Latest Post

Garda Revolusi Iran menangkap sebuah kapal tanker Inggris, Stena Impero.

TEHERAN, SANCA NEWS.COM - Media pemerintah Iran, Press TV, melaporkan pasukan elit negara itu Garda Revolusi mengklaim telah menangkap sebuah kapal tanker Inggris. Stena Impero, nama kapal tanker itu, ditangkap karena melanggar peraturan internasional.

"Kapal tanker itu dibawa ke daerah pantai dan diserahkan kepada pihak berwenang untuk mengambil langkah-langkah hukum yang diperlukan," kata televisi pemerintah Iran yang disitat Reuters, Sabtu (20/7/2019).

Sementara itu pemilik kapal, Stena Bulk, dan manajer Northern Marine Management mengkonfirmasi penyitaan tersebut.

Mereka mengatakan bahwa sekitar pukul 4 sore waktu Inggris, Stena Impero didekati oleh kapal kecil tidak dikenal dan sebuah helikopter selama transit di Selat Hormuz ketika kapal berada di perairan internasional.

“Kami saat ini tidak dapat menghubungi kapal yang sekarang menuju utara menuju Iran. Ada 23 pelaut di atas kapal. Tidak ada cedera yang dilaporkan dan keselamatan mereka menjadi perhatian utama bagi pemilik dan manajer," kata mereka.

“Prioritas pemilik kapal Stena Bulk dan manajer kapal Northern Marine Management adalah keamanan dan keselamatan awak kapal. Kami berhubungan erat dengan otoritas pemerintah Inggris," sambungnya seperti dikutip dari Independent.

Data pelacakan menunjukkan Stena Impero mengibarkan bendera Inggris dan menuju pelabuhan Saudi Jubail di Teluk.

"Kami segera mencari informasi lebih lanjut dan menilai situasi berikut laporan dari sebuah insiden di Teluk," kata seorang juru bicara pemerintah Inggris.

Insiden ini terjadi di tengah meningkatnya ketegangan di Timur Tengah yang berkobar sejak Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menarik AS keluar dari kesepakatan nuklir iran 2015. Setelah itu, AS menjatuhkan sanksi yang membuat Iran meradang.

Selain itu, insiden ini juga terjadi beberapa minggu setelah Inggris merampas kapal tanker Iran di Gibraltar. Kapal tanker Iran disebut telah melanggar sanksi Uni Eropa karena mengirim minyak ke Suriah.

Perampasan kapal tanker itu membuat Iran murka dan bersumpah akan membalas aksi Inggris. (

Kapal fregat HMS Montrose terpaksa mengusir kapal perang Garda Revolusi Iran minggu lalu setelah mereka mencoba mencegat kapal tanker minyak Bristish Petroleum.

(Dkn).



PADANG, SANCA NEWS.COM - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Padang menyesalkan tindakan pelarangan peliputan yang dilakukan pengurus Mesjid Raya Sumbar terhadap jurnalis Televisi Republik Indonesia (TVRI) Sumatera Barat (Sumbar) pada Kamis (18/7) kemarin. Diketahui peristiwa tersebut terjadi sekitar pukul 12.20 WIB atau menjelang salat zuhur.

Dalam keterangan tertulis yang diterima Covesia.com, Jumat (19/8/2019), AJI Padang menerangkan bahwa sejumlah kru TVRI Sumbar diantaranya Maqri Nelvi Lubis (produser) dan Atvriandi (juru kamera), datang ke Mesjid Raya Sumbar untuk pengambilan gambar untuk liputan profil Antoni Tsaputra, Ph.D. Antoni merupakan penyandang disabilitas berkursi roda yang baru saja mendapat gelar doktor dari UNSW,  salah satu kampus di Australia. Rencananya, kru TVRI akan mengambil beberapa adegan keberadaan Antoni di mesjid itu, seperti saat menunaikan salat.

