Latest Post

Add caption


PADANG, SANCA NEWS.COM - Hari Ulang Tahun (HUT) Kota Padang yang dirayakan oleh segenap masyarakat Minangkabau diperingati setiap 7 Agustus. Lantas, bagaimana sejarah berdirinya kota terbesar di pantai barat Pulau Sumatera sekaligus ibu kota Provinsi Sumatera Barat ini? Dan apa alasannya tanggal 7 Agustus ditetapkan sebagai hari jadi Kota Padang?

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, sebagian besar warga Kota Padang berasal dari etnis Minangkabau. Namun, beragam orang dari etnis lain juga bermukim di kota ini. Bahkan, pada 1970, jumlah warga pendatang mencapai 43 persen dari total jumlah penduduk Kota Padang.

Sejak dulu, Padang menjadi daya tarik bagi pendatang yang kemudian beranak-pinak di kota ini. Maka, perayaan HUT Kota Padang tidak hanya melibatkan orang Minangkabau saja. Pendatang yang sudah lama menetap di kota ini, termasuk mereka yang datang dari Jawa, Nias, juga peranakan Cina, Arab, dan Tamil atau Keling (keturunan India), juga turut merayakan hari jadi Kota Padang.

Sejak 1928, Kota Padang dipimpin oleh seorang wali kota. Sebelum Indonesia merdeka, Wali Kota Padang adalah pejabat Belanda, yakni W.M. Ouwerkerk (1928-1940) dan Dirk Kapteijn (1940-1942), sebelum masa pendudukan Jepang.

Wali Kota Padang pertama setelah Indonesia merdeka adalah Abubakar Jaar (1945-1946), kemudian dilanjutkan oleh Bagindo Azizchan (1946-1947) yang gugur dalam perang mempertahankan kemerdekaan. Kini, Padang dipimpin oleh Mahyeldi Ansharullah yang menjabat sebagai wali kota sejak 2014.

Asal-Usul Kota Padang

Penamaan Kota Padang belum diketahui secara pasti asal-usulnya. Namun, diperkirakan istilah Padang diberikan karena wilayah kota ini dulunya berupa dataran yang luas atau padang. Orang-orang dari berbagai wilayah Minangkabau datang ke padang luas ini kemudian mendirikan permukiman dan terbentuklah peradaban baru.

Sedangkan menurut Freek Colombijn dalam Paco-paco Kota Padang (2006), kata padang dalam bahasa Minang berarti "pedang". Pemaknaan ini barangkali bisa digunakan untuk menelusuri sejarah Kota Padang, yakni terkait perjuangan orang-orang Minangkabau mengangkat senjata, termasuk pedang, dalam perlawanan terhadap penjajah.

Catatan lama bertajuk The Suma Oriental of Tome Pires (1944) yang disusun oleh Armando Cortesao mengungkapkan bahwa mulanya, kawasan sepanjang pesisir barat Sumatera, termasuk wilayah yang kelak menjadi Kota Padang, merupakan bagian dari kekuasaan Kerajaan Pagaruyung.

Namun, tulis Jeyamalar Kathirithamby-Wells dalam Achehnese Control Over West Sumatra up to The Treaty of Painan of 1663 (1969), wilayah ini kemudian diambil-alih oleh Kesultanan Aceh Darussalam.

Hingga kemudian datanglah para pelaut Inggris pada 1649, sebelum wilayah ini justru berkembang di bawah kendali bangsa Belanda yang tergabung dalam kongsi dagang Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) sejak 1663. VOC inilah yang nantinya disebut sebagai kompeni Belanda dan menjajah Nusantara.

Mengapa Tanggal 7 Agustus?

Tanggal 7 Agustus 1669, terjadi bentrokan antara masyarakat Minangkabau, terutama warga Pauh dan Koto Tangah, melawan VOC. Warga lokal merasa jengah dengan monopoli perdagangan yang dilakukan oleh orang-orang Belanda di tanah kelahiran mereka.

Dikutip dari buku Padang Riwayatmu Dulu (1988) karya Rusli Amran, perlawanan tersebut dipimpin oleh seorang “Rajo [raja] dari Minangkabau” dengan melancarkan serbuan ke loji atau benteng Belanda. Benteng ini sempat diduduki oleh rakyat Minangkabau sehingga mengakibatkan VOC mengalami kerugian cukup besar.

