Latest Post


 

SANCAnews – Ketua KPK, Firli Bahuri, menjelaskan alasannya tetap melantik 1.271 pegawai KPK jadi Aparatus Sipil Negara (ASN), pada Selasa (1/6/2021). Padahal, sejumlah pihak meminta pelantikan pegawai yang disebut lolos TWK itu ditunda oleh 700 pegawai.

 

Firli pun berdalih pelantikan tetap dilaksanakan karena harus menghargai pegawai lainnya yang lolos seleksi menjadi ASN.

 

“Karena proses itu sangat panjang dan tentu juga kita harus menghargai 1271 orang. Karena mereka punya anak, punya istri yang perlu kita hargai hak asasi manusianya, kita juga harus jamin kapasitas hukumnya. Kita juga harus menjamin tentang status kepegawaian mereka,” kata Firli saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (1/6/2021).

 

Firli pun mengklaim telah menjelaskan hal itu kepada perwakilan pegawai KPK yang meminta pelantikan ditunda.

 

“Alhamdulillah semuanya hadir, 1.271 dilantik. Dan proses pelantikan mengikuti saat diambil penyumpahan maupun pelantikan, semuanya ikut,” jelasnya.

 

Kepentingan Firli

 

Sementara itu, penyidik senior KPK Novel Baswedan, satu dari 75 pegawai KPK yang terancam dipecat karena tidak lolos menjadi ASN, menilai sikap ngotot Firli yang tetap melakukan pelantikan pada Selasa (1/6) ini karena ingin membuat mereka sakit hati dan putus asa.

 

“Hal ini menambah keyakinan bahwa ada suatu kepentingan Firli Bahuri untuk menyingkirkan 75 pegawai KPK yang bekerja baik. Saya menduga upaya memaksakan pelantikan sekarang ini untuk membuat 75 pegawai KPK ini putus asa atau kecewa," kata Novel.

 

“Tapi saya yakin tidak terjadi demikian, karena komitmen kawan-kawan (75 orang) ini benar-benar untuk menjaga harapan agar tetap bisa berbuat dalam upaya memberantas korupsi, walaupun dihadang dengan sedemikian rupa," sambungnya.

 

Sebelumnya, ratusan Pegawai Tetap KPK mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk menunda pelantikan pegawai KPK yang lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

 

Dalam suratnya, disebutkan bahwa seharusnya pimpinan KPK mengikuti amanat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 serta Keputusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 70/PUU-XVII/2019 dalam proses alih status pegawai menjadi ASN. (sc)




SANCAnews – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir meminta Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara jangan dipolitisasi untuk kepentingan apapun.

 

"Jauhi politisasi Pancasila untuk kepentingan apapun," kata Haedar melalui keterangan tertulis di Yogyakarta, Selasa (1/6/2021).

 

Belajar dari sejarah, menurut dia, setiap reduksi, penyimpangan, dan politisasi Pancasila akan menimbulkan ketidakpercayaan pada Pancasila itu sendiri.

 

Selain itu, ia berharap kebijakan-kebijakan negara yang berkaitan dengan Pancasila semuanya memerlukan ketulusan, kejujuran, jiwa negarawan, wawasan yang luas dan semangat kebersamaan dalam mewujudkan Pancasila sebagai ideologi negara.

 

"Jangan membawa Pancasila menjadi sesuatu yang sempit dan jangan juga membawa Pancasila melebihi dirinya. Itulah Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara. Tempatkan Pancasila secara proporsional sebagai dasar dan ideologi negara," kata Haedar.

 

Ia meminta peringatan hari lahir Pancasila bukan sekadar menjadi ritual dan seremonial dan hanya menjadi jargon dan retorika.

 

Haedar mengajak seluruh warga bangsa untuk mewujudkan Pancasila dalam kehidupan bernegara, melalui seluruh institusi kenegaraan agar betul-betul menjadikan setiap sila Pancasila sebagai dasar nilai, dasar pijakan mengambil keputusan, dan orientasi dalam kebijakan tersebut agar tetap berada di koridor Pancasila.

 

"Pertentangan sering terjadi karena kebijakan-kebijakan negara itu tidak sejalan dengan jiwa, alam pikiran, dan moralitas Pancasila," kata Haedar.

