Latest Post


Wakil Sekjen Partai Demokrat Andi Arief mengklaim jumlah massa Reuni Alumni 212 melebihi jumlah massa aksi reformasi pada 1998

JAKARTA, SancaNews.Com – Wakil Sekjen Partai Demokrat Andi Arief mengklaim jumlah massa Reuni Alumni 212 melebihi jumlah massa aksi reformasi pada 1998 silam ketika ribuan mahasiswa menuntut Soeharto mundur dari kursi presiden.


Andi yang juga mantan aktivis 1998 itu juga menyebut massa reuni 212 lebih besar daripada gerakan mahasiswa pada 1966 dan 1974 di Indonesia.


Bahkan, Andi juga berani mengatakan massa Reuni 212 melebihi revolusi Bolshevik atau Revolusi Oktober di Rusia yang dipimpin Vladimir Ilyich Lenin pada 1917, juga di aksi massa yang bersejarahnegara lain.


"Jumlah orang yang berkumpul di [reuni] 212 jauh di atas semua konsentrasi orang pada perubahan 1966, 1974, 1998. Bahkan jauh di atas revolusi Prancis, revolusi Bokshevik Rusia, protes gaji dan BBM di Prancis awal tahun 2000, pemberontakan Qwangju tahun 1980 di Korea, " Tutur Andi melalui pesan singkat, Rabu (5/12).


Andi tidak menyebut angka jumlah massa Reuni 212 menurut perkiraannya secara gamblang. Dia lebih ingin menggarisbawahi makna di balik Reuni 212. dirilis cnnindonesia.com


Menurutnya, Reuni 212 adalah revolusi diam karena tidak ada tuntutan yang disuarakan. Oleh karena tidak ada tuntutan yang dilontarkan, maka menurut Andi, massa yang sama akan kembali berkumpul dalam jumlah yang besar pada kemudian hari. Pada saat itulah tuntutan yang sebenarnya bakal menggema.


"Pasti akan muncul tuntutan sejatinya entah kapan momentumnya," ujar pria yang juga pernah menjadi staf khusus presiden di era kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono tersebut.


Meski menyebut Reuni 212 sebagai revolusi diam, Andi tetap menilai ada maksud di balik itu. Menurutnya, ada dua hal yang ingin disampaikan massa dalam momen tersebut meski tidak terucap secara tersurat.


"Reuni 212 2018 adalah revolusi diam. Pisau bermata dua, bisa ke Pilpres 2019 bisa juga mengarah pada koreksi total. Minta perubahan total melebihi reformasi," kata Andi.


Sebelumnya, atas Reuni Aksi 212 yang berlangsung pada 2 Desember 2018 lalu ada perbedaan klaim soal jumlah massa yang hadir dalam kegiatan di kawasan Monas dan sekitarnya di Jakarta Pusat. Kepolisian menyatakan jumlah massa yang hadir sekitar 40 ribuan, sementara penggiat aksi 212 mengklaim jumlah massa mereka yang hadir mencapai mencapai angka jutaan.


Belakangan, calon presiden Prabowo Subianto memperkirakan jumlah massa Reuni 212 mencapai 11 juta orang.(sanca)








 Aksi Massa Mujahid 212 tuntut Jokowi mundur


JAKARTA, SancaNews.Com – Massa aksi 212 mulai berorasi di Pintu Barat Monas dekat Patung Arjuna Wiwaha, Jakarta. Massa 212 menyerukan untuk menjatuhkan Presiden Joko Widodo, Jumat (21/2/2020).


Orator dari Forum Ukhuwah Islamiah Sulawesi Selatan Abdullah Maher dengan berapi-api meminta agar praktik-praktik korupsi di Indonesia disikat habis. Dia meminta agar koruptor ditindak sesuai hukum yang berlaku.


"Kami dari Sulsel alhamdulillah pada waktu yang lalu melakukan aksi yang sama di depan gedung DPRD Sulsel menuntut para koruptor yang ada di Jiwasraya, Asabri, dan lainnya untuk ditegakkan hukum sesuai dengan hukum yang berlaku," katanya, dirilis teropongsenayan.com.


Dirinya juga menyerukan agar segala persoalan di tanah air dengan cara revolusi dengan menjatuhkan Presiden Jokowi dari jabatannya.


"Hanya satu, solusinya adalah revolusi, jatuhkan Jokowi karena sumber malapetaka. Allahu Akbar," ucapnya.


