Latest Post

Calon Presiden (Capres) nomor urut 02, Prabowo Subianto
MEDAN-- Dalam rangka silaturahmi akbar di Medan, Sabtu baru-baru ini, Calon Presiden (Capres) nomor urut 02, Prabowo Subianto berjanji, jika pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memenangi Pilpres 2019, kabinet mendatang berisi orang-orang yang benar-benar bersih dan antikorupsi. Pada kesempatan itu, dirinya (Prabowo-red), secara tegas menyatakan dia tidak akan menoleransi siapa pun yang melakukan korupsi.

Sebelum ditunjuk sebagai menteri, lanjut Prabowo, mereka harus terlebih dahulu menandatangani fakta integritas tidak akan memperkaya diri maupun keluarga serta saudara-saudaranya selama menjabat sebagai menteri.

"Kalau dia tidak mau menandatangani fakta integritas antikorupsi, dia tidak boleh duduk di kabinet. Itu komitmen kami sejak awal agar bangsa ini benar-benar bersih dari korupsi," katanya.

Pada acara bertemakan "Semangat Sumut untuk Prabowo-Sandi Membangun Demokrasi yang Beradab Menuju Indonesia Menang", Prabowo mengatakan, mereka akan memperbaiki semua hal, termasuk gaji PNS, hakim, jaksa, dokter, perawat, camat, bupati, dan gubernur menjadi lebih baik lagi agar semuanya lebih fokus bekerja dan tidak melakukan korupsi.

"Rapi kalau semua sudah diperbaiki, masih juga ada yang mau korupsi, tidak bisa dibayangkan apa yang akan dilakukan rakyat kita kepada mereka," katanya.

Ia lantas menekankan, "Kita ingin menjadi negara besar maka semua hal-hal yang berbau korupsi harus dibinasakan."

Pada kesempatan itu, Prabowo juga menyinggung soal Indonesia sebagai negara produsen, seperti sawit, kopi, dan karet.

Namun, petani tidak bisa tersenyum pada saat panen karena hasil panen tidak bisa menutupi biaya produksi.

"Bagaimana mereka bisa tersenyum? Pada saat panen justru pemerintah impor dari luar. Ini tidak boleh terjadi lagi. Kita bantu petani supaya makmur, petambak, peternak, dan semuanya harus bisa menikmati kekayaan bangsa ini," katanya.

Pemilu 2019 diikuti dua pasangan kontestan, yaitu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno (nomor 02), dan pasangan petahana, Jokowi-KH Ma'ruf Amin (nomor 01). (ant)

Presiden Joko Widodo. (Foto: Istimewa)
"Tahun kemarin yang kita bagi Rp19 triliun, tahun ini Rp34 triliun, 2 kali lipat, nanti kalau ada anggaran tambah lagi”

KEPADA para warga yang menerima Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Presiden Joko Widodo mengingatkan agar dana bantuan tersebut untuk bijak digunakan. Apalagi, lebih kurang satu bulan lebih lagi, tahap kedua PKH akan disalurkan, yakni bulan April mendatang.

"Penggunakan PKH kalau bisa direm, untuk ditabung, kalau bisa nanti tahapan kedua April jangan banyak-banyak mengambilnya, berbondong-bondong ke ATM, perencanaan keuangan itu penting," kata Presiden Joko Widodo di Gedung Laga Tangkas, kompleks stadion Pakansari, Cibinong, Jawa Barat pada Jumat.
  
Presiden menyampaikan hal itu dalam acara penyaluran bantuan sosial PKH dan BPNT yang dihadiri oleh 1.900 orang baik penerima PKH, BPNT maupun pendampingnya. Acara itu juga dihadiri oleh Menteri Sosial Agus Gumiwang dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
  
Alokasi anggaran PKH pada 2019 mencapai Rp34,4 triliun atau meningkat hampir dua kali lipat dari jumlah Rp19,2 triliun pada 2018.
  
Peningkatan ini diikuti dengan perubahan skema. Skema bantuan yang semula rata menjadi bervariasi dimana indeks bansos PKH 2019 disesuaikan dengan beban kebutuhan keluarga pada aspek kesehatan, pendidikan dan kesehateraan sosial.

"Tahun kemarin yang kita bagi Rp19 triliun, tahun ini Rp34 triliun, 2 kali lipat, nanti kalau ada anggaran tambah lagi, mungkin PKH dan mungkin bantuan pangan non tunai kita tambahkan, tapi ibu-ibu penggunannya harus hati-hati betul. Kalau bisa ada peluang usaha bisa dikembangkan misalnya jualan kelontong, sembako di rumah, warung bakso, gorengan di rumah, akan berkembang," jelas Presiden.
  
