|
Ilustrasi |
JAKARTA, SANCA
NEWS.COM - Gagasan pemerintah mengundang
maskapai asing
ke pasar penerbangan di Indonesia mengundang protes dari maskapai nasional.
Salah satunya, PT
Sriwijaya Air yang
mengoperasikan dua maskapai di dalam negeri, yaitu Sriwijaya Air dan NAM Air.
Direktur Utama Sriwijaya Air Joseph Adrian Saul menilai gagasan memasukkan
maskapai asing ke pasar penerbangan dalam negeri berpotensi mengubah iklim
pasar saat ini. Ia bahkan menyebut bukan tidak mungkin kebijakan tersebut bisa
membunuh maskapai nasional yang saat ini masih jatuh bangun mempertahankan
bisnisnya.
Apalagi, sambungnya, jumlah pemain di industri ini tinggal 10 maskapai dari
sebelumnya sekitar 30 maskapai beberapa tahun lalu. Sementara sisanya, terpaksa
bangkrut karena tidak bisa bertahan.
"Yang saya khawatirkan adalah bisa merusak pasar penerbangan domestik yang
kemudian setelah itu ditinggalkan," ucapnya kepada
CNNIndonesia.com, Jumat (7/6).
Di sisi lain, menurutnya, gagasan mengundang maskapai asing karena isu
tingginya tarif tiket pesawat menyudutkan maskapai nasional. Sebab, seolah-olah
maskapai nasional menjadi biang keladi kenaikan tarif tiket.
Maskapai, menurut dia, juga dituding menyebabkan melorotnya pertumbuhan
industri pesawat lantaran tarif pesawat yang disebut mahal. Padahal,
menurutnya, maskapai nasional perlu melakukan penyesuaian harga untuk bertahan
hidup.
Ia pun mengklaim kenaikan harga sebenarnya dilakukan bertahap dan sesuai dengan
sistem travel online.
"Penerbangan dianggap menjadi satu-satunya penyebab industri pariwisata
menurun, tapi di pihak lain, saya tidak dengar industri perhotelan membantu
mendorong pariwisata. Toh, peak season Lebaran, harga hotel juga mahal
sekali," jelasnya.
Lebih lanjut, Joseph berpandangan ketimbang menambah maskapai asing ke pasar
penerbangan Tanah Air, lebih baik seluruh pihak berusaha untuk meningkatkan
daya beli masyarakat. Dengan begitu, tercipta kemampuan baru di pasar
penerbangan dalam negeri.
"Airlines sudah beroperasi sangat efisien, yang perlu ditingkatkan ya daya
beli masyarakat," imbuhnya.
Sekalipun maskapai asing benar-benar akan masuk ke pasar penerbangan domestik,
ia mengaku belum bisa memberi gambaran kesiapan perusahaan. 'Kami masih fokus
memperbaiki performance finance dan operation agar melepas 2019 bisa
lebih baik dari 2018," tuturnya.
Tak jauh berbeda, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk memberikan nada khawatir
terhadap gagasan tersebut. Meski, secara personal, Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) itu mengaku percaya diri bisa menghadapi persaingan ke depan bila
maskapai asing benar-benar masuk ke pasar penerbangan Indonesia.
Vice President Corporate Secretary Garuda Indonesia Ikhsan Rosan mengatakan
perseroan siap menghadapi potensi persaingan ke depan karena selama ini sudah
menjalankan bisnis sesuai dengan regulasi yang berlaku. Namun, ia
menggarisbawahi bahwa pemerintah harus pula memberikan ruang dan aturan yang
sama kepada maskapai asing di pasar penerbangan domestik.
Jika hal tersebut tak dilakukan, menurut dia, kelangsungan bisnis maskapai
nasional ke depan bisa lebih muram. "Jangan sampai mengistimewakan
maskapai asing. Di Indonesia sudah ada 24 maskapai penerbangan nasional yang bangkrut
akibat persaingan yang tidak sehat. Mudah-mudahan jangan ada lagi,"
ungkapnya.