Tak hanya itu, massa yang diikuti pria dan wanita ini membawa bendera hingga membentangkan spanduk-spanduk. Ada spanduk bertulisan "Ayo Tumbangkan Rezim Korup".


Spanduk tersebut terbentang di bagian samping mobil komando. Mobil tersebut terparkir di depan Patung Arjuna Wiwaha, Monas.


Selain spanduk bertulisan "Ayo Tumbangkan Rezim Korup" itu, mobil komando tersebut ditempeli tulisan-tulisan lain, seperti "FPI Garda NKRI". Di bagian kaca mobil depan tertulis "Pembela Agama dan Negara". (sanca)








Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta

SancaNews.Com - Sejumlah alumni Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta mengeluhkan belum menerima ijazah usai diwisuda. Para alumni ini diwisuda pada Rabu (12/2) yang lalu. Hingga saat ini ijazah yang ditunggu belum juga didapatkan.

Salah seorang wisudawan, Haydar Nabris (23) mengatakan belum mendapatkan ijazah dari UIN Sunan Kalijaga. Bahkan belum ada jawaban pasti dari pihak UIN Sunan Kalijaga kapan ijazah itu akan didapatkan oleh Haydar.

"Wisuda tanggal 12 Februari 2020 kemarin. Sampai sekarang belum menerima ijazah. Pihak kampus belum bisa ngasih keterangan lebih lanjut. Setiap ditanya hanya dijawab 'tunggu saja'," ujar Haydar saat dihubungi, Kamis (20/2).

Menanggapi hal ini, Plt Rektor UIN Sunan Kalijaga, Sahiron Syamsuddin membenarkan masalah sejumlah alumni UIN Sunan Kalijaga yang belum menerima ijazah. Sahiron menerangkan semua ijazah bagi wisudawan sudah dicetak oleh pihak kampus. Hanya saja Rektor UIN Sunan Kalijaga Yudian Wahyudi belum menandatangani ijazah tersebut.

Sahiron menerangkan ijazah yang belum ditandatangani ini karena kesibukan Yudian bertransisi dengan jabatan barunya sebagai Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

Sahiron menjabarkan Yudian dilantik menjadi Kepala BPIP pada 5 Februari 2020. Sahiron memaparkan sebagian besar ijazah yang masuk sebelum pelantikan Kepala BPIP sudah ditandatangani oleh Yudian.

"Memang ada yang belum selesai ditandatangani karena kesibukan Pak Yudian waktu itu. Apalagi beliau juga mempersiapkan diri sebagai Kepala BPIP," ujar Sahiron dilansir merdeka.com.

Sahiron menerangkan dalam waktu dekat ini, masalah tandatangan ijazah akan segera ditandatangani. Sahiron menuturkan dia akan segera menemui Yudian terkait tandatangan ijazah itu.

"Prof Yudian sejak dulu mengutamakan ijazah karena sangat penting bagi alumni. Ya dalam waktu dekat ini, kalau Pak Yudian ke Yogya kemudian mampir kemudian menandatangani apa yang menjadi kewajiban beliau. Nanti akan kami urus atau mungkin kami bawa ke Jakarta atau seperti apa lihat nanti," papar Sahiron.(sanca)










SancaNews.Com - Perusahaan Listrik Negara diminta melakukan penyelidikan internal setelah Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS) menuntut dua orang WNI diduga terlibat dugaan suap guna memenangkan tender proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Tarahan, Lampung, pada 2003 silam.

Temuan Departemen Kehakiman AS juga mengungkap dugaan keterlibatan pimpinan PLN dan anggota DPR saat itu dalam kasus tersebut, sehingga PLN diminta pula untuk menyelidiki temuan tersebut.

Hal tersebut disampaikan oleh Danang Widoyoko, sekretaris jenderal lembaga antikorupsi Transparansi Internasional Indonesia, Rabu (20/02).

Menurutnya, satuan pengawas internal dalam tubuh PLN harus segera bertindak guna menjaga nama baik PLN di tingkat global.

"Mestinya satuan pengawas internalnya harus segera bertindak, meskipun kasus lama, tapi ini mencoret nama PLN di [tingkat] global.

"Kejadiannya terbongkarnya di Amerika dan ini membuat citra PLN jadi buruk. Menurut saya ini harus direspon PLN dengan segera melakukan pemeriksaan internal, mengecek siapa saja waktu itu yang terlibat. Jika masih ada dan belum pensiun, [pelakunya] harus segera [diselidiki] juga," ujar Danang kepada BBC News Indonesia.

