Latest Post

Sidang kasus dugaan mafia tanah dengan terdakwa mantan Presdir Jakarta Royale Golf Club, Muljono Tedjokusumo di Pengadilan Negeri Jakarta Barat Rabu (27/2).


JAKARTA,SANCA NEWS.COM - Jaksa Penuntut Umum (JPU) bersikukuh meyakini mantan Presiden Direktur Jakarta Royale Golf Club, Muljono Tedjokusumo telah memalsukan surat dan menempatkan keterangan palsu pada akta autentik tanah di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. 

Hal ini dilakukan Muljono dengan menggunakan fotokopi akta jual beli untuk membuat surat kehilangan agar dapat mengajukan sertifikat tanah ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Hal ini dikatakan JPU pengganti, Atta saat membacakan replik dalam sidang lanjutan perkara dugaan mafia tanah atau pemalsuan surat tanah Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar), Rabu (10/4).


“Dia menggunakan fotokopi akta jual beli yang ditandatangani Camat Kebon Jeruk tahun 1987. Fotokopi itu kemudian ia buat untuk membuat surat kehilangan di Polres Jakarta Barat sebelum akhirnya mengajukan sertifikat tanah di BPN (Badan Pertanahan Nasional),” kata Atta.

Sebelumnya, JPU menuntut Muljono untuk dihukum satu tahun pidana penjara. Jaksa meyakini, Muljono bersalah telah memalsukan surat dan menempatkan keterangan palsu pada akta autentik tanah di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

Meski memiliki girik, Muljono tidak menggunakan girik itu untuk pembuatan sertifikat. Mengenai girik itu, Atta menyebut BPN telah menyatakan bahwa girik milik Muljono yang dijadikan bukti dalam persidangan memiliki tempat yang berbeda. Girik tersebut bukan berada di kawasan Kedoya Utara, Kebon Jeruk seperti yang disebut Muljono melainkan di Kembangan.

“Jadi bisa dipastikan terdakwa memiliki niat atau mens rea. Buktinya dia sengaja menggunakan fotokopi bukan melalui girik untuk ajuan sertifikat,” kata Atta sembari mengatakan girik milik Muljono dianggap tidak relevan.

Jaksa juga membantah pembelaan kuasa hukum Muljono yang menyebut tidak ada kerugian dalam perkara ini. Dikatakan Jaksa, Muljono dilaporkan ke polisi oleh Ahli Waris sah yang merasa dirugikan atas tindakan Muljono menggelapkan dokumen. Untuk itu, Jaksa tetap pada tuntutan dan keyakinan bahwa terdakwa melakukan tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam dakwaan.

JPU juga menekankan bahwa kasus ini murni pidana dan tidak unsur perdata. Ditambah lagi dengan surat keputusan (SK) BPN yang telah membatalkan semua sertifikat milik terdakwa Muljono Tedjokusumo. Jaksa meminta Majelis Hakim yang dipimpin Sterly Marlein menjatuhkan hukuman seadil-adilnya dalam perkara ini. Menurut Jaksa, hal ini penting agar menjadi pelajaran bagi masyarakat terutama kasus penggelapan dokumen.

Dikonfirmasi terpisah, kuasa hukum para korban mafia tanah, Aldrino Linkoln mengatakan sertifikat tanah milik Muljono Tedjokusumo telah dicabut setelah Surat Keputusan (SK) BPN keluar. Dalam SK tersebut, BPN meminta Muljono mengembalikan tanah yang menjadi objek sengketa kepada sejumlah kliennya. Termasuk soal girik milik kliennya, BPN dalam SK menegaskan girik itu terdaftar, hal itu terungkap setelah BPN melakukan pengukuran.

“Terkait surat SK BPN tersebut, saya juga selaku tim kuasa hukum sudah memberitahukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Surat tersebut berupa pemberitahuan kepada Ketua Pengadilan serta majelis hakim yang menyidangkan kasus tersebut,” ucap Aldrino yang mengaku menyerahkan foto copy SK.

Dalam kasus ini, Aldrino menilai terdakwa dan saksi mengakui bahwa perbuatan yang dilakukan Muljono merupakan perbuatan pidana.

Diberitakan, JPU mendakwa Muljono telah memalsukan surat dan menempatkan keterangan palsu pada akta autentik tanah di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Atas perbuatannya Muljono didakwa melanggar Pasal 263 ayat (1) Pasal 264 Ayat (2) dan Pasal 266 Ayat (2) KUHP.

Perkara ini bermula dari laporan H. Muhadih, Abdurahman, dan ahli waris Baneng terhadap Muljono ke Bareskrim Polri yang tertuang dalam Laporan Polisi nomor 261/III/2016/Bareskrim Tgl 14 Maret 2016 dan LP 918/IX/2016/Bareskrim tanggal 7 September 2016.

Enam saksi pelapor, yakni Muhadi, Masduki, Suni Ibrahim, Abdurahmman, dan Usman serta Akhmad Aldrino Linkoln selaku kuasa hukum para pelapor mengungkapkan sejumlah bukti yang diduga dilakukan Muljono dan membuat tanah milik ahli waris di kawasan Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat dikuasai Muljono.