 

Berikutnya lanjut dia, Pancasila harus menjadi pedoman hidup berbangsa bagi seluruh komponen dan warga bangsa, termasuk para elit bangsa.

 

"Pancasila tidak cukup hanya dihapal, menjadi doktrin, dan pemikiran, Pancasila harus kita praktikkan dan kita warga bangsa, elit bangsa di manapun berada dan dalam posisi apapun harus menjadi contoh teladan di dalam mempraktikkan Pancasila," ujar dia. (Antara)

 


 

SANCAnews – Kuasa hukum eks pentolan FPI Munarman menegaskan kalau kliennya tersebut kekinian dalam kondisi sehat selama mendekam di Rutan Polda Metro Jaya. Hal itu sekaligus membantah isu miring kalau Munarman dalam keadaan lumpuh akibat disiksa.

 

"Sudah terkonfirmasi bahwa keadaan pak Haji Munarman baik-baik saja, kalau ada yang memberitakan beliau sakit atau lumpuh itu berita sampah alias hoax," kata salah satu pengacara Munarman, Ichwan Tuankotta, Selasa (1/6/2021).

 

Sementara itu pengacara Munarman lainnya, yakni Aziz Yanuar menyatakan hal kurang lebih serupa dengan Ichwan. Ia membantah kalau Munarman saat ini lumpuh. Menurutnya kekinian Munarman dalam keadaan sehat.

 

"Kondisinya sehat baik-baik saja terakhir kondisi dilaporkan tadi oleh tim anggota (kuasa hukum) Ann Noor Qumar," ungkapnya.

 

Kabar miring terkait kondisi Munarman sempat dibagikan oleh akun Twitter @m1n4_ 95. Dia mengunggah sebuah tangkapan layar bertuliskan pesan;

 

"BREAKING NEWS!!! Bang Munarman terlupakan oleh kita, banyak kabar beredar jika beliau sekarang tidak bisa berjalan dan bisa jadi lumpuh permanen, juga susah untuk bicara dengan jelas akibat terus-terusan mengalami penyiksaan sejak ditangkap 27 April 2021 lalu. Bahkan Munarman cuma diberi makan seminggu dua kali oleh polisi sehingga beliau sudah sangat teraniaya. Dan isu beredar jika itu desainernya Jokowi sendiri. REZIM LAKNATULLAH !!. []



 

SANCAnews – Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menegaskan, dalam rangka penguatan moderasi beragama, para Dai dan penceramah agama akan disertifikasi wawasan kebangsaan.

 

Yaqut mengatakan, sertifikasi ini terkait dengan penguatan moderasi beragama melalui kompetensi penceramah. Apalagi, katanya, jaringan stakeholders dari Kementerian Agama yang berasal dari organisasi ke masyarakat agama dan lembaga dakwah cukup luas, dan perlu berkontribusi dalam memecahkan problematika ‘what’.

 

“Salah satunya dengan melakukan bimbingan kepada para Dai dengan menggandeng peran Ormas Islam dan lembaga dakwah,” ungkap Yaqut dalam Rapat Kerja dengan DPR RI Komisi VIII.

 

Fasilitas pembinaan ini, kata Yaqut, untuk meningkatkan kompetensi para Dai dalam menjawab dan merespon isu-isu aktual dengan strategi metode dakwah yang menitikberatkan pada wawasan kebangsaan atau sejalan dengan slogan Hubbul Wathon Minal Iman.

 

“Pelaksanaan bimbingan teknis kepada para Dai juga sejalan dengan upaya penguatan moderasi beragama yang dicanangkan dalam RPJMN 2020-2024,” paparnya.

 

Saat ini, Yaqut mengatakan bahwa moderasi beragama telah menjadi bagian dari arah kebijakan dan strategi pemerintah menuju revolusi mental dan pembangunan kebudayaan.

 

Nantinya, kata Yaqut, bimbingan teknis akan diselenggarakan oleh Ditjen Bimas Islam baik di tingkat pusat maupun di tingkat instansi vertikal dengan menggandeng peran serta organisasi masyarakat Islam setempat.

 

“Para Dai yang sudah mengikuti Bimtek akan memperoleh sertifikat kompetensi yang diterbitkan oleh Kementerian Agama.”

