Latest Post

Jakarta, SancaNews.Com — Jakarta - Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi, mengatakan tak akan berbicara dulu di hadapan publik selama setahun.
"Saya belajar dulu. Semua yang permulaan kan sulit ya. Harus belajar dulu, mengamati-amati dulu," kata dia kepada awak media di Kompleks Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Sabtu, 29 Februari 2020. "Nanti rencananya kalau ada wawancara harus pakai draf agar saya tidak kepleset. Ini demi kebaikan republik," kata dia.

Yudi sebenarnya dijadwalkan berbicara sebagai salah satu narasumber dalam acara dialog kebangsaan dan peluncuran buku 'Ulama dan Negara Bangsa' di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta pada Sabtu, 29 Februari 2020. Namun, saat menyampaikan pidato sambutan, ia menolak dan memilih berbicara hanya sebagai mantan rektor kampus itu.

"Saya tidak bisa jadi narasumber karena saya takut nanti keluar kalimat-kalimat yang bisa lain. Aku lagi dilatih 'puasa ngomong'," kata dia.

Yudian pernah menjadi sorotan saat menyebut bahwa musuh terbesar Pancasila adalah agama. Pernyataan itu memancing riak. Bahkan beberapa organisasi mendesak Presiden Joko Widodo atau Jokowi mencopot Yudian.

Kepada Tempo, Yudian menganggap, reaksi masyarakat atas pernyataannya tentang agama dan Pancasila menandakan perlu ada tukar pikiran dan masukan.

Dia menilai masyarakat salah memahami konteks pernyataannya. Rektor UIN Sunan Kalijaga itu mengatakan bahwa agama bukanlah musuh Pancasila.

Menurut Yudian Wahyudi, musuh Pancasila adalah perilaku orang-orang berpikiran ekstrim yang mempolitisasi agama dan menganggap dirinya mayoritas. “Agama direduksi hanya pada poin kecil yang mereka mau, menutup yang lain. Nah, kelompok ini pada kenyataannya di masyarakat minoritas, tapi mereka mengklaim mayoritas," katanya.





Sumber: tempo.co



Jakarta, SancaNews.Com — Sejumlah kalangan memprediksi periode kedua pemerintahan Joko Widodo bakal tumbang karena berbagai faktor. Direktur Sabang-Merauke Circle, Syahganda Nainggolan bahkan memprediksi mantan walikota Solo itu tumbang di pertengahan masa jabatan. Prediksi itu didasari kondisi ekonomi yang loyo dan 100 hari kerja Jokowi-Maruf yang tidak optimal.



Sementara itu, pengamat politik dari Indonesia Political Opinion Dedi Kurnia Syah menilai Jokowi bisa cepat tumbang jika tidak ada manuver politik dari partai koalisi di parlemen. Artinya, Jokowi masih akan tetap bertahan.



“Tidak ada indikasi mengarah ke sana. Jadi jatuh tidaknya Jokowi bergantung dari Parpol yang mengusungnya, bukan bergantung dari upaya musuh politik,” ujar Dedi kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (1/3).



Menurutnya, banyaknya hantaman terhadap kinerja Presiden Joko Widodo di 100 hari kerjanya merupakan hal yang wajar, namun tidak bisa disimpulkan Jokowi bakal tumbang karena hal tersebut.



“Kekecewaan sebagian publik dengan kinerja kepemimpinan Jokowi tidak dapat dihindari, tetapi membawa hal itu pada prediksi kejatuhan rezim, masih terlalu jauh,” paparnya.



Dia menembahkan, posisi Presiden Joko Widodo mirip dengan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Meski DPR sudah melakukan pemakzulan, nyatanya Trump tetap tidak bisa dilengserkan karena mendapat dukungan mayoritas di Senat.



“Tentu saja, selama koalisi masih solid tidak akan ada penjatuhan Jokowi. Dan melihat kondisi parlemen, sangat sulit ada upaya menjatuhkan,” tandasnya.





Sumber: rmol.id



Jakarta, SancaNews.Com — Pengamat Politik, Syahganda Nainggolan memprediksi rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan jatuh dalam beberapa bulan ke depan. Syahganda Nainggolan menduga hal tersebut akibat dari merebaknya Virus Corona yang makin parah di dunia.

Dilansir dari channel YouTube Realita TV pada Sabtu (29/2/2020), mulanya Syahganda Nainggolan membandingkan kebijakan Arab Saudi dan Indonesia terkait Virus Corona.

