Panglima
Serdadu Eks Trimata Nusantara, Ruslan Buton ditangkap polisi pada Kamis (28/5)
siang. (Istimewa)
Jakarta, SancaNews.Com - Kuasa hukum Ruslan Buton, Tonin
Tachta Singarimbun angkat bicara soal kabar kliennya dipecat dari prajurit TNI
AD karena tersandung kasus pembunuhan pada 2017 lalu. Menurutnya, pemecatan
tersebut bernuansa politis.
Pada 2017 lalu, Tonin mengatakan Ruslan Buton diketahui masih
menjabat sebagai Komandan Kompi sekaligus Komandan Pos Satgas SSK III Yonif RK
732/Banau.
Ketika menjabat, kliennya kerap bertindak tegas terhadap
adanya Tenaga Kerja Asing (TKA) China masuk ke daerahnya.
“Jadi Ruslan itu pada 2017, dia tangkap TKA China yang di
Maluku Utara, orang China bawa visa turis bekerja di perusahaan pertambangan.
Nggak usah ku kasih tau lah PT-nya. Dia tangkap karena dia komandan di daerah
sana,” kata Tonin kepada Tribunnews, Minggu (31/5/2020).
Ketika menangkap, Ruslan sempat dilobi petugas atau pejabat
yang tidak disebutkan namanya agar melepaskan TKA China yang ditahan.
Bahkan saat itu, kliennya sempat disuap agar bisa melepaskan
seluruh TKA tersebut.
Kapten Ruslan selaku Komandan Operasional mengatakan ‘kalau
uang itu tidak ada kaitan dengan ke-5 TKA maka akan saya terima, tapi kalau
uang tersebut untuk melepaskan ke-5 TKA maka akan saya tolak’,” kata Tonin
menirukan ucapan Ruslan saat itu.
Penolakan inilah yang diduga menjadi penyebab kliennya mulai
diincar agar turun dari jabatannya.
Empat bulan setelahnya, markas sekaligus asrama TNI yang
dipimpinnya diserang oleh seorang pria bernama La Gode.
Saat penyerangan itu, La Gode pun terbunuh saat mencoba
menyerang markas TNI AD.
“Yang dibunuh ini (La Gode, Red) bukan petani. Yang dibunuh
ini preman, sudah dua kali bunuh orang itu. Narapidana itu. Ke luar masuk
penjara,” jelasnya.
“Dia serang markas, terus kalau serang markas dibiarin?
nyerang markas tentara. Itu asrama lah tapi ada kesatuannya juga,” sambungnya.
Kasus pembunuhan inilah yang menyeret Ruslan ke mahkamah
militer.
Ia menuturkan, proses jalannya persidangan pun seolah
didesain bahwa kliennya harus didepak dari militer.
“Itu jelas didesain dia harus dipecat. Pokoknya dia harus
dipecat, kenapa? karena dia yang bikin TKA China disana susah masuk. Berarti
direkondisikan preman ini untuk mengganggu kan,” ujar dia.
Sebagai informasi, saat menjabat Komandan Kompi sekaligus
Komandan Pos Satgas SSK III Yonif RK 732/Banau, Ruslan terlibat dalam kasus
pembunuhan La Gode pada 27 Oktober 2017.
La Gode ini disebut-sebut sebagai seorang petani.
Pengadilan Militer Ambon memutuskan hukuman penjara 1 tahun
10 bulan dan pemecatan dari anggota TNI AD kepada Ruslan pada 6 Juni 2018 lalu.
Diberitakan sebelumnya, Ruslan ditangkap di Jalan Poros,
Pasar Wajo Wasuba Dusun Lacupea, Desa Wabula 1, Kecamatan Wabula, Kabupaten
Buton, Sulawesi Tenggara pada Kamis (28/5/2020) kemarin tanpa ada perlawanan.
