 |
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro. |
JAKARTA, SANCA NEWS.COM - Pemerintah siap melakukan 'tukar guling' aset negara yang ada di DKI Jakarta
dengan valuasi sekitar Rp150 triliun dengan pembangunan kawasan ibu kota baru
di Pulau Kalimantan
.
'Tukar
guling' dilakukan untuk menambal kebutuhan pembangunan ibu kota baru
yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Menteri
Perencanaan dan Pembangunan Nasional sekaligus Kepala Bappenas Bambang
P.S. Brodjonegoro menjelaskan pemerintah telah mengestimasi kebutuhan
pembangunan ibu kota baru dari APBN mencapai Rp93 triliun.
Untuk menutup kebutuhan itu, pemerintah berkomitmen tidak akan menggunakan APBN yang bersumber dari penerimaan pajak.
Namun, pemerintah akan menutupnya dengan APBN yang berasal dari
Penerimaan Pajak Bukan Negara (PNBP). PNBP akan dihasilkan dari
pengelolaan aset berupa gedung-gedung perkantoran pemerintah.
"Kalau
pakai pajak kan itu APBN murni, nah kami pakai aset di Jakarta, itu
bisa disebut sumber penerimaan baru alias PNBP. Ini bisa menambal
kebutuhan APBN," ujar Bambang di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta,
Selasa (6/8).
Tujuannya, agar masyarakat tidak khawatir dengan
penggunaan pungutan pajak yang selama ini disetorkan kepada negara.
Selain itu, untuk mematahkan anggapan bahwa APBN akan terbebani oleh
kebijakan pemindahan ibu kota.
"Kami ingin menegaskan kalau APBN
tidak akan terganggu gara-gara bangun ibu kota baru. Uang dari APBN itu
sudah ada sumbernya, yaitu dari kerja sama pengelolaan aset," katanya.
Berdasarkan hasil perhitungan sementara, menurut Bambang, valuasi aset
yang bisa dihasilkan dari gedung perkantoran pemerintah mencapai Rp150
triliun. Angka ini baru berasal dari gedung perkantoran di pusat
Jakarta, seperti di kawasan Medan Merdeka, Thamrin, Kuningan, dan SCBD.
Namun,
ia menegaskan valuasi aset masih bisa berkembang karena belum mencakup
keseluruhan gedung kantor yang dimiliki di pinggir Jakarta. Selain itu,
nilai aset sejatinya akan terus berkembang dari waktu ke waktu.
"Proyeksinya harus dihitung lagi. Tapi ini nilai (yang bergerak) selama
timeline pemindahan ibu kota," imbuhnya.
Sementara
itu, untuk skema 'tukar guling' aset negara yang akan dilakukan
pemerintah terdiri dari beberapa opsi. Pertama, bisa berupa kerja sama
sewa gedung perkantoran dengan pihak yang membutuhkan.
Pada skema ini, pihak yang membutuhkan gedung kantor pemerintah hanya
tinggal membayar sewa sesuai kontrak. Pemerintah tetap memiliki gedung
tersebut, namun mendapat penerimaan sewa tetap.
Kedua, kerja sama
berupa pembentukan perusahaan yang didirikan oleh dua atau lebih
entitas bisnis dalam rangka penyelenggaraan bisnis pada jangka waktu
tertentu alias joint venture. Ketiga, menjual langsung gedung kantor
yang dimiliki ke pengembang atau perusahaan non pemerintah.
Keempat,
sewa gedung dengan syarat penyewa yang merupakan pengembang melakukan
pembangunan di kawasan ibu kota baru. Pengembang, katanya, bisa memilih
ingin ikut membangun gedung kantor atau fasilitas pendukung, seperti
perumahan dan pusat perbelanjaan.
"Kalau bisa 'tukar guling' ya
bisa didapatkan langsung. Yang paling menguntungkan ya dijual langsung,
tapi bisa juga dijual tapi dengan kompensasi dia (pengembang) harus ikut
bangun ibu kota baru, misal membangun infrastruktur," jelasnya.
Sebelumnya, Bappenas mengestimasi kebutuhan anggaran pembangunan ibu
kota baru mencapai Rp323 triliun sampai Rp466 triliun. Estimasi itu
muncul dari dua skenario.
Pertama, bila kebutuhan dana mencapai
Rp466 triliun, maka pemerintah akan menyiapkan anggaran sekitar Rp251,5
triliun atau setara 53,96 persen dari total kebutuhan dana. Sisanya,
sekitar Rp214,5 triliun didapat dari pihak swasta.
Kedua, bila
kebutuhan dana lebih sedikit, yaitu sekitar Rp323 triliun, maka
pemerintah akan merogoh 'kocek' sekitar Rp174,5 triliun atau 54,02
persen dari total kebutuhan anggaran. Sisanya, sekitar Rp148,5 triliun
dipenuhi oleh swasta.
Estimasi kebutuhan anggaran pembangunan ibu
kota baru berasal dari perhitungan kebutuhan anggaran pembangunan
gedung legislatif, eksekutif, dan yudikatif senilai Rp20 triliun sampai
Rp32,7 triliun. Kemudian, anggaran untuk pembangunan gedung Kepolisian
dan Tentara Nasional Indonesia (TNI), serta fasilitas pendidikan dan
kesehatan Rp182,2 triliun sampai Rp265,1 triliun.
Lalu, kebutuhan
untuk pembangunan sarana dan prasarana penunjang sekitar Rp114,8
triliun sampai Rp160,2 triliun. Selanjutnya, anggaran pengadaan lahan
sebesar Rp6 triliun sampai Rp8 triliun.
(Sanca/Donny).