Menurut Atvriandi, sebelum pengambilan gambar Maqri Nelvi Lubis sebagai produser telah berinisiatif meminta izin kepada kepala keamanan mesjid. Namun menurut kepala pengamanan itu, pengambilan gambar di Mesjid Raya Sumbar harus memiliki surat izin. Karena selama ini tidak ada aturan tersebut, jurnalis TVRI tidak mampu menunjukkan surat yang dimaksud.

Namun mereka berupaya meminta izin langsung kepada pengurus mesjid, dan menerangkan maksud dan tujuan peliputan. Yulius Said, pengurus mesjid yang dihubungi oleh jurnalis TVRI akhirnya memberi izin pengambilan gambar, dengan syarat kursi roda Doktor Antoni hanya sampai batas suci, atau menggunakan kursi roda milik mesjid. Namun kursi roda yang disebutkan tidak terlihat.

Menurut Atvriandi, Antoni keberatan dengan syarat itu, karena jenis kursi roda yang dibutuhkannya berbeda pula. Meski demikian, Antoni siap membersihkan roda kursi rodanya jika diizinkan masuk. Namun pihak keamanan tetap ngotot melarang.

Akibat tidak ada titik temu, akhirnya tim TVRI Sumbar membatalkan pengambilan gambar Antoni di dalam mesjid dan salat. Mereka kemudian menyiasati dengan pengambilan gambar Antoni di teras mesjid. Namun saat akan pengambilan gambar, kembali datang seorang anggota keamanan yang meminta kru untuk menghentikan pengambilan gambar.

Ia beralasan pengambilan gambar di teras tersebut akan menganggu aktivitas jamaah yang sedang salat di dalam mesjid. Namun menurut Atvriandi, mereka sudah memastikan bahwa pengambilan gambar tidak akan menganggu aktivitas jamaah, karena mereka tidak meribut atau mengeluarkan suara yang menganggu.

Sempat terjadi perdebatan panjang, apalagi selama ini tidak pernah ada larangan untuk pengambilan gambar di Mesjid Raya Sumbar.

Saat perdebatan, beberapa petugas keamanan lain juga datang ke lokasi. Akibat adanya perdebatan dan larangan dan menghindari kejadian tak diinginkan, akhirnya kru liputan TVRI Sumbar meninggalkan lokasi.

Akibat adanya larangan tersebut, kru TVRI kehilangan momen untuk pengambilan gambar atau menganggu tugas jurnalistik yang mereka emban.

Berdasarkan kronologis diatas, AJI Padang menilai bahwa telah terjadi penghalangan kerja jurnalistik di Mesjid Raya Sumbar yang dilakukan oleh pengurus dan petugas keamanan, apalagi mesjid merupakan ruang publik yang bisa diakses oleh semua orang termasuk oleh jurnalis dan media.
AJI mengatakan tindakan semacam itu tak sejalan dengan Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menyatakan, "Untuk menjamin kemerdekaan Pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarkan gagasan dan informasi.”

Bahkan pelarangan liputan semacam ini bisa diancam pidana, seperti yang tertuang dalam Pasal 18 ayat 1 UU Pers, yang menyatakan, “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00".

Selain itu pihak mesjid juga dinilai tidak berlaku adil kepada jurnalis TVRI Sumbar, karena sebelumnya tidak pernah ada larangan hal serupa, bahkan masyarakat umum pun bebas mengambil gambar atau swafoto di lokasi.

Sebelumnya, sejumlah media di Sumatera Barat juga pernah memberitakan tentang seorang penyandang disabilitas berkursi roda, yang dilarang masuk Mesjid Raya Sumbar dengan alasan yang mirip.

