama kali memberikan link tentang postingan Denny Suregar,” imbuh ustaz Ahmad Ruslan.

Ruslan menegaskan, tuntutan para santri tetap sama, yakni meminta Kepolisian bisa memanggil terlapor Denny Siregar agar diproses secara hukum Tasikmalaya lantaran lokus atau titik kejadiannya ada di kota itu.

“Maka proses hukumnya harus di Kota Tasikmalaya. Itu keinginan dan tuntutan para santri. Bukti-bukti kita juga tak hanya UU ITE,” ujarnya.

“Tapi kita laporkan juga tentang pencemaran nama baik dan lainnya. Ini agar diproses dan memang jika terbukti maka harus dipidanakan,” kata dia.

Ruslan menegaskan, santrinya yang ada diunggahan Facebook Denny Siregar saat itu berada di depan Masjid Istiqlal. Momennya kala itu adalah aksi bela Islam sejak 212, 411 dan 313, momentum itu bukan aksi politik tapi aksi bela Islam.

“Santri kita memang selalu diikutkan untuk setiap aksi bela Islam. Tapi santri kita ini saya ajak bukan untuk mengikuti aksi tapi justru untuk menyejukan hati saat melakukan bela Islam dengan bacaan-bacaan Alquran,” ungkapnya.

“Jadi sekali lagi saya tegaskan niat dari awal keikutsertaan para santri ini bukan untuk aksi, tapi mengaji di sana,” tegasnya.[sanca]



Sumber : penapolitika.com



Jakarta, SancaNews.Com – Mabes Polri secara tidak langsung mengakui bahwa surat jalan yang dimiliki Djoko Tjandra dibuat oleh salah satu jendral.

Disebutkan, surat jalan buronan kasus pengalihan hak tagih Bank Bali itu dibuat oleh Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Korwas) PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetyo Utomo.

Demikian disampaikan Argo Yuwono kepada wartawan di Bareskrim Polri, Rabu (15/7/2020).

“Bahwa surat jalan tersebut yang ditandatangani oleh salah satu Biro di Bareskrim Polri,” ujar Argo.

Akan tetapi, Argo menegaskan bahwa surat jalan itu dibuat bukan atas izin pimpinan.

“Surat jalan tersebut dikeluarkan kepala biro itu inisiatif sendiri dan tidak izin sama pimpinan,” tekan Argo.

Akibat perbuatannya, kata Argo, Brigjen Prasetyo Utomo saat ini langsung diperiksa Divisi Propam Polri.

Jika memang terbukti bersalah, sambungnya, Prasetyo Utomo terancam dicopot dari jabatannya.

“Komitmen bapak Kapolri jelas. Hari ini sedang dalam pemeriksaan terbukti akan dicopot dari jabatannya,” tegasnya.

Argo juga mengingatkan agar kasus ini juga bisa menjadi pelajaran bagi personel Polri lainnya agar tidak bertindak di luar hukum.

Dalam setiap kesempatan, kata Argo, Kapolri menyatakan setiap anggota Polri baik dari tingkat Mabes hingga Polsek akan diberikan reward and punishment.

Saat ini, sambungnya, proses pemeriksaan terhadap Prasetyo Utomo di Divisi Propam Polri tengah berjalan.

“Propam sedang bekerja semua anggota yang ada kaitanya dengan surat-surat tersebut akan diperiksa semuanya, kita tunggu pmeriksaan Divpropam Mabes Polri,” tandasnya.

Sebelumnya, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) mengecam keras adanya surat jalan untuk Djoko Tjandra. Dengan mengantongi surat jalan itu, Djoko kemudian bebas keluar-masuk Indonesia.

“IPW mengecam keras tindakan Bareskrim Polri yang sangat tidak promoter, yang tidak segera menangkap buronan kelas kakap Joko Chandra, yang sudah masuk ke dalam markas besarnya,” kecam Neta.

Dari data yang diperoleh IPW, surat jalan untuk Joko Chandra dikeluarkan Bareskrim Polri melalui Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS, dengan Nomor: SJ/82/VI/2020/Rokorwas, tertanggal 18 Juni 2020.

Surat jalan tersebut langsung ditandatangi oleh Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetyo Utomo.

“Dalam surat jalan Joko Chandra disebutkan berangkat ke Pontianak Kalimantan Barat pada 19 Juni dan kembali pada 22 Juni 2020 dan kemudian menghilang lagi,” ungkap Neta. (sanca)





Sumber : pojoksatu.id



Jakarta, SancaNews.Com – Puluhan ribu massa dikabarkan akan menggelar aksi di depan Gedung DPR-RI, Senayan, Jakarta. Aksi tersebut dilakukan terkait dengan pembahasan RUU Omnibus dan RUU Ketenagakerjaan dan rencana aksi itu sendiri disebarkan melalui kelompok jurnalis Whatsapp, Kamis (16/07/2020).

Aksi yang disebut akan diikuti belasan ribu massa itu merupakan peringatan bagi pemerintah dan DPR untuk menarik dua RUU tersebut.

“Iya, benar. Besok kita akan melakukan aksi di depan DPR. Yang tergabung dari berbagai serikat buruh,” ujar saat Ilhamsyah Juru Bicara Gebrak, dihubungi PojokSatu.id, di Jakarta, Rabu (15/7/2020).

Ia mengatakan, belasan ribu orang akan ikut aksi tersebut dilakukan karena besok bertepatan dengan sidang Paripurna DPR RI.

“Aksi tersebut tak hanya akan digelar di DPR, tetapi juga akan digelar di Jawa Barat, Jawa Timur dan Batam,” tutur Ilham.

Ilham menegaskan dalam konferensi pers tersebut, Gebrak menegaskan posisi politiknya menolak keseluruhan klaster dalam RUU Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

Untuk diketahui, Gebrak merupakan gabungan berbagai organisasi buruh, petani, perempuan, dan organisasi masyarakat sipil.

Di antaranya adalah Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Sentra Gerakan Buruh Nasional (SGBN), Konfederasi Serikat Nasional (KSN).

Kemudian, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Pergerakan Pelaut Indonesia, Jarkom Serikat Pekerja Perbankan, Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI).

Selain itu, Solidaritas Pekerja Viva (SPV), Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR), dan Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia.

Juga organisasi yang tergabung dalam gebrak adalah LBH Jakarta, AEER, KPA, GMNI UKI, Aksi Kaum Muda Indonesia (AKMI), Federasi Pelajar Indonesia (Fijar), LMND DN, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Jentera. (sanca/pojoksatu.id)



SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.