VOC pada akhirnya memang bisa merebut kembali bentengnya dan meredam perlawanan itu. Meskipun demikian, peristiwa tersebut dianggap sebagai titik tolak sejarah berdirinya Kota Padang. Maka, dikutip dari buku 326 Tahun Padang Kota Tercinta (1995) terbitan Pemerintah Daerah Kota Padang, momen itu lalu ditetapkan sebagai hari lahir Kota Padang.

Penetapan hari jadi Kota Padang sebenarnya baru dilakukan pada 31 Juli 1986, pada masa kepemimpinan Syahrul Ujud sebagai wali kota. Saat itu, dari berbagai referensi yang ditemukan, terkumpul beberapa momen terkait sejarah Kota Padang yang dapat dipertimbangkan.

Setelah dirapatkan dengan jajaran terkait, yakni pemerintah kota, DPRD, dan dikonsultasikan dengan para sejarawan dan tokoh masyarakat, yang disepakati sebagai hari lahir Kota Padang adalah 7 Agustus, yakni ketika rakyat Minangkabau merebut benteng VOC pada 7 Agustus 1669.
 (Sanca/Dkn).




Sumber : tirto

Minibus yang ringsek tak berbentuk akibat ditimpa truk tangki di Kecamatan 2x11 Kayu Tanam, Kabupaten Padang Pariaman.

PARIAMAN, SANCA NEWS.COM
- Sebuah truk tangki yang sedang diangkut oleh truk untuk dievakuasi setelah mengalami kecelakaan tunggal beberapa hari lalu, menabrak minibus yang sedang melintas dari arah Kota Padang di Kecamatan 2x11 Kayu Tanam, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat sehingga menyebabkan empat korban jiwa.

"Kejadiannya sekitar pukul 00.00 Wib dini hari tadi," kata Kasat Lantas Polres Padang Pariaman Iptu Yuliadi di Parit Malintang, Rabu (7/8).

Truk tersebut dibawa dengan truk trado oleh pemiliknya untuk dievakuasi sementara di daerah 2x11 Kayu Tanam agar tidak menghambat lalu lintas jalan setelah kecelakaan.

Namun sekitar ratusan meter berjalan ke arah Padang, truk trado yang membawa truk naas tersebut rebah ke kanan, dimana saat bersamaan sebuah minibus dari arah Padang melintas.

Akibat peristiwa tersebut minibus ringsek tak berbentuk menyebabkan empat penumpangnya tewas, korban dibawa ke rumah duka di Bukittinggi.

Selain korban jiwa, peristiwa tersebut juga menimbulkan empat korban luka sehingga harus dilarikan ke rumah sakit di Padang Panjang. (sanca).


Ilustrasi Jemaah Haji Asal Sumatera Barat

 
PADANG, SANCA NEWS.COM - Tiga orang jemaah haji Indonesia asal Sumatera Barat (Sumbar) dikabarkan meninggal dunia di tanah suci Makkah. Ketiganya berasal dari kabupaten dan kota hari ini dimakamkan di lokasi berbeda.

Informasi yang diterima Sanca News.com, jemaah meninggal di Arab Saudi yakni, Suhari Abu Subari (88). Jemaah Embarkasi Padang Kloter 14 ini berasal dari Jorong Koto Bakti Kurnia Selatan, Kecamatan Sungai Rumbai, Kabupaten Dharmasraya.

Ia wafat tanggal 22 Juli 2019 di Rumah Sakit Madinah dengan diagnosa Respiratory Diseases atau gangguan pernapasan di bagian paru-paru. Jenazah ini dimakamkan di Jannatul Baqi, Madinah.

Lalu, Layong Kara Ayub (72). Jemaah dari Kloter 16 ini berasal dari Sungai Durian, Kecamatan VII Koto, Kabupaten Padang Pariaman. Ia wafat tanggal 29 Juli 2019 di Rumah Sakit Makkah dengan diagnosa gangguan pernapasan di bagian paru-paru dan dimakamkan di Sharaya, Makkah.

Jemaah ketiga bernama Zaini Sirin Hamid (70). Jemaah dari Kloter 18 ini berasal dari Pasar Ambacang, Kecamatan Kuranji, Kota Padang. Ia wafat tanggal 4 Agustus 2019 saat pemondokkan di kota Makkah. Jemaah ini diagnosa gangguan jantung atau penyempitan pembuluh darah di jantung yang kemudian dikebumikan di Sharaya, Makkah.