“Saya bukan kecewa, ini saya lagi menghitung Jokowi kapan jatuhnya,” kata Syahganda saat ditanya presenter talk show “Sarinya Berita” Rahma Sarita apakah dia kecewa dengan rezim Jokowi, seperti yang sebarluaskan, Sabtu (29/2/2020).

“Tidak dijatuhkan, tidak ada yang jatuhkan, jatuh saja. Ini ramalan saya sebagai pengamat,” lanjut Syahganda di akhir pernyatananya dalam wawancara tersebut.

Syahganda melihat fenomenanya saat ini sudah panic game. Pemerintah dihantam banyak virus, dan bingung mau berbuat apa.

Virus itu antara lain, virus corona, virus Jiwasraya, virus Harun Masiku, virus Asabri, dan virus omnibus law.

“Dalam teori organisasi, panic game itu karena struktur lemah, dan leadernya bakal jatuh. Jadi saya hitung-hitung, kalau corona bisa enam bulan tidak ketemu vaksinnya, mungkin Jokowi di tahun ini, enam bulan lagi bakal jatuh,” terang Syahganda.

Akibat virus dari dalam dan luar negeri itu, Jokowi akan kesulitan mencari uang untuk membiayari rezimnya. Apalagi saat ini, pemerintah sangat membutuhkan ivestasi untuk pembiayaan pembangunan ibukota negara baru.


Diprediksi, di tengah krisis pertumbuhan ekonomi dunia yang rata-rata sekitar 2 persen, dan laju pertumbuhan ekonomi China yang melambat karena virus corona, serta ditambah tidak kuatnya ketahanan ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperdiksi tambah anjlok.

“Bayangan saya pertumbuhan ekonomi kita pada angka 3 sampai 4 persen,” sebut Syahganda yang merupakan Ketua Dewan Direktur Lembaga Kajian Publik Sabang-Merauke Circle (SMC).

Bukti panic game lainnya, diskusi siapa figur calon presiden 2024 sudah mulai dibicarakan, padahal Jokowi dan Maruf Amin baru saja dilantik. Orang-orang partai dan lembaga survei sudah membicarakan suksesi Jokowi.

“Biasanya survei pilres itu jelang dua atau satu tahun. Itu menunjukkan yang existing ini (Jokowi) sudah ditinggalkan orang, sudah mantan. Padahal masih menjabat,” ujar Syahganda.

Dengan banyaknya virus dan fenomena panic game, tambah Syahganda, apa yang dilakukan pemerintah malah tidak nyambung. Pemerintah terlihat hanya sibuk mencari investor ke luar negeri untuk mendanai ibukota negara baru.

Dan tambah aneh lagi, di luar akal sehat pemerintah mengucurkan dana sebesar Rp 72 miliar untuk media dan influencer dalam rangka promosi wisata. (sanca)



Sumber : acehsatu.com


Babel, SancaNews.Com - Kongres Umat Islam (KUI) VII resmi ditutup oleh Menteri Agama Fachrul Rozi, Jumat malam (28/2/2020) di Pangkal Pinang Bangka Belitung. Dari kegiatan ini, ada sejumlah poin rekomendasi yang disepakati bersama. Antara lain minta pembubaran Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) dan menolak RUU Omnibus Law. Selain itu, juga RUU Ketahanan Keluarga.

Alasan BPIP direkomendasikan dibubarkan segera karena telah menjadi lembaga tunggal penafsir ideologi negara. Sementara dalam Deklarasi Bangka KUI VII menyatakan, bahwa Pancasila adalah kristalisasi nilai ajaran agama dan merupakan kesepakatan nasional (mistaq al-wathani).

Forum KUII VII menilai omnibus law Cipta Kerja dan RUU Ketahanan Keluarga tidak berpihak kepada kemaslahatan umat dan bangsa. Masalah juga dinilai terdapat pada RUU lainnya, yaitu RUU Minuman Beralkohol, RUU PKS, serta revisi UU KUHP.

“Mendorong legislator agar menolak dengan tegas RUU Omnibus Law tentang Cipta Lapangan Kerja, RUU Minuman Beralkohol, RUU PKS, RUU Ketahanan Keluarga, revisi UU KUHP dan semua RUU yang tidak berpihak kepada kemasalahatan umat dan bangsa,” ungkap anggota Komisi Fatwa MUI Abdurahman Dahlan saat membacakan rekomendasi hasil KUII VII di Hotel Novotel Bangka and Convention Centre, Bangka Tengah, Kepulauan Bangka Belitung, Jumat (28/2/2020) malam mengutip laman hajinews.id, Sabtu, (29/2/2020).