Beberapa perbuatan itu diantaranya, penggunaan akta jual beli (AJB) orang lain sehingga terbit sertifikat atas nama Muljono. Selain itu, di tanah milik kliennya itu, Aldrino menyatakan, Muljono memasang plang atas namanya. 

Bahkan, Muljono menyuruh orang lain menjaga lahan tersebut. Akibatnya, ahli waris tidak bisa memasuki lahan karena dihalang-halangi penjaga tanah tersebut.

Tindakan-tindakan yang dilakukan Muljono ini membuat ahli waris meradang. Hal ini terutama saat mengetahui BPN ternyata menerbitkan sertifikat atas nama Muljono. Padahal, ahli waris tidak pernah melakukan transaksi jual beli dengan Muljono terkait tanah tersebut. 

Bahkan dalam kesaksiannya, Muhadi selaku ahli waris Ahmad Mimbora dan Salabihin Utong menegaskan tidak mengenal Muljono. 



Sumber : Berita Satu


Suasana Sidang Perdana Sengketa Pilpres 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jumat (14/6).

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Tim Hukum pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto, menilai pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin berpotensi melakukan kecurangan secara terstrukrur, sistematis dan masif selama proses Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019.

Oleh sebab itu, tim hukum Prabowo-Sandiaga meminta Mahkamah Konstitusi (MK) mendiskualifikasi pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin sebagai peserta pemilu 2019.

Mereka juga meminta MK menyatakan pasangan capres-cawapres nomor urut 02 sebagai pemenang pilpres atau paling tidak pemungutan suara diulang secara nasional.

"Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo dan K.H. Ma’ruf Amin harus dibatalkan atau didiskualifikasi sebagai peserta Pilpres 2019, dan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden 02, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno harus dinyatakan sebagai pemenang Pilpres 2019, atau paling tidak pemungutan suara Pilpres 2019 diulang secara nasional," ujar Bambang dalam sidang pendahuluan sengketa hasil pilpres di gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat, (14/6).

Bambang menuduh, Presiden Jokowi sebagai petahana setidaknya melakukan lima bentuk kecurangan selama pilpres.

Kelima tuduhan kecurangan itu adalah penyalahgunaan Anggaran Belanja Negara dan Program Kerja Pemerintah, Penyalahgunaan birokrasi dan BUMN, ketidaknetralan Aparatur Negara, polisi dan intelijen, pembatasan kebebasan pers dan diskriminasi perlakuan dan penyalahgunaan penegakkan hukum.

Bambang mengklaim, kelima jenis pelanggaran dan kecurangan itu bersifat terstruktur, sistematis dan masif.

"Dalam arti dilakukan oleh aparat struktural, terencana, mencakup dan berdampak luas kepada banyak wilayah Indonesia," kata Bambang.

Untuk memperkuat dalilnya itu, Bambang menyertakan tautan berita media massa online sebagai buktinya.

Terkait penyalahgunaan Anggaran Belanja Negara dan Program Kerja Pemerintah misalnya, Bambang mencantumkan sebanyak 22 tautan berita.

Pada intinya, seluruh berita tersebut menyoroti tentang upaya pemerintah menaikkan gaji aparatur sipil negara, kenaikan dana kelurahan, pencairan dana bantuan sosial (Bansos), percepatan penerimaan Program Keluarga Harapan (PKH) dan penyiapan skema Rumah DP 0 Persen untuk ASN, TNI dan Polri.

"Dengan sifatnya yang terstruktur, sistematis, masif tersebut, maka penyalahgunaan anggaran dan program kerja negara tersebut adalah modus lain money politics atau lebih tepatnya vote buying," ucap Bambang.

"Patut diduga dengan alur logika yang wajar, bertujuan untuk mempengaruhi penerima manfaat baik secara langsung ataupun tidak langsung dari program kerja tersebut, yang kebanyakan tidak lain adalah para pemilih dan keluarganya, agar lebih memilih Capres Paslon 01," tutur mantan Wakil Ketua KPK itu. (Kompas/Dkn).

Ketua Pansel KPK Yenti Ganarsih (kiri) bersama para anggota (dari kiri atas) Indriyanto Seno Adji, Hamdi Moeloek, Harkristuti Harkrisnowo, Diani Sadia Wati, (dari kiri bawah) Al Araf, Mualimin Abdi, Hendardi dan Marcus Priyo Gunarto.

JAKARTA, SANCA NEWS.COM - Lembaga pemantau korupsi, Indonesian Corruption Watch, mengkritik gagasan untuk menyertakan anggota polisi di tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena disebut berpotensi terjadinya konflik kepentingan. 

Pernyataan ini muncul setelah panitia seleksi KPK bertemu dengan Kapolri Tito Karnavian pada Kamis (13/06) untuk meminta Kapolri mengirimkan calon-calon terbaik dari institusi kepolisian untuk diseleksi menjadi pimpinan KPK.