Ia juga menyayangkan jika gagasan mengundang maskapai asing dilakukan karena
menuding maskapai nasional sengaja mengerek harga tiket pesawat. Padahal,
menurutnya, maskapai nasional selalu menaati aturan main yang dikeluarkan oleh
Kementerian Perhubungan.
Ia mencontohkan, ketika pemerintah menurunkan aturan tarif batas atas (TBA)
sekitar 12-16 persen, maskapai nasional tetap menaati aturan tersebut dan
melakukan penyesuaian. Lebih lanjut, menurut Ikhsan, ketimbang memasukkan
maskapai asing ke persaingan di dalam negeri, lebih baik mengedukasi masyarakat
soal harga tiket penerbangan.
Sementara PT Indonesia AirAsia, maskapai asal Malaysia yang beroperasi di
sejumlah rute penerbangan di Indonesia memiliki pandangan yang berbeda.
Menurut Direktur Utama AirAsia Indonesia Dendy Kurniawan, gagasan tersebut
sejatinya sah-sah saja.
Baginya, bukan hal yang salah bila pasar penerbangan Indonesia mulai membuka
diri dengan maskapai asing. "Kalau seperti katak dalam tempurung terus,
kapan majunya?" ungkapnya.
Toh, menurutnya, kehadiran maskapai asing bukan tidak mungkin bisa memunculkan
pasar industri yang lebih efisien dan kompetitif untuk meningkatkan daya saing.
"Airlines nasional juga harus
introspeksi, sudah efisien kah kita? Sudah siapkan bersaing kita?"
celetuknya.
Berbeda dengan maskapai selaku pemain utama di pasar penerbangan, PT Angkasa
Pura II (Persero) selaku pengelola operasional sejumlah bandara di dalam negeri
justru menyambut baik gagasan tersebut. Bahkan, AP II akan 'membuka pintu'
dengan menambahkan jadwal penerbangan dari maskapai asing ke jadwal bandara.
"Kami mendukung sekali. Sebagai operator, bandara kami siap untuk
itu," ucap Direktur Utama AP II Muhammad Awaluddin.
Meski begitu, Awaluddin menekankan kedatangan maskapai asing nanti tentu tetap
harus dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku. Khususnya, pemenuhan
ketentuan pengangkutan penumpang dan barang antara dua tempat di negara yang
sama oleh operator transportasi dari negara lain alias cabotage.
Berdasarkan aturan ini, maskapai yang beroperasi di Tanah Air tidak bisa
melayani rute penerbangan yang populer saja, misalnya antara kota di Pulau
Jawa. Namun, maskapai juga perlu membuka rute penerbangan ke luar Jawa hingga daerah-daerah
perintis.
"Badan usaha udara yang baru perlu masuk ke wilayah perintis atau yang
sekarang sudah dilayani badan usaha existing. Jadi
ada kesetaraan," katanya.
Sementara kalangan pengusaha dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia
turut mendukung gagasan memasukkan maskapai asing ke pasar penerbangan dalam
negeri. Apalagi bila hasilnya bisa membuat industri ini semakin efisien dan
kompetitif. Sebab, dampaknya pun bisa memperkuat lini bisnis lain.
"Tapi yang paling penting, level of playing field-nya
harus sama," katanya.
Lebih lanjut ia melihat maskapai nasional seharusnya tidak perlu khawatir
karena kedatangan pemain baru merupakan hal paling standar dalam persaingan
bisnis. Toh, menurutnya, masing-masing maskapai nasional saat ini sudah punya
pasar dan kualitas layanan yang bisa ditawarkan ke masyarakat.
"Saya selalu menyatakan, kalau pengusaha takut kompetisi, ya tidak usah
jadi pengusaha. Kompetisi bikin apa? Semakin efisien, itu jadi lebih
baik," pungkasnya. (Dkn).
Berita ini dikutip dari CNN Indonesia (7/6).