Latest Post


Bambang Widjojanto 

Jakarta, SancaNews.Com - Mantan Pimpinan KPK Bambang Widjojanto (BW) meragukan keberanian lembaga antikorupsi era Firli Bahuri Cs menyelidiki adanya dugaan oknum polisi yang melindungi tersangka Nurhadi serta menantunya, Rezky Herbiyono.


"Disebut ada dua oknum polisi yang posisinya sangat tinggi sekali dan itu disebut oleh Tempo namanya, apa terlibat atau tidak pertanyaannya, kan mesti diselidiki," kata BW dalam diskusi daring dengan tema 'Akhir Pelarian Nurhadi: Apa yang Harus KPK Lakukan?' yang digelar secara virtual, Jumat, 5 Juni 2020.


Dalam pemberitaan di sebuah majalah, saat rumahnya digeledah KPK terkait kasus suap kepada Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution pada April 2016, Nurhadi diduga menyembunyikan barang-barang di kantor Kepolisian Daerah Metro jaya.


Nurhadi memerintahkan ajudannya seorang polisi menghubungi salah satu anggota pengawalan di kediamannya di Jalan Hang Lekir V Nomor 6, Jakarta Selatan, pada 21 April 2016.


Masih menurut pemberitaan majalah tersebut, Nurhadi dan ajudannya tengah bertandang ke ruang kerja Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Moechgiyarto.


Setelah panggilan teleponnya dijawab, sang ajudan menyampaikan perintah Nurhadi kepada teman sesama pengawal, yang juga anggota Brigade Mobil (Brimob) Kepolisian RI.


Ada lagi, Nurhadi juga disebut-sebut meminta bantuan ke seseorang usai rumahnya digeledah. Ajudan Nurhadi menghubungi seseorang yang disebut ajudannya BG. Namun tidak disebutkan rinci siapa BG dalam percakapan kedua orang itu.


"Cuma pertanyaan lagi, apa KPK berani menyelidiki itu? Feeling saya sih enggak berani, feeling saya enggak berani, jadi lepas saja yang begituan itu," kata BW. (sanca)




Sumber : vivanews.com





Jakarta, SancaNews.Com - Pendiri Kantor Hukum dan HAM Lokataru Haris Azhar meminta Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menjerat pihak yang membantu menyembunyikan mantan Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung Nurhadi dengan pasal menghalangi penyidikan atau obstruction of justice.

“KPK harus segera menindak tegas pihak yang memberikan fasilitas persembunyian,” kata Haris melalui keterangan tertulis, Kamis, 4 Juni 2020.

Haris menuturkan menghalangi penyidikan yang termuat dalam Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dapat digunakan untuk menjerat mereka yang memberikan tempat persembunyian dan transportasi untuk Nurhadi berpindah tempat.

Pasal itu, kata dia, juga bisa digunakan kepada oarng yang menyediakan kebutuhan harian, pengamanan dan pihak yang membantu Nurhadi dalam berkomunikasi.

Mantan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan ini mengatakan ada 5 tempat yang digunakan Nurhadi bersembunyi selama menjadi buronan KPK.

Ia mengatakan ada pula pihak yang memberi fasilitas keamanan dan fasilitas persembunyian itu. Namun, Haris tak menyebut siapa pihak tersebut. “KPK harus memberikan informasi ke masyarakat berkaitan dengan lokasi persembunyian tersebut,” kata dia.

Nurhadi diduga kerap berpindah-pindah tempat selama menjadi buronan KPK. Hingga akhirnya ia ditangkap di rumahnya di kawasan Simprug, Jakarta Selatan pada Senin, 1 Juni 2020.