"Kita bisa merujuk ke institusi pemberantasan di luar negeri di ICAC Hong Kong yang mana calon pimpinan ICAC Hong Kong itu tidak boleh berlatar institusi penegak hukum tertentu karena dikhawatirkan akan ada konflik kepentingan jika pada selanjutnya dia memimpin.
"Dia akan menangani kasus yang berkaitan dengan institusi asalnya," papar Kurnia Ramadhana, peneliti Indonesia Corruption Watch.

Namun Ketua Tim Pansel KPK Yenti Ganarsih mengatakan bahwa kekhawatiran adanya konflik kepentingan sudah dijamin tidak akan terjadi oleh Kapolri Tito Karnavian.

"Tadi ada pandangan-pandangan kalau salah satu komisioner ada yang dari kepolisian, itu akan memudahkan untuk koordinasi tentang pelaksaan tugas, terutama penindakan," ungkap Yenti.
Dia juga menegaskan bahwa pimpinan KPK dari kepolisian sudah sesuai dengan undang-undang.
"Hong Kong itu beda sekali dengan Indonesia. Hong Kong bahkan ketua komisionernya yang pertama kali itu langsung ditunjuk oleh Ratu Inggris. Jadi jangan disamakan dengan Hong Kong.
"Undang-undang kita tidak melarang polisi masuk. Justru undang-undang itu melarang kalau komisionernya itu terdiri dari unsur masyarakat semua. Itu tidak boleh," ujar Yenti.

Kapolri Tito Karnavian sendiri menyatakan dukungannya seraya mengatakan bahwa jaringan nasional kepolisian dapat berguna dalam usaha pemberantasan korupsi.

"Ini bisa dimanfaatkan oleh KPK untuk menjadi mesin bersama-sama memberantas kasus korupsi, mencegah korupsi yang sebesar negara Indonesia ini," kata Tito.

Tito Karnavian juga menepis kemungkinan konflik kepentingan bila pimpinan KPK berasal dari Polri, dan selama ini sudah banyak anggota polisi yang bertugas di KPK.

"Banyak sekali di sana dan sebagian besar mereka profesional dan mereka juga selesai dalam keadaan prestasi yang baik. Tidak membuat masalah," jelasnya.

'Untuk institusi kepolisian saja'

Kurnia Ramadhana dari ICW juga berpendapat agar seharusnya "orang-orang terbaik yang diajukan Tito sebagai calon pimpinan KPK sebaiknya disimpan saja dan diberdayakan di institusi kepolisian."
Korps kepolisian menduduki peringkat kelima institusi paling korup berdasarkan survei Global Corruption Barometer (GCB) yang disusun Transparency International pada 2017.

Kurnia juga memberi contoh pada kepemimpinan Agus Rahardjo, ada komisioner Basaria Panjaitan yang berlatar belakang polisi.

"Kita lihat tidak juga menunjukkan kinerja yang terlalu baik. Masih banyak tunggakan perkara, persoalan etik juga masih mendera KPK saat ini, dan pimpinan KPK sekarang masih belum memiliki visi asset recovery yang baik," kata Kurnia.

Pendaftaran calon pimpinan KPK akan dibuka hingga 4 Juli 2019 yang akan diikuti dengan berbagai tes untuk disaring menjadi 10 nama yang akan diserahkan ke presiden dan DPR untuk dilakukan fit and proper test atau uji kepatutan dan kelayakan.

Kelima pimpinan KPK baru, dijadwalkan akan dilantik pada 21 Desember 2019, saat pimpinan KPK sekarang berakhir masa jabatannya.(Bbc/Dkn).



Kuasa Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno
JAKARTA, SANCA NEWS.COM  - Kuasa Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Denny Indrayana bersikukuh tautan berita media massa online yang digunakan kubunya untuk mempermasalahkan kemenangan Jokowi- Ma'ruf Amin sah dan bisa menjadi bukti dalam persidangan sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam dokumen pemohon, Prabowo-Sandi mencantumkan berbagai tautan berita terkait dugaan kecurangan yang dilakukan Jokowi-Ma'ruf dalam Pilpres 2019.

Pencantuman tautan berita juga dinilai beberapa pihak sebagai bukti yang tidak kuat.

"Dengan tetap menyerahkan penilaian alat bukti kepada Mahkamah Konstitusi, izinkan kami sampaikan pandangan, tidak tepat pula dan keliru bahwa tautan berita bukan alat bukti," kata Denny dalam sidang pendahuluan di Gedung MK, Jakarta, Jumat (14/6).

Denny mengutip Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 (UU MK) bahwa tautan berita online termasuk dalam bukti yang sah dan bisa digunakan dalam persidangan.

Ia juga beralasan media-media link beritanya dijadikan kubu Prabowo-Sandi memiliki kredibilitas yang tidak diragukan. Media tersebut antara lain, CNN Indonesia.com, Tempo, Kompas, Tirto.id, Republika, detik.com, Kumparan, dan lainnya.

"Kami yakini isi berita tersebut dan menghormati sistem kerja rekan-rekan media yang check and recheck sebelum berita tersebut ditayangkan. Apalagi sebagian besar fakta yang tidak dibantah oleh yang diberitakan," tuturnya. (Dkn).

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.