“Sampai hari ini, tiga orang jemaah yang meningggal. Macam-macam penyakitnya. Tiga jemaah itu sudah dimakamkan oleh petugas di sana,” kata Plt Kabid PHU Kementerian Agama (Kemenag) Sumbar Efrizal saat dihubungi Sanca News.com, Selasa (6/8).

Sementara itu, ucapan duka atas wafatnya tiga jemaah haji asal Sumbar ini juga disampaikan Plt Kepala Kanwil Kemenag Sumbar Irwan. Ia mendoakan jemaah yang wafat di tanah suci mendapatkan tempat terbaik si sisi Allah SWT dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan.

Ia melanjutkan, untuk kondisi jemaah secara keseluruhan sampai hari ini masih dalam keadaan baik. Saat ini, jemaah sedang fokus menuju pelaksanaan wukuf di Arafah.

“Insyaallah tanggal 8 Zulhijjah atau 9 Agustus jemaah sudah berangkat ke Arafah. Alhamdulillah jemaah dalam kondisi baik dan semua petugas sedang bersiap untuk pelaksanaan wukuf tersebut,” katanya.

Untuk diketahui, jemaah haji Embarkasi Padang yang berangkat ke tanah suci tahun 2019 ini berjumlah 7.001 orang. Sebanyak 6.699 orang berangkat dalam 18 Kloter Embarkasi Padang. Sedangkan dua jemaah lainnya berangkat bersama jemaah Solo, SOC 81. (Dkn/Syaf).

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro.

JAKARTA, SANCA NEWS.COM - Pemerintah siap melakukan 'tukar guling' aset negara yang ada di DKI Jakarta dengan valuasi sekitar Rp150 triliun dengan pembangunan kawasan ibu kota baru di Pulau Kalimantan.

'Tukar guling' dilakukan untuk menambal kebutuhan pembangunan ibu kota baru yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional sekaligus Kepala Bappenas Bambang P.S. Brodjonegoro menjelaskan pemerintah telah mengestimasi kebutuhan pembangunan ibu kota baru dari APBN mencapai Rp93 triliun.

Untuk menutup kebutuhan itu, pemerintah berkomitmen tidak akan menggunakan APBN yang bersumber dari penerimaan pajak.

Namun, pemerintah akan menutupnya dengan APBN yang berasal dari Penerimaan Pajak Bukan Negara (PNBP). PNBP akan dihasilkan dari pengelolaan aset berupa gedung-gedung perkantoran pemerintah.

"Kalau pakai pajak kan itu APBN murni, nah kami pakai aset di Jakarta, itu bisa disebut sumber penerimaan baru alias PNBP. Ini bisa menambal kebutuhan APBN," ujar Bambang di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (6/8).

Tujuannya, agar masyarakat tidak khawatir dengan penggunaan pungutan pajak yang selama ini disetorkan kepada negara. Selain itu, untuk mematahkan anggapan bahwa APBN akan terbebani oleh kebijakan pemindahan ibu kota.

"Kami ingin menegaskan kalau APBN tidak akan terganggu gara-gara bangun ibu kota baru. Uang dari APBN itu sudah ada sumbernya, yaitu dari kerja sama pengelolaan aset," katanya.

Berdasarkan hasil perhitungan sementara, menurut Bambang, valuasi aset yang bisa dihasilkan dari gedung perkantoran pemerintah mencapai Rp150 triliun. Angka ini baru berasal dari gedung perkantoran di pusat Jakarta, seperti di kawasan Medan Merdeka, Thamrin, Kuningan, dan SCBD.

Namun, ia menegaskan valuasi aset masih bisa berkembang karena belum mencakup keseluruhan gedung kantor yang dimiliki di pinggir Jakarta. Selain itu, nilai aset sejatinya akan terus berkembang dari waktu ke waktu.

"Proyeksinya harus dihitung lagi. Tapi ini nilai (yang bergerak) selama timeline pemindahan ibu kota," imbuhnya.

Sementara itu, untuk skema 'tukar guling' aset negara yang akan dilakukan pemerintah terdiri dari beberapa opsi. Pertama, bisa berupa kerja sama sewa gedung perkantoran dengan pihak yang membutuhkan.

Pada skema ini, pihak yang membutuhkan gedung kantor pemerintah hanya tinggal membayar sewa sesuai kontrak. Pemerintah tetap memiliki gedung tersebut, namun mendapat penerimaan sewa tetap.