Ada tujuh komponen yang ditetapkan pemerintah untuk mendapat dana tambahan. Rinciannya adalah ibu hamil mendapat Rp 2,4 juta, balita mendapat Rp2,4 juta, anak SD mendapat Rp900 ribu, anak SMP mendapat Rp1,5 juta, anak SMA mendapat Rp2 juta, lansia di atas 60 tahun mendapat Rp2,4 juta, penyandang disabilitas mendapat Rp2,4 juta dengan setiap keluarga dibatasi mendapatkan dana untuk maksimal empat komponen.
  
Jadwal penyaluran bansos PKH tahun 2019 juga berubah dari tadinya Februari, Mei Agustus dan November menjadi Januari, April, Juli dan Oktober. (ant)

Ilustrasi
KENDARI -- Bupati Buton Selatan (Busel) nonaktif, Agus Feisal Hidayat, divonis 8 tahun penjara dan dicabut hak politiknya selama 2 tahun pasca menjalani hukuman.

Amar Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua Majelis Haki, Khusnul Khotimah di Pengadilan Negeri Kendari Kelas I A, Rabu (20/2/2019).

Selain hukuman bui 8 tahun, Agus juga dipastikan tak akan mendapatkan remisi. Sebab, dalam kasus ini, ia bukan sebagai justice collaborator.

Kemudian Agus juga dihukum membayar denda Rp700 juta. Bila tidak membayarnya, ia akan mendapatkan tambahan kurungan 6 bulan penjara.

Tidak hanya itu, Agus juga dikenai pasal tambahan uang pengganti Rp378 juta dan pencabutan hak politik selama dua tahun. Vonis yang diterima Agus ini, dua tahun lebih rendah dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK selama 10 tahun penjara dan pidana tambahan uang pengganti Rp578 juta subsider 2 tahun penjara.

Menurut majelis hakim, Agus terbukti bersalah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi berupa menerima suap berbentuk fee proyek dari pengusaha Tony Kongres alias Achucu dan Simon Liong alias Chencen dengan nilai total Rp578 juta.

Agus divonis melanggar pasal 12 Huruf b Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001. Serta, pasal 17 dan 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang uang pengganti.

Usai sidang, Agus disambut tangis dan pekikan takbir keluarga. Salah satunya adalah sang ayah, LM Sjafei Kahar, yang juga mantan Bupati Buton.

Mata Sjafei tampak berkaca-kaca. Tak terkecuali pula putri Agus, berinisial L. Ia menangis sejadi-jadinya saat memeluk ayahnya yang hendak dibawa ke mobil tahanan.

Kepada wartawan, Agus tak banyak memberikan komentar ihwal putusan majelis hakim tersebut. "Nanti dilihat," singkatnya sembari berlalu.

Sementara itu, kuasa hukum Agus, La Ode Abdullah, menolak memberikan pernyataan. Ia malah mengarahkan awak media untuk bertanya ke Agus.

"Jangan tanya sama saya. Sudah putus itu kayaknya. Mereka akan pikir-pikir dulu," katanya singkat.

Jaksa Penuntut Umum KPK, Eva Yustisiana mengaku masih akan pikir-pikir untuk mengajukan banding atas putusan majelis hakim ini. Bagi KPK, berdasarkan pertimbangan hukum, majelis hakim telah menerima sebagian besar tuntutan mereka.

"Cuman pengurangan hukuman dan pengurangan hak politik saja (diturunkan)," katanya.
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 23 Mei 2018 terhadap Agus dan pengusaha Tony serta Simon terkait dugaan suap fee proyek di Pemkab Busel. Dari OTT itu, KPK menyita Rp400 juta. (bt)

Ilustrasi
TEGAL -- Selasa (19/2) siang, Polres Tegal Kota menangkap Senari (60) dan Sukosoh (50) terduga pelaku pemalsuan uang. Senari diringkus polisi saat berada di Pasar Pagi, Kota Tegal.

Dari tangan pelaku, polisi berhasil mengamankan uang palsu pecahan Rp 100 ribu sebanyak 16 lembar, uang asli Rp 1,2 juta, pecahan uang Rp 50 ribu 7 lembar, pecahan Rp 20 ribu 20 lembar, pecahan Rp 10 ribu 36 lembar dan pecahan Rp 5 ribu 6 lembar. Dan satu buah handphone.

Kapolresta Tegal AKBP Siti Rondhijah mengatakan, pengungkapan kasus upal berawal dari laporan warga kepada polisi yang melakukan patroli. "Pelaku (Senari) ketika itu sedang berada di sekitar Pasar Pagi," katanya, Kamis (21/2).

Saat Senari digeledah, polisi mendapati uang Rp 1,6 juta dengan uang palsu pecahan Rp 100 ribu. Ia pun lantas diamankan ke Satuan Reskrim.

Dalam melakukan aksinya, warga Desa Kaliwungu, Kecamatan Balapulang, Kabupaten Tegal itu menggunakan modus menukar atau membeli di pasar dengan upal. Ada sebanyak 100 lembar upal yang ia gunakan.

"Dari keterangan pelaku, kita kemudian lakukan pengembangan. Dan mengamankan pelaku lainnya (Sukosah)," jelas Rondhijah.