Dia menambahkan, "Yang saya kira penting bagi PLN adalah memastikan apakah pada kasus itu peluang-peluang [penyuapan] masih terbuka hingga sekarang ini, untuk mencegah kasus serupa tidak terjadi lagi."


Apa tanggapan PLN?

Dwi Suryo Abdullah, wakil presiden relasi publik PLN mengatakan bahwa pihaknya masih harus mempelajari tuntutan tersebut sebelum berkomentar.

Ketika ditanya apakah PLN akan melakukan penyidikan internal, ia mengatakan bahwa jika suatu kasus korupsi sudah diselidiki oleh penegak hukum, maka PLN tidak akan menyelidiki secara internal.

"Case-nya Pak Sofyan [Basir] apa memang [penyidikan] internal dilakukan? Tidak juga. Karena itu sudah ditangani KPK jadi ya sudah di KPK tanyanya," katanya kepada BBC (19/02), merujuk pada mantan direktur utama PLN Sofyan Basir yang November lalu divonis bebas setelah disangka terlibat kasus dugaan suap berkaitan dengan proses kesepakatan proyek Independent Power Producer Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-1.

Sementara itu, kepada BBC News Indonesia, pelaksana tugas Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri mengatakan bahwa ia masih harus mempelajari dan meneliti dakwaan terhadap dua WNI tersebut sebelum berkomentar lebih lanjut.


Seperti apa tuntutan Departemen Kehakiman AS?

Departemen Kehakiman Amerika Serikat pada Selasa (18/02) mengumumkan telah mengenakan tuntutan kepada dua mantan petinggi anak perusahaan Alstom S.A., perusahaan energi dan transportasi asal Prancis, di Indonesia, Reza Moenaf dan Eko Sulianto, atas konspirasi pelanggaran Undang-Undang Praktek Korupsi di Negara Asing milik AS, atau dikenal dengan nama FCPA, dan pencucian uang.

Selain itu, penegak hukum AS juga menuntut Junji Kusunoki, mantan wakil manajer umum Departemen Proyek Energi Luar Negeri untuk Marubeni Corporation, konglomerasi dagang dan investasi asal Jepang, dengan pasal-pasal yang sama.

Reza, Eko, dan Junji, dan beberapa orang lainnya, diduga menyuap sejumlah pejabat di Indonesia, termasuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pimpinan PLN, pada 2003, ungkap Departemen Kehakiman AS.

Dugaan suap itu, lanjutnya, guna memenangi tender pembangunan proyek PLTU Tarahan yang bernilai 118 juta dollar AS, seperti dikutip dari pernyataan resmi Departemen Kehakiman AS.

Disebutkan, untuk menyembunyikan pembayaran tersebut, ketiganya diduga mempekerjakan dua konsultan untuk membayarkan suap ke sejumlah pejabat di Indonesia, meski di atas kertas perusahaan konsultan tersebut memiliki tugas untuk memberikan jasa konsultasi terkait proyek Tarahan.

Dalam pernyataannya, Departemen Kehakiman AS menjabarkan sebuah surat elektronik antara Reza, Eko, dan pelaku suap lainnya pada tahun 2003 yang mengatakan bahwa pejabat PLN saat itu khawatir apakah uang yang diterimanya kecil, sepantaran "uang saku", atau akan cukup besar, mengingat nilai proyek Tarahan yang akan dinikmati oleh konsorsium Alstom jika mereka menang tender.

Pada akhirnya konsorsium tersebut menang tender proyek pembangunan PLTU Tarahan pada Mei 2004 dan membayarkan sejumlah uang kepada perusahaan konsultasi, yang diduga diteruskan ke pejabat-pejabat di Indonesia, kata Departemen Kehakiman AS.


Siapa pejabat PLN yang diduga terlibat?

Pengamat energi, Fabby Tumiwa, yang juga Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), mengatakan kasus yang melibatkan mantan petinggi Alstom Indonesia tersebut adalah kasus lama yang penerima suapnya, mantan anggota DPR Emir Moeis, telah divonis tiga tahun penjara pada 2014.

Meski demikian, nama petinggi PLN tersebut hingga kini belum terungkap. "Sudah ada sidang di 2014 yang memberikan keputusan [dalam] sidangnya itu terbukti Alstom memberikan suap kepada anggota DPR dan [petinggi] PLN, sampai sekarang [nama petinggi] PLN tidak diungkap. Di Indonesia, Emir Moeis yang ditangkap KPK berkaitan dengan kasus itu," kata Fabby.