Ia ditangkap bersama menantunya yang juga berstatus tersangka, Rezky Hebriyono. Nurhadi dan Rezky menjadi tersanngka kasus suap dan gratifikasi pengurusan perkara di MA senilai Rp 46 miliar. Uang itu diduga berasal dari Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto.(sanca)




Sumber : tempo.co


Konferensi pers penangkapan dan penahanan Nurhadi dan Rezky Herbiyono di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, pada Selasa, 2 Juni 2020. Tempo/Andita Rahma


Jakarta, SancaNews.Com - Indonesia Corruption Watch (ICW) pesimistis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di bawah Firli Bahuri berani mengungkap orang yang melindungi mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi.


“Wajar jika publik pesimistis KPK berani menindak oknum yang melindungi atau membantu pelarian Nurhadi,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, Jumat, 5 Juni 2020.


Kurnia mengatakan keraguan itu diperkuat dengan pernyataan Firli. Ditanya soal kemungkinan menjerat pelindung Nurhadi, Firli mengatakan KPK saat ini fokus dengan kasus utama, yaitu suap dan gratifikasi.


Menurut Kurnia, pernyataan itu memberi kesan KPK hanya ingin fokus ke pokok perkara. Padahal, Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi atau pasal menghalangi penyidikan dapat diusut secara bersamaan, tanpa harus menunggu pokok perkaranya rampung.


Selain itu, Kurnia menangkap kesan KPK memberi keistimewaan kepada mantan Sekjen MA itu. Dalam konferensi pers seusai penangkapan, Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono hanya sebentar ditampilkan di ruangan pers.


Di tengah konferensi pers, Nurhadi dimasukan ke dalam dengan alasan akan diperiksa. Padahal, kata dia, Nurhadi tak diperiksa melainkan hanya ditaruh di ruang tunggu, hingga konferensi pers selesai. “Tentu ini menimbulkan kecurigaan,” ujar dia.


Sebelum ditangkap KPK, Nurhadi sempat menjadi buronan selama lebih dari 100 hari. Dalam pelariannya itu, Nurhadi diduga kerap berpindah tempat. Pendiri Kantor Hukum dan HAM Lokataru, Haris Azhar menyebut Nurhadi dilindungi oleh sebuah pasukan. Maka itu, butuh waktu lama bagi KPK menangkap buronan itu. Akan tetapi, Haris tak menyebut lebih detail siapa pasukan tersebut. (sanca)




Sumber : tempo.co


Munarman mengusulkan kepada MPR atau DPR RI melakukan pemakzulan kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi karena melanggar Undang-undang yang mengatur soal haji.


Jakarta, SancaNews.Com -  Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI) Munarman angkat bicara terkait tindakan pemerintah yang membatalkan ibadah haji 2020 dengan pertimbangan adanya pandemi virus Corona (Covid-19).


Terkait hal itu, Munarman mengusulkan kepada MPR atau DPR RI melakukan pemakzulan kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi.


Dikabarkan pembatalan tersebut dilakukan pemerintah secara sepihak tanpa melakukan pembahasan terlebih dahulu bersama komisi VIII DPR RI.


Menurut Munarman, apa yang dilakukan Jokowi tersebut melanggar Undang-undang yang mengatur soal haji.


"Tentang pembatalan Haji 1441 Hijriah, sudah jelas terjadi pelanggaran UU Haji oleh Presiden yang secara sewenang-wenang memerintahkan Menteri Agama," kata Munarman, Kamis (4/6/2020).


Menurutnya, hal itu memperlihatkan bagaimana pengelolaan negara semakin tampak dilakukan secara totalitarian. Untuk itu Munarman pun menilai guna menghentikan kerusakan pengelolaan negara berlanjut, harus dilakukan langkah legal konstitusional oleh MPR kepada presiden.


"Karena Presiden telah berulang kali melakukan pelanggaran hukum dan perbuatan tercela," ujarnya.


Menurutnya, DPR dan MPR memiliki hak yang dalam untuk melakukan langkah tersebut karena tugasnya ialah melindungi rakyat dari segala kerusakan tata kelola negara. Ia meminta kepada DPR dan MPR untuk tidak menjadi stempel rezim.