Sukosah diduga sebagai penjual upal kepada Senari. Diketahui Sukosah beralamatkan di Desa Sidomaju, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang.

Polisi saat masih memburu satu pelaku lainnya. Atas kasus ini, pelaku akan dikenakan pasal 36 ayat 2 Undang-undang Nomor 7 tahun 2011 tentang mata uang. Ancaman hukumannya maksimal 10 tahun penjara. (kpr)

Eni Maulani Saragih. (Foto: Istimewa)
JAKARTA -- Selasa (19/2), Mantan wakil ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih membacakan nota pembelaan atau pleidoi pribadi terkait tuntutan terhadap dirinya di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
 
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut delapan tahun penjara serta denda sebesar Rp 300 juta subsidair empat bulan kurungan, selain itu Eni juga dituntut untuk dijatuhkan  pidana berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak terdakwa Eni Maulani Saragih selesai menjalani pidana pokok.
 
Dalam pleidoinya, Eni menyebut dirinya bukan pelaku utama dalam perkara korupsi yang ia hadapi. Eni menegaskan keterlibatannya hanya karena menjalankan perintah pimpinan partai.
 
"Keteribatan saya dalam proyek PLTU Riau 1 bukanlah sebagai pelaku utama. Tetapi, semata karena saya petugas partai yang mendapat penugasan dari pimpinan partai," kata Eni saat membacakan pleidoi di hadapan majelis hakim, Selasa (19/2).
 
Diketahui, saat itu pimpinan partai berlambang pohon beringin itu masih Setya Novanto. Eni menuturkan, Novanto yang kala itu masih menjabat sebagai Ketua DPR RI. Eni diminta untuk membantu pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo dalam mendapatkan proyek PLTU Riau 1 karena saat itu ia berada di Komisi VII DPR RI yang menanungi urusan energi.
Masih dalam nota pembelaannya, Eni juga meminta maaf kepada masyarakat di Jawa Timur. Khususnya, Eni meminta maaf kepada warga di daerah pemilihannya di Dapil X yang meliputi Gresik dan Lamongan.
 
"Beribu kata maaf saya lontarkan kepada masyarakat, khususnya kepada warga yang menaruh harapan pada saya saat saya menjabat sebagai anggota DPR RI periode 2014-2019," tutur Eni.
 
Dalam pleidoinya, Eni juga meminta maaf kepada masyarakat di Temanggung. Eni mengakui menggunakan uang yang dia terima dari pengusaha untuk keperluan suaminya mengikuti pemilihan bupati di Temanggung.
 
Selain itu, Eni juga mengaku amat menyesali perbuatannya. Bahkan, tuntutan 8 tahun yang dilayangkan Jaksa KPK pun langsung menghantui dirinya, lantaran terlibat kasus PLTU Riau-1 ini, Eni harus berpisah dari keluarga.
 
"Saya terkaget oleh tuntutan 8 tahun yang dibacakan jaksa penuntut umum pada 6 Februari 2019 melihat Anak saya menangis di ruangan sidang ini, itu yang saya rasa paling menyedihkan hati saya pada saat itu," ungkap Eni.
 
"Saya menyesal apa yang terjadi pada diri saya saya bertobat," tambah dia.
 
Eni pun mengaku bahwa ia menerima konsekuensi atas perbuatannya, "tapi saya mohon keadilan hukuman yang saya jalani kepada majelis hakim yang mulia membaca tuntutan yang menolak justice collaborator saya untuk diri saya," tuturnya.
 
Menanggapi pleidoi Eni, Jaksa KPK menegaskan masih tetap pada tuntutan mereka. Sementara Majelis Hakim memutuskan untuk menunda sidang dan akan melanjutkan persidangan pada Jumat (1/3) pekan depan dengan agenda pembacaan putusan.
 
Dalam tuntutannya, Jaksa KPK meyakini Eni Saragih bersalah karena menerima uang suap sebesar Rp4,75 miliar dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo terkait kesepakatan kontrak kerjasama proyek PLTU Riau-1. Selain itu, Eni juga diyakini telah menerima gratifikasi dari sejumlah pengusaha.
 
Dalam tuntutan, uang yang diterima Eni tersebut agar membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1. Proyek tersebut rencananya akan dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo.
 
Menurut jaksa, Eni beberapa kali mengadakan pertemuan antara Kotjo dan pihak-pihak terkait, termasuk Direktur Utama PLN Sofyan Basir. Hal itu dilakukan Eni untuk membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU.
 
Selain itu, Eni juga dinilai terbukti menerima gratifikasi Rp 5,6 miliar dan 40.000 dollar Singapura. Sebagian besar uang tersebut diberikan oleh pengusaha di bidang minyak dan gas. Menurut jaksa, sebagian uang tersebut digunakan Eni untuk membiayai kegiatan partai. Selain itu, untuk membiayai keperluan suaminya yang mengikuti pemilihan bupati di Temanggung. (rep)

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.