Kedua, kerja sama berupa pembentukan perusahaan yang didirikan oleh dua atau lebih entitas bisnis dalam rangka penyelenggaraan bisnis pada jangka waktu tertentu alias joint venture. Ketiga, menjual langsung gedung kantor yang dimiliki ke pengembang atau perusahaan non pemerintah.

Keempat, sewa gedung dengan syarat penyewa yang merupakan pengembang melakukan pembangunan di kawasan ibu kota baru. Pengembang, katanya, bisa memilih ingin ikut membangun gedung kantor atau fasilitas pendukung, seperti perumahan dan pusat perbelanjaan.

"Kalau bisa 'tukar guling' ya bisa didapatkan langsung. Yang paling menguntungkan ya dijual langsung, tapi bisa juga dijual tapi dengan kompensasi dia (pengembang) harus ikut bangun ibu kota baru, misal membangun infrastruktur," jelasnya.

Sebelumnya, Bappenas mengestimasi kebutuhan anggaran pembangunan ibu kota baru mencapai Rp323 triliun sampai Rp466 triliun. Estimasi itu muncul dari dua skenario.

Pertama, bila kebutuhan dana mencapai Rp466 triliun, maka pemerintah akan menyiapkan anggaran sekitar Rp251,5 triliun atau setara 53,96 persen dari total kebutuhan dana. Sisanya, sekitar Rp214,5 triliun didapat dari pihak swasta.

Kedua, bila kebutuhan dana lebih sedikit, yaitu sekitar Rp323 triliun, maka pemerintah akan merogoh 'kocek' sekitar Rp174,5 triliun atau 54,02 persen dari total kebutuhan anggaran. Sisanya, sekitar Rp148,5 triliun dipenuhi oleh swasta.

Estimasi kebutuhan anggaran pembangunan ibu kota baru berasal dari perhitungan kebutuhan anggaran pembangunan gedung legislatif, eksekutif, dan yudikatif senilai Rp20 triliun sampai Rp32,7 triliun. Kemudian, anggaran untuk pembangunan gedung Kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia (TNI), serta fasilitas pendidikan dan kesehatan Rp182,2 triliun sampai Rp265,1 triliun.

Lalu, kebutuhan untuk pembangunan sarana dan prasarana penunjang sekitar Rp114,8 triliun sampai Rp160,2 triliun. Selanjutnya, anggaran pengadaan lahan sebesar Rp6 triliun sampai Rp8 triliun.
(Sanca/Donny).


JAKARTA, SANCA NEWS.COM - Presiden Joko Widodo alias Jokowi mengancam akan mencopot Panglima Komando Militer (Pangdam), Danrem hingga Kapolda jika di wilayahnya masih terjadi kebakaran hutan dan lahan atau Karhutla.

Ancaman senada sudah sering dilontarkan Jokowi. Kali ini disampaikan saat memberikan arahan dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Tahun 2019, di Istana Negara, Selasa (6/8).

Suami Iriana itu meminta gubernur, pangdam, kapolda, danrem berkolaborasi dengan pemerintah pusat, agar jangan setelah kebakaran baru bertindak. Api sekecil apa pun menurutnya harus segera dipadamkan.

"Aturan main tetap masih sama. Saya ingatkan kepada Pangdam, Danrem, Kapolda, Kapolres, aturan yang saya sampaikan 2015 masih berlaku. Saya kemarin sudah telepon Panglima TNI, saya minta copot yang tidak bisa mengatasi. Saya telepon lagi, tiga atau empat hari yang lalu kepada Kapolri, copot kalau enggak bisa mengatasi kebakaran hutan dan lahan," kata Jokowi.

Mantan gubernur DKI Jakarta itu mengingatkan bahwa kerugian ekonomi akibat kahurtla tidak kecil. Untuk itu dia juga meminta para kepala daerah membantu mengatasi persoalan tahunan ini.

"Panglima, Kapolri, saya ingatkan lagi, masih berlaku aturan main kita. Aturannya simpel saja. Karena saya enggak bisa nyopot gubernur, bupati atau wali kota. Jangan sampai ada yang namanya status siaga darurat, jangan sampai, sudahlah. Ada api sekecil apa pun segera selesaikan," tegasnya.

Sebelum bersikap tegas soal karhutla hari ini, Senin (5/8) kemarin Jokowi mendatangi kantor pusat PLN. Di sana, presiden marah kepada direksi PLN terkait mati lampu, Minggu (4/8). (Dkn/Sanca).

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.