|
Capres
nomor urut 01 Joko Widodo saat konferensi pers di Plataran Menteng, Kamis
(18/4/). Hampir seluruh ketua umum partai politik pendukung hadir dalam
konferensi pers tersebut. |
JAKARTA, SANCA
NEWS.COM - Pasca-Pemilu 2019, sejumlah partai politik secara terang-terangan
mulai membidik kursi ketua MPR. Lobi-lobi pun dilancarkan, termasuk kepada Presiden
Joko Widodo yang juga merupakan capres terpilih.
Berbeda
dengan posisi pimpinan DPR yang ditentukan dari raihan kursi dan suara
terbanyak, pos pimpinan MPR ditentukan dalam sistem paket. Aturan ini
sudah termaktub dalam Pasal 427C Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR,
DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Pasal itu
mengatur pimpinan MPR terdiri dari satu ketua dan empat wakil ketua yang
dipilih dari dan oleh anggota MPR. Pimpinan MPR dipilih dari dan oleh anggota
MPR dalam satu paket yang bersifat tetap.
Artinya,
fraksi partai politik di Senayan bisa berkompromi untuk menentukan siapa yang
diusung menjadi calon ketua dan wakil ketua MPR dalam satu paket. Setelah itu,
seluruh anggota MPR menggelar sidang untuk menentukan paket mana yang dipilih
sebagai pimpinan. Jika musyawarah tak tercapai, pemilihan dilakukan dengan
voting.
Nah,
sistem paket inilah yang membuat lobi-lobi antarelite harus digencarkan. Secara
matematis, parpol pendukung Jokowi-Ma'ruf yang berjumlah mayoritas di Senayan
akan menang mudah jika parpol oposisi juga mengajukan paket pimpinan MPR.
Namun,
lobi di lingkaran parpol koalisi KIK juga diperlukan untuk menentukan siapa
yang mendapat jatah calon ketua MPR dan empat wakil ketua.
Partai
Golkar
Partai
Golkar menjadi salah satu parpol yang paling gencar melakukan upaya demi
mendapat kursi ketua MPR.
Ketua Umum
Partai Golkar Airlangga Hartarto bahkan sempat secara terbuka menyampaikan
keinginan ini dalam acara buka puasa bersama Partai Golkar yang dihadiri
Presiden Jokowi.
"Apabila
nanti dalam pemilihan ketua MPR, yang dipilih dalam sistem paket, paket Koalisi
Indonesia Kerja, wajar juga mengusung paket dengan ketua dari Partai
Golkar," ujar Airlangga dalam acara buka puasa bersama yang digelar 19 Mei
lalu.
Airlangga
menilai wajar partainya sebagai peraih kursi terbanyak kedua di DPR mendapat
pos ketua MPR. Sebab, pos ketua DPR sudah pasti menjadi milik PDI-P sebagai
pemenang pemilu.
Belakangan,
Airlangga mengingatkan lagi keinginan Partai Golkar untuk mendapat kursi ketua
MPR itu saat ia dan 34 pengurus dewan pimpinan daerah tingkat I Partai Golkar
sowan ke Jokowi pada Senin (1/7).
Menurut
Airlangga, Presiden sudah berkomunikasi dengan partai KIK lain terkait hal itu.
"Presiden
sudah berkomunikasi dengan partai lain," kata Menteri Perindustrian itu.
PKB
Ketua Umum
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) juga sebelumnya sudah mengungkapkan keinginan
mendapat kursi ketua MPR. Bahkan, Muhaimin terang-terangan menyebut bahwa kursi
ketua MPR itu akan diduduki olehnya jika memang PKB diberi kesempatan.
Sama
seperti Airlangga, Cak Imin juga ikut melobi Presiden Jokowi agar pos ketua MPR
menjadi milik PKB. Hal itu ia akui seusai bertemu Jokowi di Istana
Kepresidenan, Jakarta, 21 Mei lalu.
"Saya
cuma bilang saya siap perintah sajalah. Mau jadi ketua (MPR), mau jadi menteri,
terserah. Sekarang pun saya jadi Wakil Ketua MPR, masa Wakil Ketua MPR
lagi," ujarnya.
Menurut
Muhaimin, penentuan ketua MPR tak bisa hanya mempertimbangkan kursi terbanyak,
tetapi harus dibahas bersama-sama dalam rapat koalisi.
"Berembuklah.
Jadi nanti Golkar ngajuin siapa, PKB ngajuin siapa, yang lain ngajuin siapa,
nanti kami tentu pada akhirnya bawa dalam rapat koalisi," kata Muhaimin.
Partai
Nasdem
Sekretaris
Jenderal Partai Nasdem Johnny G Plate mengatakan, partainya juga sedang
menyiapkan calon ketua MPR.
Dia
menyebut Partai Nasdem siap berdiskusi dengan Partai Golkar dan PKB yang lebih
dulu mengutarakan keinginan atas jabatan itu. Ini termasuk dengan PDI
Perjuangan yang akan mendapat kursi ketua DPR dan partai koalisi lain.
"Saat
ini tentu kami juga menyiapkan untuk calon ketua MPR. Jadi bersama-sama nanti
tentu kami akan berbicara dengan Golkar, dengan PDI-P, dengan PKB Cak Imin
secara khusus pastinya," ujar Johnny di Kompleks Parlemen Senayan,
Jakarta, 21 Mei lalu.
Johnny
mengatakan diskusi tersebut untuk menentukan siapa saja yang akan dijadikan
paket pimpinan MPR. Hal yang pasti, Nasdem menyiapkan kadernya untuk posisi
itu.
Menurut
dia, tidak masalah jika partai-partai lain juga punya keinginan menduduki
jabatan itu. Dia menilai itu merupakan bagian dari seni dan negosiasi politik.
"Yang
pasti Koalisi Indonesia Kerja akan membangun koalisi yang rasional, akan
membangun politik yang dinamis dengan tetap menetapkan kekerabatan politik
sebagai hal yang penting," kata dia.
PAN
Selain
parpol di lingkaran koalisi Jokowi, tersiar kabar bahwa PAN yang pada Pilpres
2019 mengusung Prabowo-Sandi juga mengincar kursi ketua MPR. Bahkan, Ketua Umum
PAN yang juga Ketua MPR saat ini, Zulkifli Hasan, disebut-sebut sudah melakukan
lobi ke Jokowi.
Kabarnya,
lobi-lobi itu dilakukan Zulkifli seusai menghadiri pelantikan Gubernur Maluku
di Istana. Kabar ini sampai ke telinga elite tim Kampanye Nasional
Jokowi-Ma'ruf dan kemudian dibocorkan ke media.
"Saya
berani mempertanggungjawabkan bahwa memang Pak Zulkifli membisik Pak Jokowi,
PAN meminta bagian untuk pimpinan MPR. Saya berani bertanggung jawab soal
itu," ujar Wakil Ketua TKN Abdul Kadir Karding awal Mei lalu seperti
dikutip Tribunnews.com.
Karding mengatakan mendapatkan informasi itu
dari pihak Istana. Namun, Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno membantah
partainya melakukan lobi ke Jokowi untuk mendapatkan jatah pimpinan MPR. (Dkn).
Sumber : Kompas