Berdasarkan uraian diatas, AJI Padang menilai:
  • Pengurus dan pihak keamanan Mesjid Raya Sumbar telah menghalangi kerja jurnalistik yang sedang dilakukan sejumlah jurnalis TVRI Sumbar. 
  • Pengurus dan pihak keamanan Mesjid Raya Sumbar telah berlaku diskriminatif terhadap jurnalis, karena selama ini peliputan ataupun pengambilan gambar di mesjid tersebut bebas dilakukan oleh semua kalangan.
  • Mendesak pengurus Mesjid Raya Sumbar untuk meminta maaf kepada TVRI Sumbar dan tidak lagi menghalangi kerja jurnalistik. 
  • Meminta kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Barat sebagai penanggungjawab Mesjid Raya Sumbar, untuk memberikan peringatan atau tindakan kepada pihak keamanan maupun pengurus Mesjid Raya Sumbar agar kejadian tidak terulang.
(Dkn)

Direktur Utama Pertama Nicke Widyawati

JAKARTA, SANCA NEWS.COM - Senyap pemberitaan, tiba-tiba para pegawai dan direksi PT Pertamina (Persero) tengah bersiap-siap pindah. Bukan karena ada perombakan direksi lagi, melainkan karena mereka tak lagi menempati gedung di kawasan Medan Merdeka.

Hal ini terungkap ketika anggota komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka bertanya kepada Direktur Utama Pertama Nicke Widyawati soal perpindahan gedung kantor ke gedung Sopo Del.

"Proses penunjukkannya seperti apa, kami minta data tertulis supaya semua ada datanya karena ini perusahaan negara. Janggal atau tidak? Urgensinya apa dan harus tertulis," kata Rieke Diah di Gedung DPR, Kamis (18/7/2019).

Direksi Pertamina tak langsung menjawab pertanyaan tersebut, namun sempat dicecar pewarta di luar ruang rapat.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati membenarkan soal perpindahan gedung kantor tersebut. Tak cuma ke Sopo Del tetapi juga ke Menara Mandiri Plaza. "Pindah sementara iya sedang disiapkan, karena kita mau ke Menara Mandiri Plaza. Annex ke Sopo Del iya. Sudah ya," katanya.

Menurut Nicke pemilihan Sopo Del ada prosesnya, melewati proses tendar dan prosedur sesuai standar dari berbagai opsi pilihan lokasi dan gedung.

Direktur Keuangan Pertamina Pahala Mansury enggan membuka soal biaya pindah atau sewa ke gedung Sopo Del tersebut. Namun ia memastikan perpindahan hanya sementara karena prioritasnya adalah pindah ke Plaza Mandiri. "Tapi kan ada keterbatasan ruangan," jelasnya.

Menurutnya perpindahan dilakukan karena ada renovasi dan rehabilitasi gedung, diperkirakan pada tahun depan seluruh pegawai sudah pindah ke Plaza Mandiri.

Sopo Del Tower sendiri merupakan gedung baru milik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Pandjaitan yang ia resmikan Januari tahun lalu. Dalam upacara peresmiannya, didampingi sang istri yakni Devi Simatupang , Luhut bercerita soal tema gedung tersebut dan filosofi di baliknya. (Dkn).

Presiden Jokowi menjawab pertanyaan wartawan di Manado, Sulawesi Utara 
JAKARTA, SANCA NEWS.COM - Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi yang diajukan pihak Presiden Joko Widodo (Jokowi) dkk dalam kasus kebakaran hutan di Kalimantan.

Keputusan MA memperkuat vonis Pengadilan Tinggi Kalimantan Tengah di Palangkaraya, Kalimantan Tengah.

Keputusan MA itu dimuat dalam situs resmi mahkamahagung.go.id dengan nomor perkara 3555 K/PDT/2018.
 
Tercatat keputusan tersebut dikeluarkan pada Selasa (16/7/2019).

Adapun hakim yang memutus ialah I Gusti Agung Sumanatha, Pri Pambudi Teguh, dan Nurul Elmiyah.

Presiden Joko Widoao atau Presiden Jokowi mengajukan kasasi pada 22 November 2018 dengan perkara perdata.

Selain Presiden Jokowi, pihak pemohon lainnya dalam kasasi tersebut adalah Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan Gubernur Kalimantan Tengah  Sugianto Sabran.

Namun pada Selasa, MA resmi menolak kasasi yang diajukan oleh 3 pemohon tersebut.
“Tolak” tertulis dalam website resmi MA.