 

“Diharapkan para Dai yang sudah terbina akan bertambah wawasan serta kompetensi keilmuan nya dan memiliki integritas kebangsaan yang tinggi, untuk mensyiarkan dakwah langsung pada masyarakat tempatnya berdomisili melalui pendekatan kultur dan budaya setempat,” tegasnya. []



 

SANCAnews – Ketua Fraksi PKS di DPR Jazuli Juwaini merespons serius isu yang memanas beberapa hari terakhir soal tes wawasan kebangsaan kepada para pegawai KPK.

 

Jazuli menyoroti pertanyaan atau pernyataan yang membenturkan antara keyakinan agama dan nasionalisme dalam TWK, seperti soal lepas jilbab dan memilih antara Al-Qur'an atau Pancasila.

 

Pihaknya menuntut Presiden Joko Widodo alias Jokowi untuk menginvestigasi masalah ini dan mengevaluasi TWK bagi seluruh pegawai negeri, tidak hanya di KPK, agar kembali pada upaya mengukuhkan Pancasila dan konstitusi.

 

"Bukan sebaliknya, memunculkan pertanyaan yang justru merusak tatanan nilai kebangsaan kita," kata Jazulidalam siaran persnya, Selasa (1/6).

 

Menurut dia, publik tiba-tiba dikagetkan pengakuan pegawai KPK yang pada saat mengikuti TWK ditanya soal apakah bersedia melepas jilbab.

 

Ketika dijawab tidak oleh pegawai, kata dia, penanya menghakimi bahwa peserta itu egois.

 

Demikian juga, kata dia, pengakuan pegawai KPK soal adanya pertanyaan untuk memilih antara kitab suci Al-Qur'an atau Pancasila.

 

"Pertanyaan-pertanyaan tersebut jelas tendensius memisahkan agama dan nasionalisme kebangsaan. Penanya jelas tidak paham sejarah bangsa, sekaligus disadari atau tidak telah merusak dan merongrong kewibawaan Pancasila dan konstitusi," ungkap Jazuli dalam siaran persnya, Selasa (1/6).

 

Menurut Jazuli, pertanyaan itu jelas menyesatkan, menyimpang, dan merusak tatanan Pancasila dan UUD NRI 1945 yang diwariskan oleh para pendiri bangsa.

 

Secara khusus, Jazuli mengaitkan kasus ini dengan komitmen peringatan Hari Lahir Pancasila yang diperingati tepat 1 Juni 2021.

 

"Di momentum Hari Lahir Pancasila 1 Juni ini, semua perlu mengukuhkan pemahaman bahwa Pancasila dan konstitusi sejatinya dibangun di atas fondasi agama," ujar dia.

 

Jazuli menjelaskan sila pertama Pancasila dan dipertegas Pasal 29 Ayat 1 UUD 1945, menyatakan negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

 

"Membenturkan keyakinan agama dan kebangsaan jelas salah kaprah dan salah arah," ungkap anggota Komisi I DPR itu.

 

Legislator Dapil Banten ini mensinyalir ada upaya membentur-benturkan agama dan kebangsaan.

 

Menurut dia, hal itu dilatari prasangka sesat dan phobia terhadap agama.

 

Selain itu, lanjut Jazuli, menganggap ketaatan pada agama sebagai ancaman (radikalisme).

 

"Radikalisme, komunisme, sekularisme dan isme-isme lain yang bertentangan dengan dasar negara dan konstitusi harus kita lawan," katanya.

 

Namun, lanjut dia, membenturkan agama dan kebangsaan, dengan sinis menuduh orang agamis yang taat agama sebagai antikebangsaan, jelas salah besar dan harus dihentikan.

 

"Sebab, jelas itu bertentangan dengan Pancasila dan konstitusi itu sendiri," terang Jazuli.

 

Dia menambahkan Pancasila dan UUD 1945, justru mendorong setiap warga negara untuk taat dan komitmen pada agamanya masing-masing.

 

Negara bahkan menjamin perlindungan terhadap warga negara berdasarkan Pasal 29 Ayat 2 UUD NRI 1945.

 

Jazuli menegaskan agama, kitab suci, dan nilai-nilai ajarannya dihormati dan dijunjung tinggi di republik ini.

 

"Kita negara yang religius, bukan negara yang sekuler. Jadi, jangan dibentur-benturkan antara agama dan kebangsaan," paparnya. []


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.