Penangkapan oleh tim gabungan Satgassus Merah Putih bersama
Polda Sulawesi Tenggara dan Polres Buton ini karena adanya laporan yang masuk
ke SPKT Bareskrim Polri dengan nomor LP/B/0271/V/2020/BARESKRIM tanggal 22 Mei
2020
Terpisah Kabid Humas Polda Sultra AKBP Ferry Walintukan
menjelaskan dalam penangkapan itu, tim menyita sebuah telepon genggam beserta
SIM card dan satu kartu tanda penduduk (KTP) milik Ruslan Buton.
Dari hasil pemeriksaan awal pelaku mengaku rekaman suara yang
meminta Presiden Jokowi mundur itu adalah benar suaranya sendiri.
“Rekaman dibuat tanggal 18 Mei 2020, direkam menggunakan
barang bukti (telepon genggam) milik pelaku,” kata Ferry.
Usai merekam suara pelaku kemudian menyebarkannya ke grup
WhatsApp (WA) Serdadu Eks Trimatra hingga akhirnya viral. Kini kasus ditangani
Mabes Polri, sementara Polda Sultra dan jajaran hanya mendampingi penangkapan.
Diketahui, Ruslan membuat pernyataan terbuka kepada Presiden
Joko Widodo dalam bentuk video dan viral di media sosial pada 18 Mei 2020. Ruslan
menilai tata kelola berbangsa dan bernegara di tengah pandemi corona sulit
diterima oleh akal sehat.
Ruslan juga mengkritisi kepemimpinan Jokowi. Menurut Ruslan,
solusi terbaik untuk menyelamatkan bangsa Indonesia adalah Jokowi rela mundur
dari jabatannya sebagai Presiden.
“Namun bila tidak mundur, bukan menjadi sebuah keniscayaan
akan terjadinya gelombang gerakan revolusi rakyat dari seluruh elemen
masyarakat,” tutur Ruslan di video itu.
Sebelumnya, pada Jumat (29/5/2020) Ruslan ditetapkan sebagai
tersangka.
Seperti dilansir dari Tribunnews dalam artikel ‘Ruslan Buton
Dijebloskan ke Tahanan, Terancam Pidana 6 Tahun Penjara’
Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Argo Yuwono mengakui Ruslan
Buton telah ditahan di Rutan Bareskrim untuk diproses hukum atas perbuatannya.
“Ya sudah ditahan di Bareskrim,” terang Argo saat dihubungi
Tribunnews.com, Sabtu (30/5/2020).
Argo melanjutkan, Ruslan Buton dijerat dengan pasal berlapis
yakni Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan atau Pasal 15 UU No. 1 Tahun 1946 tentang
Peraturan Hukum Pidana yang dilapis dengan Pasal 28 ayat (2) UU No. 19 Tahun
2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman pidana 6
tahun dan atau Pasal 207 KUHP, dapat dipidana dengan ancaman penjara 2 tahun.
Seperti diberitakan sebelumnya, Ruslan Buton yang juga
pecatan anggota TNI itu ditangkap oleh tim gabungan Satgassus Merah Putih
bersama Polda Sulawesi Tenggara, dan Polres Buton pada Kamis (28/5/2020) pukul
10.30 waktu setempat.
Kapolda Sultra, Irjen Merdisyam mengatakan, ketika ditangkap
di Jalan Poros, Pasar Wajo Wasuba Dusun Lacupea, Desa Wabula 1, Kecamatan
Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara pada Kamis (28/5/2020), Ruslan sama
sekali tidak melawan.
“Yang bersangkutan kooperatif ketika diamankan,” terang
Merdisyam saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (29/5/2020).
Kasus tersebut kini ditangani Bareskrim atas adanya laporan
yang masuk ke SPKT Bareskrim dengan nomor LP/B/0271/V/2020/BARESKRIM tanggal 22
Mei 2020.
Terpisah Kabid Humas Polda Sultra, AKBP Ferry Walintukan
menjelaskan, dalam penangkapan itu, tim menyita sebuah telepon genggam beserta
SIM card dan satu kartu tanda penduduk (KTP) milik Ruslan Buton.
Dari hasil pemeriksaan awal pelaku mengaku rekaman suara yang
meminta Presiden Jokowi mundur itu adalah benar suaranya sendiri.
Sumber: Tribunnews