Ditolaknya kasasi tersebut membuat Presiden harus menerbitkan Peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang penting bagi pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, dengan melibatkan peran serta masyarakat.
Dikutip Kompas.com yang melansir Kompas.id sebelumnya Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Tengah dalam putusan tertanggal 22 Maret 2017 menyatakan menguatkan putusan Pengadilan Negeri Palangkaraya.

Putusan itu memvonis Presiden Jokowi, empat menteri, Gubernur Kalteng, dan DPRD Provinsi Kalteng bersalah atau lalai dalam bencana asap yang terjadi akibat kebakaran hutan dan lahan.
Putusan itu mengabulkan gugatan warga (citizen law suit) yang diajukan para aktivis lingkungan.
Aktivis lingkungan itu tergabung dalam Gerakan Anti Asap (GAAs) Kalimantan Tengah terkait kebakaran hutan dan lahan pada 2015.

Atas putusan itu, Presiden dihukum untuk menerbitkan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang penting bagi pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, dengan melibatkan peran serta masyarakat, yang berupa tujuh peraturan pemerintah.

Tujuh peraturan pemerintah tersebut adalah PP tentang tata cara penetapan daya dukung dan daya tampung lingkungan Hidup;

PP tentang baku mutu lingkungan; PP tentang kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan; PP tentang instrumen ekonomi lingkungan hidup;
PP tentang analisis risiko lingkungan hidup; PP tentang tata cara penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan PP tentang tata cara pemulihan fungsi lingkungan hidup.

Selain itu, Presiden juga dihukum untuk menerbitkan peraturan pemerintah atau peraturan presiden yang menjadi dasar hukum terbentuknya tim gabungan pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. Pemerintah memutuskan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Manusia Penyebab Terbesar

Sementara itu, sebelumnya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Doni Monardo mengungkapkan, penyebab terbesar kebakaran hutan dan lahan di wilayah Indonesia adalah kesalahan manusia.

Katanya, hanya 1 persen penyebab kebakaran hutan dan lahan akibat alam.
Hal itu ia sampaikan saat menghadiri rapat kerja bersama Komisi VIII DPR, Selasa (5/3/2019).

"Bahwa penyebab kebakaran ini 99 persen ini adalah akibat manusia, 1 persen alam. Akibat manusia ini kita bagi lagi ada yang tidak sengaja dan disengaja," katanya di Ruang Kerja Komisi VIII DPR, Senayan, Jakarta.

"Antara lain, tidak sengaja karena buang puntung rokok atau membakar sampah, disengaja karena ingin membuka lahan, dan disengaja karena dibayar. Alasannya adalah dampak kurangnya lapangan kerja," sambung Doni Monardo.

Menurutnya, manusia melakukan tindakan demikian lantaran impitan ekonomi masyarakat.

Solusinya, kata Doni Monardo, masyarakat bisa memanfaatkan lahan subur di Riau dalam rangka meningkatkan komoditas ekonomi rakyat seperti kopi dan lada.

Selain itu, Doni Monardo menilai pemanfaatan lahan bisa terealisasi, hal tersebut akan berdampak pada upaya pencegahan kebakaran. Secara tidak langsung, katanya, mitigasi telah dilakukan.

"Upaya pencegahan dan mitigasi akan lebih baik dan efektif dalam mencegah kebakaran hutan dan lahan. Tahun 2015, kerugian ekonomi Indonesia mencapai Rp 221 triliun atau dua kali lipat akibat kerugian ekonomi di bencana tsunami di Aceh," ungkapnya.

⁣Dia pun mengimbau seluruh pihak untuk turut menjaga alam dengan sebaik-baiknya.
"Perubahan iklim banyak menjadi perbincangan di antara kita. Solusinya adalah kita menjaga alam, alam menjaga kita. Harus menjaga keseimbangan alam. Program pentahelix yang melibatkan semua unsur, para pakar atau akademisi, dunia usaha, pemerintah, masyarakat dan media," beber Doni Monardo.

Sebelumnya, Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Wisnu Widjaja, mengungkapkan alasan pelaku pembakaran lahan sulit ditangkap.

