Latest Post

Jokowi bersama staf khusus milenial

Jakarta, SancaNews.Com - Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman menilai wajar apabila staf khusus Presiden mendapat hak keuangan atau gaji sebesar Rp51 juta. Menurut dia, staf khusus bekerja 24 jam meski tak setiap hari bertandang ke Istana.

"Ya kan mereka bekerja 1x24 jam. Jadi enggak main-main loh kerjaan stafsus itu," kata Fadjroel saat dikonfirmasi, Sabtu (23/11).

Fadjroel menjelaskan bahwa staf khusus memang tak harus setiap hari menghadap Presiden. Namun, yang terpenting staf khusus memberikan masukan kepada Presiden untuk pembangunan dan kemajuan Indonesia.

"Setiap stafsus itu boleh berikan masukan kepada presiden 1x24 jam, tapi tidak harus ketemu dengan presiden. Jadi kan enggak setengah-setengah, kami bekerja 1x24 jam.

Aturan gaji sendiri tertuang dalam Peraturan presiden (Perpres) Nomor 144 tahun 2015 tentang besaran hak keuangan bagi Staf Khusus Presiden, Staf Khusus Wakil Presiden, Wakil Sekretaris Pribadi Presiden, Asisten, dan Pembantu Asisten.

Dalam perpres yang diteken Jokowi pada 2015 lalu, dicantumkan bahwa besaran gaji staf khusus adalah Rp51 juta. Hak keuangan merupakan pendapatan yang di dalamnya termasuk, gaji dasar, tunjangan kinerja, dan pajak penghasilan.


Tidak Tiap Hari Datangi Istana

Sebelumnya, Jokowi menyebut tujuh staf khusus dari kalangan milenial akan melakukan kerja bersama dalam membuat program serta terobosan baru dalam menyelesaikan masalah. Menurut dia, tujuh staf khusus tersebut tidak memiliki bidang kerja khusus.

"Stafsus saya yang baru untuk bidang-bidangnya ini kerja barengan gitu. Jadi hanya tadi Mbak Angkie khusus juru bicara bidang sosial. Saya tambahi tugas itu," jelas Jokowi di Istana Merdeka Jakarta, Kamis 21 November 2019.

Namun, mereka bisa memberikan masukan kapan saja. Jokowi mengaku sudah memberikan target kepada ketujuh staf khusus kalangan milenial tersebut.

"Yang penting target yang saya berikan, output-nya bisa dapat dan bisa dimanfaatkan untuk perbaikan sistem yang ada," ucap dia.





Sumber : merdeka.com
 







Jakarta, SancaNews.Com – Organisasi mahasiswa Front Mahasiswa Islam (FMI) menuntut pemerintah Indonesia mencabut pencekalan terhadap Imam Besar FPI Habib Muhammad Rizieq Syihab. 

Tuntutan itu disampaikan FMI dengan menggelar aksi unjuk rasa di depan Kementerian Luar Negeri RI, di Jalan Pejambon, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (22/11/2019). 

“Kita semua berkumpul di sini menuntut cabut pencekalan Habib Rizieq. Jangan asingkan Habib Rizieq. Kita tidak mengemis, itu adalah hak konstitusional warga negara yang wajib dijunjung tinggi oleh negara dan dijalankan,” ungkap Ketua Umum FMI Habib Ali Alatas di lokasi unjuk rasa. 

Tuntutan kedua, kata Habib Ali, mereka meminta agar pemerintah segera mencopot Dubes RI untuk Saudi Arabia Agus Maftuh dengan alasan tidak menjalankan tugas pokok dan fungsi duta besar Indonesia sebagaimana biasanya. 

“Dia banyak bermain opini, seolah-olah membuktikan beliau punya kepentingan politik atas diasingkan Habib Rizieq di luar negeri,” lanjutnya.

Habib Ali juga mengatakan bahwa Habib Rizieq sekarang terasing. Padahal di dalam hukum pidana sudah tidak ada lagi pengasingan di Indonesia. Pengasingan, kata Habib Ali, adalah pekerjaan penjajah, tidak elok jika pemerintah melakukan hal semacam itu.

“Indonesia sebagai negara hukum sudah semestinya menjunjung tinggi konstitusi sebagai dasar negara,” tambahnya.

Pemenuhan hak-hak dan perlindungan hukum setiap warga negara merupakan kewajiban yang diamanatkan oleh UUD 1945, oleh karenanya pemerintah indonesia wajib melindungi dan menjamin setiap hak warga, tanpa membedakan atas dasar perbedaan pendapat politik, agama, ras dan perbedaan pandangan lainnya.

Peserta aksi yang datang dari berbagai daerah itu nampak membawa beberapa poster di antaranya #kamirinduIBHRS’. Ada pula spanduk bertuliskan ‘Kembalikan Hak Habib Rizieq Shihab’.