"Dulu zaman orla (orde lama) dan orba (orde baru) karena parlemen jadi stempel rezim akhirnya biaya sosial perbaikan negara menjadi mahal," tuturnya.


"Harusnya MPR atau DPR segera lakukan pemakzulan melalui proses legal konstitusional," pungkasnya.


Sebelumnya, Menteri Agama Fachrul Razi mengatakan pembatalan ibadah haji 2020 merupakan keputusan yang cukup pahit dan sulit, namun mesti dilakukan dengan berbagai pertimbangan.


Fachrul Razi mengatakan pemerintah memutuskan tidak memberangkatkan jamaah haji pada musim haji 2020/1441 Hijriah karena pertimbangan pandemi COVID-19.


"Pemerintah memutuskan untuk tidak memberangkatkan jamaah haji pada tahun 2020/1441 Hijriah," kata Menag dalam konferensi pers mengenai penyampaian keputusan pemerintah terkait penyelenggaran ibadah haji 2020/1441 Hijriah di Jakarta seperti dikutip dari Antara, Selasa (2/6/2020).


Pembatalan pemberangkatan jamaah haji tersebut berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 494/2020. Sesuai dengan amanat undang-undang selain persyaratan ekonomi dan fisik, kesehatan dan keselamatan jamaah haji harus diutamakan mulai dari embarkasi, di Tanah Suci hingga kembali ke Tanah Air. (sanca)




Sumber : gelora.co




Arief Budiman, Komisioner KPU RI lainnya, Hasyim Asyari, hadir di persidangan sebagai saksi bagi terdakwa 
Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina 

Jakarta, SancaNews.Com -  Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Arief Budiman, memenuhi panggilan untuk hadir di Pengadilan Tipikor (Pengadilan Tipikor) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai saksi dalam persidangan Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina, Kamis (4/6).





Selain Arief Budiman, komisioner KPU Indonesia lainnya, Hasyim Asyari, juga hadir dalam persidangan ini. Sementara saksi lainnya dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ketua KPU Sumatera Selatan Kelly Mariana, bersaksi melalui teleconference.



Mengenakan kemeja batik saat persidangan, Arief mengaku tidak mengetahui soal dakwaan menerima gratifikasi Rp 500 juta berkaitan dengan seleksi anggota KPU Provinsi Papua Barat yang dilakukan Wahyu Setiawan saat masih menjabat Komisioner KPU.


"Nggak tahu, nggak tahu," kata Arief Budiman kepada wartawan di PN Tipikor Jakarta Pusat, dilansir gelora.co. Kamis (4/6).


Arief pun mengaku tidak ada persiapan khusus di persidangan ini. Ia hanya menyebut akan menjawab pertanyaan Jaksa KPK sesuai dengan pengetahuan dan pemahamannya.


"Mengalir saja (jawab) pertanyaan Jaksa," singkatnya.


Agenda sidang kali ini adalah untuk mendengarkan keterangan saksi bagi terdakwa Wahyu dan Agustiani yang kini sedang berlangsung. Dalam kasus ini, Wahyu Setiawan didakwa menerima suap sebesar 57.350 dolar AS atau setara Rp 600 juta. Uang didapat dari eks caleg PDIP, Harun Masiku, melalui kader PDIP Saeful Bahri.


Uang diterima Wahyu selaku anggota KPU periode 2017-2019, melalui orang kepercayaannya yang juga kader PDIP, Agustiani Tio Fridelina. Tujuannya, agar Wahyu menyetujui permohonan PAW DPR dari PDIP untuk mengganti Riezky Aprilia ke Harun Masiku.


Wahyu Setiawan juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 500 juta dari Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan. Gratifikasi diterima melalui Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat, Rosa Muhammad Thamrin Payapo, berkaitan dengan proses seleksi calon anggota KPUD Provinsi Papua Barat periode 2020-2025. Gratifikasi bertujuan agar Wahyu memilih anggota KPUD Papua Barat yang asli orang Papua. (sanca)



SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.