Hal itu ia ungkapkan saat konferensi pers Evaluasi Penanganan Bencana Februari 2019 dan Antisipasi Bencana Maret 2019, di Graha BNPB, Jakarta Timur, Kamis (28/2/2019).

Menurutnya, kesulitan itu terjadi karena para pelaku pembakaran sulit diidentifikasi, karena sudah kabur dari lokasi ketika kebakaran terjadi.

"Cara membakarnya juga luar biasa. Ada yang pakai obat nyamuk, kemudian dikasih sumbu. Begitu dua jam, tiga jam habis, sumbunya kena, solar di sana terbakar. Jadi yang membakar sudah tidak ada di situ," tutur Wisnu.

Bahkan, Wisnu mengungkapkan ada juga pelaku pembakaran yang menggunakan cara yang lebih keji lagi, yakni menggunakan binatang yang dibakar.

"Ada yang lebih kejam lagi. Ada yang pakai tikus, ekornya diikat, dibakar, dan dilepas," ungkap Wisnu.

Selain itu, tantangan lain yang dihadapi dalam penanganan bencana kebakaran hutan adalah lahan gambut yang mudah terbakar.

"Kebakaran itu intinya ada tiga. Satu, oksigen. Dua, bahan bakaran. Kemudian yang ketiga ada panas. Kalau sudah memenuhi, air tanah sudah turun di bawah 40 sentimeter, itu artinya bahan bakaran berupa gambut kering itu berpotensi terbakar sangat mudah. Rokok saja dilepas bisa membakar," jelas Wisnu.

Kasubdit Pengendalian Kebakaran Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Radian Bagiyono, membenarkan hal tersebut.

Ia mengatakan, hampir semua kasus kebakaran hutan disebabkan aktivitas manusia, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja.

Dalam kasus kebakaran hutan tersebut, pihaknya kesulitan untuk mengidentifikasi pelakunya.
"Banyak juga kejadian kebakaran, ketika sudah terjadi, kita mengidentifikasinya sangat sulit. Sehingga, memerlukan penyelidikan yang cukup lama, khususnya di lahan-lahan yang tidak jelas kepemilikannya," papar Wisnu.

Meski begitu, pihaknya masih terus berupaya melakukan penegakan hukum, bersama aparat lainnya.

"Tapi kami dari KLHK dari Direktorat Penegakan Hukum, juga sudah melakukan upaya penegakan hukum. Juga dari aparat kepolisian juga sudah turun di lokasi yang terbakar untuk melakukan tugasnya," jelas Radian.

Sebelumnya dikutip dari Kompas.com, Polres Dumai menangkap satu orang yang diduga sengaja membakar lahan di daerah Dumai.

Kasat Reskrim Polres Dumai AKP Awaludin Syam mengatakan, pelaku masih menjalani pemeriksaan penyidik.

"Masih proses penyidikan," sebut Awaludin saat dihubungi Kompas.com melalui sambungan telepon, Rabu (27/2/2019).

Awaludin mengatakan, pelaku berinisial SU (51), seorang buruh harian lepas, ditangkap pada Minggu (24/2/2019) sekitar pukul 10.00 WIB.

"Tersangka ditangkap saat membersihkan lahannya dengan cara diduga sengaja dibakar di Jalan Keluarga, Kelurahan Bukit Batrem, Kecamatan Dumai Timur, Kota Dumai. Luas lahan yang terbakar sekitar lima hektare, yang sekarang masih terbakar," terang Awaludin.

Awaludin mengatakan, penangkapan berawal saat sejumlah petugas kepolisian sedang melakukan patroli untuk antisipasi karhutla di wilayah Kecamatan Dumai Timur.

Sementara, BNPB mengatakan selama Maret hingga Juni 2019, Provinsi Riau berpotensi mengalami kebakaran hutan.

Hal tersebut karena potensi hujan di wilayah Riau rendah.