Sumber : suaraislam.id

Ribuan Umat Muslim di Tasik Malaya turun ke jalan menuntut Sukmawati segera ditangkap dan diadili karena telah menghina umat Islam


Tasikmalaya, SancaNews.Com – Pernyataan kontroversial Sukmawati Soekarnoputri yang dinilai membandingkan Rasulullah SAW dengan Soekarno terus mendapat reaksi dari masyarakat khususnya umat Islam,

Ribuan massa dari berbagai ormas Islam yang tergabung dalam Aliansi Aktivis dan Masyarakat Muslim Tasikmalaya (Almumtaz) hari ini berunjuk rasa menuntut penegakan hukum terhadap Sukmawati Soekarnoputri di Tugu Adipura depan Masjid Agung Kota Tasikmalaya.

Dalam aksinya, massa menuntut aparat penegak hukum untuk segera mengadili putri Proklamator RI itu karena dikhawatirkan akan memicu reaksi yang lebih besar lagi, Jumat (22/11/2019).

“Kami Almumtaz menuntut agar Sukmawati segera ditangkap dan diadili sesuai hukum di Indonesia, karena kami menilai apa yang dia ucapkan telah menghina agama dan melukai hati mayoritas umat Muslim di Indonesia. Sehingga dikhawatirkan ketika prosesnya lambat akan terjadi gerakan besar sebagai perlawanan terhadap penistaan agama,” kata Sekjen Almumtaz, Abu Hazmi kepada wartawan, dilansir Jurnalislam.com.

Abu Hazmi mengatakan, kasus ini adalah kali kedua Sukmawati melakukan penistaan terhadap ajaran Islam. Oleh karenanya, Almumtaz mendesak pemerintah khususnya aparat agar proses hukum kepada adik Ketua DPP PDIP, Megawati Soekarnoputri itu segera dilakukan.

“Kami tetap akan menuntut sampai (Sukmawati) benar-benar diproses hukum, karena bagi kami Islam adalah segalanya,” tegasnya.

Abu Hazmi berharap, ketika hukuman ditegakkan maka tidak akan ada lagi kasus penistaan terhadap ajaran Islam.

“Kalau ada lagi (penistaan terhadapa ajaran Islam), maka negara ini tidak akan kondusif karena negeri umat muslim adalah mayoritas di negeri ini,” ujarnya.

“Kalau dalam pandangan Islam pelehan terhadap Rasulullah atau terhadap ajaran Islam itu hukumannya mati, tetapi karena kita ada di NKRI jadi kita tetap menuntut supaya Sukmawati itu dihukum sesuai hukum yang ada, minimal itu,” paparnya.

Sebelumnya, sejumlah pihak telah melaporkan Sukmawati Soekarnoputri kepada kepolisian karena diduga telah melakukan penistaan terhadap agama.

Selain itu, protes keras juga disampaikan beberapa tokoh nasional seperti Wakil Preseiden, KH Ma’ruf Amin. “Membandingkan Nabi Muhammad dengan Sukarno itu tidak sebanding, tidak tepat. Penyelesaiannya sebaiknya kalau bisa dimediasi itu lebih bagus supaya kita tidak terus berhadap-hadapan,” kata Kyai Ma’ruf di kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (20/11/2019).

Seperti diketahui, Sukmawati membandingkan Nabi Muhammad SAW dengan Proklamator RI Bung Karno. Pernyataan itu dia sampaikan ketika dirinya jadi pembicara diskusi bertajuk ‘Bangkitkan Nasionalisme Bersama Kita Tangkal Radikalisme dan Berantas Terorisme’, Senin (11/11/2019).

“Sekarang saya mau tanya semua, yang berjuang di abad 20 itu Yang Mulia Nabi Muhammad apa Ir Soekarno, untuk kemerdekaan? Saya minta jawaban, silakan siapa yang mau jawab berdiri, jawab pertanyaan Ibu ini,” tanya Sukmawati kepada peserta diskusi. (sanca)



Sancanews.Com - Penistaan dan penodaan agama di rezim sekuler demokrasi, bak cendawan di musim penghujan. Bukan semakin berkurang, justru semakin tumbuh liar. 

Gelombang aksi selevel Aksi Bela Islam 212 dan diikuti dengan aksi Reuni 212 setiap tahunnya, ternyata tidak membuat para penista agama ketakutan. Sebaliknya hari ini, mereka semakin pongah sebab negara yang seolah membiarkan, bahkan membela para penista agama.

