JAKARTA — Gubernur Sumatera Utara (Sumut),
Bobby Nasution, bungkam saat ditanya soal laporan masyarakat ke Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait izin usaha pertambangan di Maluku Utara
atau yang dikenal dengan kasus "Blok Medan".
Keengganan menantu Presiden ke-7 RI Joko Widodo mengomentari
kasus Blok Medan itu ditunjukkan usai menjalani koordinasi dan supervisi dengan
Komisi Pemberantasan Korupsi selama 7 jam di Gedung Merah Putih KPK, Jalan
Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin, 28 April 2025.
Usai menjawab sejumlah pertanyaan wartawan, mantan Wali Kota
Medan itu langsung bergegas menuju mobilnya dengan pengawalan ketat, tanpa
menanggapi pertanyaan terkait kasus Blok Medan.
Sebelumnya, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) telah
membuat laporan resmi kepada Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait Blok
Medan pada 9 Agustus 2024.
"Kami menuntut KPK untuk menangkap dan mengadili anak
presiden, Kahiyang Ayu dan Bobby Nasution yang diduga terlibat kasus suap dan
gratifikasi IUP yang dijalankan AGK di Maluku Utara atau 'Blok Medan',"
kata Ketua GMNI Jakarta Selatan, Deodatus Sunda Se alias Bung Dendy, saat itu.
Bahkan setelah itu, beberapa mantan pejabat dan pegawai KPK
hingga pegiat antikorupsi menemui Ketua Sementara KPK, Nawawi Pomolango, pada
Rabu, 14 Agustus 2024.
Mereka adalah Penasihat KPK periode 2005-2013, Abdullah
Hehamahua; mantan pimpinan KPK, Busyro Muqoddas, Saut Situmorang, dan Bambang
Widjojanto; serta mantan pegawai KPK Praswad Nugraha, dan lainnya.
Mereka membahas beberapa isu di hadapan Nawawi. Salah satunya
menyoroti soal Blok Medan yang menyeret nama Bobby Nasution selaku Walikota
Medan, dan Kahiyang Ayu yang merupakan istri Bobby.
"Dulu KPK menangkap besan Presiden SBY. Jadi kalau besan
SBY saja yang presiden ditangkap oleh KPK, apalagi cuma mantu dari presiden.
Oleh karena itu, maka Blok Medan itu harus diseriusi oleh pimpinan KPK,"
kata Abdullah kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Rabu, 14 Agustus 2024.
(rmol)