Apa peran eks anggota DPR Emir Moeis dalam kasus ini?

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 2014 memutuskan bahwa Emir, bekas ketua Komisi IX DPR, terbukti menerima 357.000 dollar AS dari PT Alstom Power Incorporated Amerika Serikat dan Marubeni Incorporate Jepang melalui perusahaan konsultasi Pacific Resources.

Perusahaan energi raksasa Alstom dan Marubeni juga mengaku bersalah melanggar FCPA. Alstom pun telah dikenakan denda sebesar 700 juta dollar AS oleh Departemen Kehakiman AS, sementara itu Marubeni dikenai denda sebesar 88 juta dollar AS.

Menurut data Indonesia Corruption Watch (ICW), terdapat 21 kasus dugaan korupsi, suap, penggelembungan tarif, dan sejenisnya yang melibatkan PLN yang terungkap dari tahun 2015-2019.

Hal ini lantaran PLN merupakan penyedia jasa listrik utama di Indonesia dengan capital expenditure atau capex yang mencapai 100 triliun rupiah untuk menyediakan perangkat pembangkit dan jaringan listrik.

"Setiap tahun itu PLN membangun [pembangkit listrik] 3000-5000 megawatt. Baik dibangun sendiri maupun oleh swasta. Anda bisa bayangkan, PLN dengan nilai capex mencapai kira-kira 80-100 triliun rupiah untuk perangkat pembangkit listrik dan jaringan listrik... Kita bisa bayangkan, dengan nilai yang sebesar itu, banyak sekali orang yang ingin mendapatkan kue itu," ujar Fabby.

"Jadi dengan kebutuhan atau pengeluaran yang sedemikian besar, proyek-proyek PLN menjadi incaran banyak pihak, baik secara positif atau negatif, sampai melakukan tindakan penyuapan dan lain sebagainya. Kalau kita lihat di jaman dulu ini membuka banyak kesempatan karena tata kelola pengawasan lemah," tambahnya.


Perbaikan dalam tubuh PLN

Meski demikian, Fabby menilai bahwa PLN telah menyadari keburukan praktiknya di masa lalu dan tengah berusaha memperbaiki diri.

Menteri Badan Usaha dan Milik Negara (BUMN) Erick Thohir telah menunjuk Amien Sunaryadi sebagai Komisaris Utama PLN mendampingi Direktur Utama Zulkifli Zaini.

Amien dikenal memiliki rekam jejak yang baik sebagai Wakil ketua KPK periode 2003-2007, di mana ia dikenal sebagai seseorang yang progresif dan berpengalaman melakukan pemberantasan korupsi yang menyangkut nama-nama penting, kata Fabby.

"Dari PLN dalam 10 tahun terakhir ada perbaikan, dan dengan direksi yang baru juga mereka coba koreksi dan komisarisnya juga berkomitmen," ujar Fabby.

Sementara itu, Danang Widoyoko dari Transparansi International Indonesia mengatakan bahwa PLN masih harus meningkatkan standar operasinya guna memenuhi prinsip-prinsip dan standar anti korupsi global.

"PLN sudah berusaha tapi ada pasang surutnya dan faktor eksternalnya tidak mudah dihadapi oleh PLN sendiri. Kita tidak tahu apakah di pembangkit-pembangkit listrik PLN yang lain standarnya sama juga, apalagi pemerintahan Joko Widodo kini menggencot [pembangkit listrik] 35.000 megawatt," kata Danang.

"Akhirnya ketika ditargetkan itu, percepatan itu menjadi prioritas bukan pemenuhan standar-standar good governance -nya, kepastian tidak ada korupsinya, jadi semua jalan dulu. Jadi saya kira ini resiko pemberantasan korupsinya masih akan tinggi ke depan karena pemerintah fokus pada pencapaian target-target bukan standar-standar pemberantasan korupsi global," tambahnya.


Indeks kemudahan berbisnis

Lebih lanjut, pengamat energi Fabby Tumiwa dari IESR mengatakan bahwa dakwaan baru terkait proyek PLTU Tarahan tersebut tidak akan mempengaruhi indeks kemudahan berbisnis Indonesia dan investasi asing.

