Jokowi dan
Prabowo
JAKARTA — Pakar Hukum Tata Negara Feri
Amsari menilai situasi politik pasca Pemilu 2024 telah menciptakan dinamika
aneh dalam sistem presidensial Indonesia.
Ia menyinggung hubungan unik antara Presiden Prabowo Subianto
dan mantan Presiden Jokowi yang belum pernah terjadi dalam praktik demokrasi
dunia. Hal itu diungkap Feri saat menghadiri acara diskusi di I News TV
bertajuk 'Merapatkan Barisan di Tengah Isu Matahari Kembar'.
"Dalam sistem presidensial yang aneh pada apa yang terjadi
akhir-akhir ini, dengan Jokowi dan Presiden Prabowo adalah biasanya Presiden
dalam satu bangunan koalisi yang sudah lengser, itu tidak membuka apapun layar
untuk dirinya," ujar Feri dikutip pada Jumat (25/4/2025).
Dikatakan Feri, masih adanya manuver politik di sekitar
Jokowi berpotensi memunculkan ketegangan antar-lembaga negara.
"Dia akan menyerahkan kepada Presiden yang dia dukung.
Ini makanya disebut satu-satunya di dunia. Tapi masih juga berputar-putar.
Banyak dampak yang bisa muncul, salah satunya relasi kelembagaan,"
sebutnya.
Ia mengungkapkan, Presiden Prabowo memiliki kedekatan dengan
institusi TNI, sedangkan di sisi lain, Jokowi masih sering menerima tamu dari
kalangan kepolisian.
"Presiden Prabowo bagaimanapun punya kedekatan dengan
misalnya institusi TNI, dia korsanya di sana. Sementara diterima tamu oleh
mantan Presiden adalah teman-teman dari Kepolisian. Ini kan kayak sedang
bertarung kekuatan," imbuhnya.
Ia juga menambahkan bahwa di lingkungan kementerian, mulai
terlihat adanya klasifikasi pejabat antara loyalis Jokowi dan orang-orang yang
berpihak kepada Prabowo.
"Orangnya pak Jokowi itu dalam Kementerian ada 17 orang.
Makanya 50 persen kabinet pak Jokowi ada dalam kabinet Prabowo," tukasnya.
Feri mempertanyakan sejauh mana Jokowi masih memegang kendali
dalam pemerintahan Prabowo ke depan.
"Kalau ditanya apakah Pak Jokowi masih memegang kendali
hal tertentu? Siapa yang bisa membantah itu?," bebernya.
Kata Feri, jika Jokowi ingin menunjukkan penghormatan kepada
Prabowo, seharusnya ia mengarahkan para pendukungnya untuk menjaga jarak dalam
masa transisi ini.
"Mestinya dia sudah memikirkan, saya menghormati pak
Prabowo, tolong anda-anda untuk sementara waktu tidak datang," cetusnya.
"Agar tempat istimewa dalam pandangan publik ada di pak
Prabowo. Jadi pada titik tertentu ini bukan sekadar pelanggaran hukum,"
sambung dia.
Feri menilai, situasi ini bukan hanya persoalan etika
politik, tetapi juga berpotensi melanggar adab dalam bernegara.
"Bukankah kita melihat bahwa sekarang orang
bertanya-tanya kenapa pak Prabowo diam saja? Apakah ada sikap powelass yang
ingin ditunjukkan pak Prabowo?," timpalnya.
Lebih jauh, Feri menilai sikap diam Prabowo dan kesan santun
Jokowi justru mengundang tanda tanya besar di masyarakat.
"Sementara beliau terlihat berapi-api, tapi di ruang
tertentu pak Jokowi tampil dengan santun seolah-olah dia bukan orang yang punya
ambisi," tandasnya.
Feri bilang, terdapat istilah 'the man of contradiction'.
Semua catatan tentang tingkah laku Jokowi, apa yang dibicarakan olehnya, yang
sedang terjadi justru sebaliknya.
"Bukan tidak mungkin, kalau dia mengatakan tidak ada matahari kembar, jangan-jangan dialah matahari yang sedang dibicarakan," kuncinya. (fajar)