Selain RUU, KUII VII juga menyoroti persoalan penafsiran atas Pancasila yang belakangan dinilai menimbulkan polemik. Mereka menilai BPIP tak diperlukan dan sebaiknya dibubarkan.

“Mengembalikan kewenangan penafsiran Pancasila kepada MPR sebagaimana yang diamanahkan oleh sila ke empat Pancasila. Karena itu, keberadaan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) tidak diperlukan, dan mendesak Presiden untuk membubarkan BPIP,” ucap Dahlan.

Rekomendasi lainnya adalah tentang ekonomi kerakyatan, penguatan sistem ekonomi syariah, pemajuan pendidikan, evaluasi hukum, pemajuan pendidikan, hingga pemberdayaan UMKM termaktub dalam naskah rekomendasi KUII VII.

Beberapa poin rekomendasi itu seperti ‘Mensosialisasikan konsep filantropi Islam yang ideal untuk berkontribusi pada penguatan ekonomi keumatan sesuai prinsip universal (rahmatan lil’alamin) dan berkeadilan dalam bingkai ke-Indonesia-an’, serta mendorong pemerintah untuk ‘Memberikan kemudahan dalam pembiayaan dan pemanfaatan lahan bagi pelaku UMKM dalam rangka kebangkitan ekonomi umat untuk pemerataan kesejahteraan’.

Rekomendasi tersebut adalah hasil pembahasan yang melibatkan lebih 800 peserta dari berbagai kalangan ulama, cendikiawan muslim, hingga perwakilan ormas Islam. Rekomendasi diharapkan bisa menjadi solusi bagi masalah umat dan bangsa, serta mendorong kemajuan umat.[sanca]







Jakarta, SancaNews.Com - Jakarta, SancaNews.Com - Asosiasi Masyarakat Kepulauan Seribu menggelar aksi protes atas penggunaan Pulau Sebaru Kecil sebagai lokasi observasi 188 warga negara Indonesia (WNI) yang dievakuasi dari Kapal Pesiar World Dream. Jumat (28/2).

Ketua DPD II KNPI Kepulauan Seribu, Lukman Hadi mengatakan aksi yang digelar di depan Gedung Balai Kota DKI Jakarta pada Jumat (28/2) itu ditujukan kepada semua elemen pemerintah. Namun demikian, mereka batal menggelar aksi di Istana Negara sebagaimana undangan yang disebar ke media.

"Tadi kami berorasi di depan Balaikota saja. Di pinggir jalan. Di sana kita datang, hanya gelar poster, lalu kita penyampaian surat terbuka," ujarnya. 

Lukman Hadi mengatakan bahwa surat terbuka yang dibuat ditujukkan kepada Presiden Joko Widodo. Dalam surat tersebut, masyarakat meminta pemerintah Indonesia untuk mengkaji ulang rencana observasi 188 WNI Anak Buah Kapal Pesiar World Dream.

Hal itu disampaikan karena observasi di Pulau Sebaru menimbulkan keresahan dan kekhawatiran serta ketakutan yang luar biasa masyarakat. "Lantaran kita semua sudah mengetahui dampak dari virus corona (Covid-19) dari publikasi media selama ini," ungkap surat terbuka tersebut dirilis rmol.id.

Disebutkan pula masyarakat Kepulauan Seribu meminta hak dasar mereka sebagai warga negara, seperti yang diamanatkan dalam UUD 1945 untuk mendapat jaminan hidup sehat dan terlindungi dari ancaman bahaya dapat dipenuhi, jika Pulau Sebaru tetap dijadikan lokasi observasi.

"Kita sebenarnya tidak menolak. Kita hanya minta kepada presiden untuk meninjau ulang keputusan observasi di Pulau Sebaru. Jadi kita minta itu tetap dilakukan di KRI Soeharso," ujar Lukman Hadi.

"Kenapa seperti itu? Karena kapal itu (KRI Soeharso) kapal rumah sakit yang setipe dengan rumah sakit tipe B. Jadi semua alat dan fasilitasnya jauh lebih lengkap," tandasnya. (sanca)





SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.