Jakarta, SNC - Pemerintah siap mengajukan 2 (dua) Rancangan Undang-Undang (RUU) kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yaitu RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan RUU Omnibus Law Perpajakan. Kedua RUU Omnibus Law tersebut disiapkan untuk memperkuat perekonomian nasional dengan meningkatkan ekosistem investasi dan daya saing Indonesia, terutama dalam menghadapi ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global.
Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja mencakup 11 klaster, yaitu: 1) Penyederhanaan Perizinan, 2) Persyaratan Investasi, 3) Ketenagakerjaan, 4) Kemudahan, Pemberdayaan, dan Perlindungan UMK-M, 5) Kemudahan Berusaha, 6) Dukungan Riset dan Inovasi, 7) Administrasi Pemerintahan, 8) Pengenaan Sanksi, 9) Pengadaan Lahan, 10) Investasi dan Proyek Pemerintah, dan 11) Kawasan Ekonomi.
Sementara itu Omnibus Law Perpajakan yang telah disiapkan Kementerian Keuangan mencakup 6 pilar, yaitu: 1) Pendanaan Investasi, 2) Sistem Teritori, 3) Subjek Pajak Orang Pribadi, 4) Kepatuhan Wajib Pajak, 5) Keadilan Iklim Berusaha, dan 6) Fasilitas.
Menurut Audrey O Brien (2009), omnibus law adalah suatu rancangan undang-undang (bill) yang mencakup lebih dari satu aspek yang digabung menjadi satu undang-undang.
Sementara bagi Barbara Sinclair (2012), omnibus bill merupakan proses pembuatan peraturan yang bersifat kompleks dan penyelesaiannya memakan waktu lama karena mengandung banyak materi meskipun subjek, isu, dan programnya tidak selalu terkait.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan draf omnibus law akan segera diajukan ke DPR. Draf maksimal diajukan pekan ini.
"Oleh sebab itu, maksimal minggu depan kita akan mengajukan pada DPR. Kita akan ajukan pada DPR yang namanya omnibus law," kata Jokowi di Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan Tahun 2020, di Ritz Carlton, Sudirman, Jakarta, Kamis (16/1/2020).
"Minggu depan akan kita serahkan kepada DPR secara resmi. Kalau ini selesai kita akan menginjak tahapan berikutnya," imbuh dia.
Jokowi mengatakan nantinya ada 79 undang-undang dengan 1.244 pasal yang akan direvisi sekaligus. UU tersebut direvisi lantaran dinilai menghambat investasi.
"Di dalamnya ada 1.244 pasal yang akan direvisi, yang itu kita lakukan karena pasal-pasal ini menghambat kecepatan kita dalam bergerak untuk respon perubahan-perubahan yang ada di dunia. Kalau UU kita kaku, perubahan yang ada tidak bisa kita respons dengan cepat. Kita tercegat aturan yang kita buat," ujarnya.
Puluhan ribu buruh menggelar demontrasi di depan gedung DPR/MPR Jakarta, Senin (20/1/2020). Aksi dilatarbelakangi penolakan mereka terhadap Omnibus Law yang sedang dikerjakan pemerintah pusat.
"Untuk menolak gerakan Omnibus Law ini. Pada hari Senin anggota yang tergabung dengan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan afiliasi lainnya akan turun sebanyak 25 ribu anggota," ujar Sekjen FSPMI Riden Hatam Aziz di LBH Jakarta, Sabtu (18/1/2020).
SPI secara resmi menolak hadirnya Omnibus Law. Mereka mengancam bila peraturan itu disahkan, maka buruh akan mengadakan pemogokan massal di seluruh Indonesia.
Riden mengaku sudah mengonsolidasikan pernyataan sikap ke seluruh anggota KSPI. Termasuk afiliasi serikat di provinsi lain.
"Bila aspirasi kami tidak digubris, kami akan mengosongkan pabrik-pabrik dan kami yakin seluruh karyawan ditempat lainnya akan melakukan hal yang sama," katanya.
Ia mengklaim pemogokan massal akan terus berlangsung sampai Omnibus Law dihapus atau direvisi. Ketua Harian KSPI Muhamad Rusdi mengatakan demo menolak Omnibus Law juga akan digelar di Aceh, Batam, Semarang dan kota besar lain.
Isu ketenagakerjaan memang menjadi polemik dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Meski draf resmi RUU belum dirilis, KSPI telah mengeluarkan 6 poin keberatan sebab dianggap mengancam kesejahteraan buruh.
Poin yang disoroti antaranya ada upaya menghilangkan upah minimum. Presiden KSPI Said Iqbal memandang pemerintah hendak menerapkan sistem upah per jam.
Dengan kata lain, pekerja yang bekerja kurang dari 40 jam seminggu, maka upahnya otomatis akan di bawah upah minimum, seperti dilansir cnbcindonesia.com, (sanca)