"Kecenderungan potensi hujan rendah ya. Jadi wilayah Riau itu ada dua semester yang berpotensi. Di Maret akan berpotensi kebakaran lagi. Kemudian setelah itu (potensi) akan terjadi lagi pada Bulan Juni," papar Wisnu.

Untuk menanggulangi hal tersebut, pihaknya berencana melakukan pemadaman dini dan mengedukasi masyarakat terkait pencegahan kebakaran hutan.

"Makanya kita bentuk masyarakat peduli api, desa tangguh bencana, dan sebagainya. Edukasi juga, bahwa kalau air tanah di lahan gambut sudah turun di bawah 40 sentimeter. Kemudian ada masyarakat yang tak sengaja membuang puntung rokok di situ, maka terjadilah kebakaran. Jadi kalau lahan gambutnya kering, ya mudah terbakar," ulasnya.

Berdasarkan data BNPB sampai 26 Februari 2019, luas kebakaran Provinsi Riau total 1.178, 41 hektare per kabupaten.

Kabupaten yang terdampak antara lain Rohil terjadi kebakaran hutan seluas 144 hektare, Dumai 65 hektare, Meranti 20,4 hektare, Siak 30 hektare, Pekanbaru 21,51 hektare, Kampar 19 hektare, Pelalawan 3 hektare, dan Inhil 38 hektare.

Sedangkan Bengkalis menempati daerah tertinggi di Riau yang mengalami kebakaran hutan, yakni seluas 837 hektare. (Dkn).

Dikutip dari berbagai sumber

Anggota Komisi III DPR Trimedya Panjaitan (tengah).

JAKARTA, SANCA NEWS.COM - Dalam jajaran Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terpilih periode 2019-2024 harus diiisi dua unsur utama, yaitu penuntut umum dan penyidik.

Anggota Komisi III DPR RI Trimedya Panjaitan memperjuangkan terpenuhinya kedua unsur tersebut mengingat ia turut aktif dalam membuat Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Hal itu diungkapkan Trimedya saat menjadi narasumber forum Dialektika Demokrasi dengan Tema Mencari Pemberantas Korupsi Yang Mumpuni, di Media Center, Gedung Nusantara III DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis 18 Juli. Turut hadir sebagai narasumber, Ketua Pansel KPK Yenti Ganarsih, Mantan Ketua KPK Antasari Azhar, dan Pakar Pidana Universitas Pelita Harapan Jamin Ginting.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
 
“Saya memiliki pandangan yang sama dengan pak Antasari. Saya turut aktif terlibat dalam membuat UU 30 tahun 2002 tentang KPK. Secara jelas, dalam UU itu memang demikian pokok pikirannya bahwa kedua unsur, baik unsur penuntut umum dan unsur penyidik harus masuk dalam jajaran lima Pimpinan KPK yang terpilih periode baru mendatang,” ujar Trimedya, dilansir dpr.go.id, Jumat, 19 Juli 2019.

Dia mengingatkan setiap Pimpinan KPK terpilih periode baru mendatang nantinya harus menjadi penegak hukum yang memiliki jam terbang dan kredibilitas yang tinggi. Trimedya menegaskan, jajaran Pimpinan KPK nantinya harus memiliki kecerdasan tinggi.

“Unsur-unsur seperti itu harus terpenuhi karena KPK ini adalah lembaga penegak hukum. Lembaga penegak hukum harus diisi oleh penegak-penegak hukum yang kredibel serta mempunyai jam terbang yang tinggi,” ujarnya.

Mantan Ketua KPK Antasari Azhar menyatakan jajaran Pimpinan KPK terpilih harus ada unsur penuntut umum dan unsur penyidik. Antasari mengungkapkan, yang dimaksud dengan penuntut umum di Indonesia itu adalah jaksa. Sedangkan unsur penyidik, yaitu pihak kepolisian. Ia menambahkan, acuan untuk mengisi komposisi Pimpinan KPK itu adalah Pasal 25 ayat 1 UU KPK.

“Saya katakan demikian karena saya mantan penegak hukum, jadi harus taat hukum dan taat asas,” ucap Antasari. (Dkn)

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.