Indonesia sendiri mencatatkan perbaikan Indeks Persepsi Korupsi tahun ini menjadi 40, atau berada di peringkat 85 dari 180 negara, katanya.

"Saya kira kalau kasus Tarahan diumumkan sekarang itu tidak terlalu banyak berpengaruh. Tapi kita lihat salah satu indikator yang diperhatikan investor adalah iklim investasi dan itu bagian dari kemudahan berbisnis.

"Investor juga melihat apakah korupsi, penyuapan itu [marak] atau tidak, karena kalau mereka ingin mengurus ijin tapi harus bayar suap, uang pelicin, itu tentu mereka tidak mau karena itu extra cost," kata Fabby.

Selain itu, Danang dari Transparansi Internasional Indonesia mengatakan bahwa sebagian besar investor asing di Indonesia saat ini nampaknya lebih mementingkan kemudahan berinvestasi ketimbang praktik-praktik berbisnis yang baik.

"Di Indonesia investasi dari Amerika Serikat dan Eropa kan berkurang, yang dikejar ini kan investasi dari China dan Timur Tengah, yang relatif standarnya di bawah AS dan Eropa kalau soal prinsip anti korupsi," kata Danang.

"Nah ini yang kemudian masih terlalu dini menilai apakah ini berdampak pada investasi, karena bagi investor dari China dan Timur Tengah tidak terlalu penting soal good governance, tapi bagaimana pemerintah memudahkan investasi masuk."




Sumber : bbc.com






Jakarta, SancaNews.Com - Pernyataan Kepala Badan Penguatan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi, yang mengatakan agama musuh terbesar dari Pancasila dinilai telah melanggar hukum. Karena itu, Yudian diminta untuk mempertanggungjawabkan pernyataannya tersebut.

Pakar Sosiologi Hukum dan Filsafat Pancasila, Prof Suteki, memastikan bahwa Ketua Badan Penguatan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi, dalam keadaan tidak tertekan saat menyampaikan pernyataan bahwa agama musuh terbesar dari Pancasila.

"Saya telusuri, videonya ada, lalu berita-berita online juga ada, dan saya melihat betul videonya itu dinyatakan dalam kondisi tidak tertekan. Tidak dalam kondisi stres, tidak dalam kondisi gila, tidak dalam kondisi yang terpapar apapun. Kalau menurut saya begitu," kata Prof Suteki dalam program ILC tvOne, Selasa malam, 18 Februari 2020.

Karena itu, Kepala BPIP bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya. Apa yang disampaikan bahwa agama musuh terbesar Pancasila, telah menimbulkan dampak yang sangat luas. Bukan hanya di dunia maya,tapi juga di dunia nyata. Menimbulkan pro dan kontra.

Menurut Prof Suteki, pernyataan Kepala BPIP disampaikan pada tanggal 12 dan diklarifikasi pada tanggal 13. Tapi menurutnya, klarifikasi itu justru makin membuat blunder. Dikatakan oleh Yudian, bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kita harus menggeser kitab suci ke konstitusi. Bahkan, sampai pada pernyataan bahwa konstitusi itu di atas kitab suci.

Pernyataan ini justru menimbulkan dampak yang lebih luas lagi. Apa yang disampaikan Yudian menimbulkan ketidakpercayaan terhadap yang bersangkutan dan juga Badan Penguatan Ideologi Pancasila (BPIP).

"Bahkan sampai ada pleseten, BPIP itu badan perusakan ideologi Pancasila. Ada juga yang mengatakan badan pengalihan isu penting," katanya.  

Menurut Prof Suteki, bila keadaan ini dibiarkan, bisa saja ada pernyataan bahwa BPIP itu justru musuh terbesar Pancasila. Maka reaksi yang kemudian lebih jauh, bubarkan BPIP atau copot Kepala BPIP Yudian Wahyudi.   

"Dari video itu, dalam 39 menit, kemudian pernyataan 'Ya kalau kita mau jujur, musuh terbesar Pancasila ya agama'. Itu hanya beberapa detik dan betul, tapi adalah kesimpulan yang menurut saya sangat berbahaya," katanya.

Karena itu, apa yang dinyatakan Yudian telah menyimpang dari hukum. Bahkan Suteki menilai Yudian jelas-jelas telah melanggar Pasal 156 tentang Penodaan Agama.

Lebih lengkap lihat video pernyataan Prof Suteki dalam tayangan ILC tvOne di bawah ini.




Sumber : vivanews.com

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.