Keledai tidak akan terperosok ke lubang yang sama hingga dua kali. Tapi tidak bagi Sukmawati Soekarnoputri, yang melakukan penistaan agama terhadap Islam hingga dua kali. Menolak lupa bagaimana Sukmawati menista azan dan kerudung lewat puisi berjudul “Ibu Indonesia” pada awal April 2018. Kini, dengan entengnya kembali menista bendera Tauhid, Alquran bahkan membandingkan Kanjeng Nabi Saw dengan manusia biasa. Sedihnya penistaan yang diucapkan oleh mulut Bu Suk di lakukan di tengah umat Islam memperingati kelahiran Kanjeng Nabi Saw.

Sukmawati tidak sendiri. Masih di minggu yang sama, publik diresahkan dengan beredarnya video seorang Youtuber, Atta Halilintar, yang diduga melecehkan salat. Linimasa pun dihebohkan dengan penemuan applikasi game online dengan nama Remi Indonesia melalui bendera pengembang Paragisoft. Dalam game online tersebut, muncul kata-kata kasar yang dialamatkan kepada Nabi Muhammad Saw. dan Islam. (viva.co.id, 12/11/2019).

Dalam sepekan saja, tiga kasus penistaan agama terhadap ajaran Islam dan umatnya terjadi di negeri yang katanya menjunjung tinggi demokrasi. Baik dilakukan karena ketidaktahuan atau kesengajaan, maupun karena kebencian terhadap Islam. Tetapi fakta berbicara sistem sekuler demokrasi menjadi tempat yang nyaman bagi para penista. Negara tidak hanya gagal melindungi agama. Tetapi juga gagal menegakan hukum yang tegas dan berkeadilan, serta membuat jera para penista agama.

Sikap negara ini justru bertolak belakang ketika menghadapi para ulama yang hanif. Sebutlah Habib Rizieq Shihab yang hingga hari ini terus dilempari fitnah. Bahkan keterangan beliau terkait pencekalan kepulangan beliau dari Arab Saudi diframing sebagai hoaks. Para pejabat saling tuduh dan lempar keterangan yang menyudutkan Habib Rizieq Shihab. Padahal sejatinya mereka hendak membungkam beliau. Dampak ketakutan yang amat nyata rezim ini terhadap para ulama yang lurus.

Belum kelar kasus pencekalan Habib Rizieq Shihab. Umat Islam kembali dibuat geram dengan kehadiran Ustaz Abdul Somad di KPK yang dipermasalahkan oleh para petinggi KPK. Ketua KPK Agus Rahardjo mengungkap, pimpinan sebenarnya menolak kehadiran yang bersangkutan. Ia mempermasalahkan adanya kontroversi mengenai UAS. Ia juga menuturkan pihaknya akan memeriksa karyawan yang mengundang Ustaz Abdul Somad. Keterangan Agus Raharjo tersebut disampaikan di Gedung MK, Jakarta, Rabu 20 November 2019. (liputan6.com, 21/11/2019). Sikap KPK ini seolah sejalan dengan kepentingan rezim menggoreng narasi radikalisme untuk membungkam suara kritis para tokoh dan ulama.

Maraknya kasus penistaan agama yang terus terjadi, baik berupa penghinaan, pelecehan dan penistaan terhadap Allah Swt., Rasulullah Saw dan ulama. Maupun terhadap ajaran islam berupa syariat, termasuk ibadah. Mendapat respon dari Partai Keadilan Sejahtera ( PKS) yang berkomitmen untuk merealisasikan empat janji politik selama masa kampanye Pemilu 2019. Di mana salah satunya yakni menginisiasi Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan Ulama, Tokoh Agama, dan Simbol Agama. RUU tersebut diharapkan mampu memperluas cakupan undang-undang yang telah ada atau menutup celah kekosongan hukum dalam konteks saat ini. Pertanyaannya, efektifkah RUU tersebut jika terealisasi untuk membungkam mulut busuk para penista agama?

Sejatinya watak rezim sekuler demokrasi adalah menihilkan peran agama dalam seluruh lini kehidupan, termasuk negara. Tidak heran bila rezim ini begitu alergi terhadap Islam dan umatnya. Islamofobia menjadi penyakit kronis rezim ini. Di satu sisi, standar ganda demokrasi telah membuat Islam dan umatnya selalu dirugikan dan menjadi pesakitan. Tidak heran bila rezim selalu berada di sisi para penista. Sedangkan di satu sisi begitu getol membungkam para ulama.

Sesungguhnya penistaan dan penodaan terhadap Islam tidak cukup dihentikan dengan adanya regulasi baru dan penegakan hukum yang tegas dan berkeadilan. Tetapi juga membutuhkan perubahan sistemik. Di mana Islam yang berasal dari Allah Ta’ala dan risalah Kanjeng Nabi Saw ditempatkan sebagai sumber nilai dan aturan seluruh aspek kehidupan.

