Latest Post



Sumut, SancaNews.Com - Menantu Presiden Joko Widodo, yang juga Bakal Calon (Balon) Wali Kota Medan, Bobby Nasution resmi menjadi kader PDI Perjuangan Sumatera Utara.

Hal itu diketahui usai dirinya mendatangi kantor DPD PDI Perjuangan Sumut, Jalan Jamin Ginting, Medan, Kamis sore (12/3).

Saat dikonfirmasi hal tersebut, Bobby membenarkan hal tersebut. Ia mengatakan, faktor yang mendasarinya bergabung ke PDI Perjuangan untuk mengikuti jejak mertuanya.

“Berlabuh di PDIP, sebagai seorang anak, pasti ingin mengikuti jejak orangtuanya Ketua DPD PDI Perjuangan Sumut,” kata Bobby.

Ia juga membantah jika bergabung ke PDI Perjuangan karena ada penekanan atau sebagai syarat untuk diusung partai berlambang banteng itu dalam Pilkada Medan 2020.

“Tidak ada keharusan saya menjadi kader partai manapun. Seperti yang saja jelaskan tadi, saya ingin ikuti jejak orangtua saya,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua DPD PDI Perjuangan Sumut Japorman Saragih mengatakan jika Bobby Nasution resmi menjadi kader PDI Perjuangan.

“Setelah dia menandatangani masuk sebagai kader, berarti sudah kader, secara teknis sudah kita lakukan, tinggal secara formal kita berikan nanti KTA (Kartu Tanda Anggota),” katanya.

Dia tak menampik jika status kader yang sudah tersemat pada Bobby Nasution merupakan sinyal partainya untuk mendukung menantu presiden itu, “Ini sinyal, wajib hukumnya mendukung kader. Tapi semua berpulang ke DPP, ada 2 nama, Bobby dan Akhyar,” demikian Japorman. (sanca)




Sumber : rmol.id


Jakarta. SancaNews.Com - Presiden Jokowi mewacanakan penjualan lahan negara untuk membiayai pemindahan ibu kota yang mencapai Rp466 triliun. Lahan 180 ribu hektare (ha) yang diperuntukkan untuk ibu kota dinilai terlalu luas. Diperkirakan, harga tanah di ibu kota baru Rp 2 juta per meter.

Ketua Umum Barisan Relawan Nusantara (Baranusa), Adi Kurniawan mengatakan, wacana Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjual lahan negara untuk membiayai pemindahan ibu kota yang mencapai Rp466 triliun menunjukkan bahwa ide pemindahan ibu kota yang dicetuskan Jokowi tidak siap.

“Penjualan lahan itu menunjukkan pemindahan ibukota tidak siap. Kalau tidak ada uang untuk apa pindah ibu kota?” kata Adi Kurniawan dirilis harianterbit,com, Rabu (11/3/2020).

Dosen Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Mulawarman di Samarinda Lutfi Wahyudi mengatakan, rencana penjualan tanah mengkonfirmasi seolah pemerintah tak siap dari sisi pembiayaan dan seakan jadi “broker” tanah. Apalagi lahan ibu kota adalah aset negara.

“Hal yang perlu diwaspadai adalah penjualan tanah itu. Saya sendiri sebenarnya tidak sependapat. Kenapa, karena pemerintah seolah menjadi “broker” tanah,” ungkap Lutfi Wahyudi, Sabtu (7/9/2019).

Menurut Lutfi, ada kekhawatiran lahan tersebut hanya dibeli oleh masyarakat kelas menengah atas yang memiliki uang. Sedang masyarakat ekonomi ke bawah tak akan mampu. Selain itu, Lutfi juga mengkhawatirkan pembangunan ibu kota baru menggunakan dana investasi dalam jangka waktu tertentu.

Apresiasi
Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto mengatakan, rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) perlu diapreasiasi secara positif. Soal usul jual sebagian tanah negara untuk pemindahan IKN harus memenuhi prasyarat yang tidak menabrak aturan-aturan (Clean And Clear).

“Usul Presiden Jokowi bahwa sebagian tanah tersebut dijual kepada individu bukan kepada perusahaan atau korporasi, tentunya kenapa dijual kepada individu yang perlu diapreasiasi. Karena itu semangat gotong royong untuk pemindahan ibu kota,” ujarnya.

Presiden Jokowi mewacanakan penjualan lahan negara untuk membiayai pemindahan ibu kota yang mencapai Rp466 triliun. Lahan 180 ribu hektare (ha) yang diperuntukkan untuk ibu kota dinilai terlalu luas.

Namun, Presiden menyebut, penjualan lahan tersebut dikhususkan untuk pembeli individu, bukan perusahaan, termasuk pengembang properti. Dia yakin hasil penjualan tanah negara ini cukup untuk membiayai pemindahan ibu kota.

“Kita akan menjual kepada individu langsung, tidak ke pengembang, karena harganya (jadi) mahal. Misalnya saya jual Rp2 juta per meter, maka pemerintah akan mendapat Rp600 triliun. Apalagi kalau dijual Rp3 juta per meter. Kita sudah mendapat Rp900 triliun,” katanya di Istana Negara, Selasa (4/9/2019)










Jakarta, SancaNews.Com - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat menyesalkan pembatalan sepihak yang dilakukan oleh Duta Besar (Dubes) India untuk Indonesia di acara dialog soal kondisi umat Islam di Indonesia di Gedung MUI Pusat, Jakarta Pusat, Kamis sore (12/3).