Ketika Islam ditempatkan sebagai standar seluruh perbuatan manusia, mulai dari level individu hingga negara. Niscaya seluruh warga negara wajib memahami dan mempraktikannya. Dan negara akan menjadi benteng dan garda terdepan dalam melindungi agama. Sehingga para pendengki dan penista tidak akan berani menjalankan aksinya. Sedangkan para ulama ditempatkan di kedudukan yang mulia. 

Jelas hanya Islam yang diterapkan secara kafah yang mampu menghentikan aksi penistaan agama. Negara menjalankan fungsi dan perannya dalam melindungi rakyatnya. Termasuk dalam hal penistaan dan penodaan agama. Berharap kepada sistem sekuler demokrasi dalam menuntaskan kasus para penista, sesungguhnya hanyalah utopia belaka. Wallahu’alam bishshawwab.



Sumber : suaraislam.id




SancaNews.Com - Ustaz Abdul Somad atau biasa disapa UAS tengah menjadi pembicaraan publik. Hal ini lantaran tindakan Ketua KPK Agus Rahardjo yang menegur pegawainya lantaran mengundang UAS untuk mengisi kajian di Kantor KPK.

Menurut Pimpinan KPK, hal itu dikarenakan UAS pernah tersangkut kontroversi, "Ya itu nanti kepada pegawainya kita periksa," kata Agus di Mahkamah Konstitusi Jakarta Pusat pada Rabu (20/11/2019). Ia pun mengaku baru diberitahu pada malam hari sebelum ceramah itu dilakukan pada Selasa (19/11/2019).

Tidak hanya itu, bahkan Agus mengatakan ia sempat melarang pegawai KPK yang terhimpun dalam wadah bernama BAIK untuk menghadirkan UAS namun larangan tersebut tetap diabaikan.

"Malamnya kita diberitahu ada UAS mau kajian Zuhur, kita juga sudah jangan, jangan diundang. Karena beliau di beberapa waktu lalu kan pernah ada kontroversi. Kami mengharapkan kalo yang khotbah di KPK itu orang yang inklusif orang yang tidak berpihak pada aliran tertentu. Harapan kita semuanya begitu," kata Agus.

Juru bicara PA 212, Haikal Hassan buka suara terkait hal tersebut. Ia mempertanyakan sikap Ketua KPK yang justru malah mengurusi hal yang dianggapnya sepele. "Baru kali ini ya Ketua KPK ngurusin ceramah di kantornya, nggak ngurusin yang korupsi yang besar-besar, itu lho yang saya pikirin ya," ujarnya, dilansir dari tayangan di kanal Youtube Talk Show tvOne.

Tak hanya itu, Haikal menduga bahwa penolakan UAS di KPK lantaran didasari oleh kepentingan politik. "Karena beliau bukan pendukung Jokowi, termasuk saya tidak mendukung Jokowi. Sehingga yang sudah ngundang batal, di kementerian dan juga BUMN," ungkap Haikal Hassan.

Haikal mengatakan bahwa kejadian seperti ini telah terjadi sejak satu tahun yang lalu. Dan diperkirakan akan terus terjadi selama kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

"Sejak Ramadhan tahun lalu hingga sekarang belum pernah terputus, dan kira-kira ini lima tahun ke depan pun akan begitu," tuturnya.

Lebih lanjut Haikal akan membuat daftar soal sejumlah nama Ustaz yang mendapatkan penolakan untuk mengisi kajian di sejumlah Kementerian maupun perusahaan BUMN.

"Mungkin sebentar lagi akan saya kumpulkan siapa-siapa yang telah ditolak, yang undangannya udah sampai terus dibatalin, akan kita list sekalian," imbuhnya.

"Apa iya seorang Agus Ketua KPK ngurusin sampai sebegitu detailnya, kalau seandainya ada pernyataan 'ini kan kantor saya terserah saya dong mau ngundang siapa', kalau ada pernyataan seperti itu yaudah terserah Pak Agus kita nggak bisa ikut campur,” terangnya.

Lantas Haikal juga menduga bahwa hal yang menimpa UAS ini merupakan kelanjutan dari rilis daftar 200 penceramah yang pernah dikeluarkan oleh Kementerian Agama.

"Cuman kalau ini berimbas kepada yang lain, departemen yang lain, lembaga yang lain, akhirnya ternyata betul secara tidak tertulis harus ada ustaz plat merah atau yang plat ijo. Dan juag ternyata terbukti waktu jaman menterinya Pak Lukman mengeluarkan daftar yang 200 yang kemudian kontroversi lalu tidak dilanjutkan jangan-jangan itu kelanjutannya semua," paparnya.

Terakhir, Haikal meminta kepada Ketua KPK untuk menjelaskan kontroversi yang pernah dilakukan oleh UAS. "Pak Agus tolong jelaskan UAS kontroversinya dimana?" pungkas Haikal.



Sumber : tribunnews.com
Editor : sanca

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.