Penyesalan itu disampaikan oleh Wakil Ketua Umum (Waketum) MUI, KH. Muhyiddin Junaidi di hadapan 61 Organisasi Masyarakat (Ormas) Islam se-Indonesia.

"Dengan sangat menyesal Dubes India untuk Indonesia gak bisa hadir. Padahal kita ingin membantu tetapi sangat disayangkan yang mau dibantu itu gak paham," ucap KH. Muhyiddin Junaidi, Kamis (12/3).

Kyai Muhyiddin pun menilai Dubes India ketakutan untuk hadir lantaran ada 61 Ormas Islam yang juga hadir di acara dialog soal penindasan umat Islam di India. Padahal Kata Kyai Muhyiddin, Dubes India yang mengirimkan surat untuk diadakan pertemuan dengan pimpinan MUI.

Namun, dengan sendirinya dibatalkan oleh Dubes Indianya. Bahkan kata Kyai Muhyiddin, Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi juga tiba-tiba membatalkan untuk hadir. Bahkan, urusan Istana pun meminta agar pertemuan dilakukan di Kemenlu. Permintaan dipindah hari dan tempat itu pun muncul lantaran Dubes India saat ini mengaku tidak nyaman jika bertemu di Gedung MUI Pusat.

"Katanya karena kalau di MUI antara lain tidak bisa dijamin keamanan, yang kedua kalau di MUI dikhawatirkan Duta Besarnya tidak nyaman, padahal itu permintaan Dubes," ungkapnya. Padahal kata Kyai Muhyiddin, MUI ingin membantu menyelesaikan persoalan penindasan umat Islam di India melalui Dubes India untuk Indonesia.

"Nah saya sampaikan ini pertemuan di desain dirancang untuk membantu Dubes India akan menjelaskan kasus tindakan kekerasan terhadap umat islam di India yang sudah viral sedunia dan perlu dijelaskan," jelasnya.

"Nah Saya gak tau kenapa, apakah ini namanya pembatalan sepihak atau mungkin karena khawatir takut ya ada yang pengen melemparkan kepala sapi, ketakutan sendiri, biasanya kalau orang salah ya biasanya takut, tapi kalau orang benar dia tidak akan takut, itu sudah Sunatullah," pungkasnya. (sanca)




Sumber : rmol.id





Megaproyek pemindahan Ibukota Negara (IKN) ditengarai merupakan bagian dari deal-deal politik pemerintahan Presiden Joko Widodo yang memenangkan kontestasi Pilpres 2019 silam.

Hal itu disinyalir akibat modal besar yang dibutuhkan untuk memenangkan Pemilu, yang kemudian ‘dikembalikan’ dengan salah satunya adalah proyek pemindahan Ibukota Negara.

“Oh kalau bagian dari itu, mungkin dalam kaitan dengan pendana ya. Balas budi, balas jasa. Kalau konteksnya itu, bisa jadi,” ujar Hatta Taliwang dirilis rmol.id. Kamis (12/3).

Terlebih, tambah Hatta Taliwang, dana untuk memindahkan ibukota memang cukup fantastis. Mencapai Rp 466 triliun dan hanya 19 persen menggunakan duit negara.

Sisanya, dikelola pihak swasta. Dalam hal ini investor dalam maupun luar negeri. Apalagi, sambungnya, pada saat Pilpres 2019 silam itu banyak sekali pemodal yang turut menyokong kedua kandidat.

Bahkan Hatta Taliwang menduga, Omnibus Law juga merupakan rangkaian dari proses deal-deal politik tersebut.

“Karena terlalu besar duit yang dipakai atau apa. Kemarin kan banyak sekali yang ‘nanam saham’. Nah, Omnibus Law ini kan bagian dari tuntutan para pengusaha untuk mendapatkan kemudahan-kemudahan di dalam investasi dan sebagainya,” demikian Hatta Taliwang. [sanca]



Padang, SancaNews.ComBerbagai universitas di kota Padang, ratusan mahasiswa/i mendatangi gedung DPRD Sumatera Barat, terkait penolakan RUU Omnibus Law. Rabu (3/11/2020)


Dalam Aksi Mahasiswa/i menuntut agar UU Omnibus Law dibatalkan karena bisa membahayakan rakyat kecil, "Semua pasal dalam RUU Omnibus Law sangat merugikan orang-orang kecil, yang hanya menguntungkan konglomerat dan pihak asing," kata Ikhsan Guciano dalam pidatonya.


Selain itu, menanggapi demonstrasi Mahasiswa/i, Ketua DPRD Sumatera Barat Supardi datangi dan mengatakan apa yang dikatakan demonstran di Padang juga terjadi di sejumlah daerah dan berbagai kalangan.


"DPRD Sumatera Barat sangat menanggapi apa yang disampaikan oleh Mahasiswa/i karena masalah ini juga terjadi di berbagai daerah dan tidak hanya di Sumatera Barat. Tetapi karena kewenangannya ada di pusat, kami akan terus menyampaikan aspirasi melalui DPR RI," katanya di depan Mahasiswa/i.



Dia menambahkan, Ketua DPRD Sumatera Barat berjanji untuk secara pribadi mewakili aspirasi mahasiswa yang meminta persetujuan demonstrasi karena itu bukan kewenangan mereka.


Di sisi lain, masyarakat yang hadir di demonstran yang tidak ingin nama mereka disebutkan mengatakan, "Jika tuntutan Mahasiwa/i terhadap Undang-Undang Omnibus Law tidak ditanggapi maka di negeri ini akan menjadi berisik, baik di pusat dan maupun di daerah dalam pemerintah Jokowi, "tutupnya (sanca)






SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.