JAKARTA — Advisor Defense Diplomacy Strategic Forum Mayjen TNI (Purn) Rodon Pedrason sempat menyinggung persoalan organisasi masyarakat (ormas) yang menolak dwifungsi namun berperan layaknya prajurit berseragam militer.
Selain menyentil soal ormas yang berseragam militer, Rodon
juga turut menyinggung soal dwifungsi TNI dalam pemerintahan dan isu soal pelarangan
bagi eks prajurit TNI untuk berbisnis.
Hal tersebut dia sampaikan saat hadir dalam rapat pembahasan
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34
Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Komisi I DPR RI pada
Senin (3/3/2025) lalu.
Diketahui, Rodon diundang bersama Teuku Rezasyah perwakilan
Indonesia Centre for Democracy Diplomacy and Defence serta Kusnanto Anggoro
dari Centre for Geopolitics Risk Assessment.
Pada kesempatan tersebut, Rodon lalu menyindir ormas-ormas
yang kerap menggunakan seragam ala militer sebagai identitas mereka. Namun, di
sisi lain banyak pihak justru menolak adanya keterlibatan anggota TNI di
berbagai lapisan kehidupan masyarakat termasuk pemerintahan.
"Nah ini lihat menurut saya munafik juga (saat) kita
katakan enggak setuju militer terlibat di berbagai kehidupan sehari-hari tapi
ormas-ormas berseragam ala militer (sampai) ada pangkatnya," kata Rodon
dikutip Monitorindonesia.com, Kamis (3/4/2025).
"Ini mereka (anggota ormas) tiba-tiba dengan semua
atribut itu bergaya ala militer. Tapi tiba-tiba muncul ada berita antagonis
bahwa mereka enggak setuju militer ada di pemerintahan sementara mereka bermain
seperti itu," timpalnya.
Rodon menegaskan bahwa pemerintah seharusnya bisa dengan
tegas menumpas ormas-ormas yang memanfaatkan atribut militer sebagai identitas
mereka.
"Kalau saya personal berpikir orang-orang seperti ormas
ini kita tumpas saja tidak boleh berpakaian militer. Coba sama dengan orang ormas
misal pakai atribut anggota DPR kan kita enggak terima. Orang (jadi) DPR begitu
susah persyaratan kampanye segala macam tiba-tiba mereka menggunakan atribut
itu," beber Rodon.
Menurutnya, orang yang menjadi tentara membutuhkan latihan
yang tidak sebentar. Perlu latihan dasar empat tahun, kemudian ada pendidikan
khusus perwira, ada sesko, ada juga Lemhanas untuk bisa kesitu.
Lantas Rodon juga sempat menyampaikan perihal UU TNI terkait
dengan jabatan yang bisa diisi oleh TNI.
Menurutnya, aturan tersebut harus diperbarui agar tak
menimbulkan polemik.
Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, menurut dia,
TNI merupakan alat pertahanan negara yang menjaga tentang kepentingan nasional,
yaitu tentang kedaulatan negara keutuhan wilayah dan keselamatan anak bangsa.
Landasan hukum
Penggunaan seragam bergaya militer oleh ormas di Indonesia
memiliki landasan hukum yang kompleks.
Meskipun kebebasan berserikat dijamin oleh konstitusi,
penggunaan seragam yang menyerupai seragam militer dapat menimbulkan keresahan
di masyarakat.
Hal ini berpotensi melanggar sejumlah peraturan
perundang-undangan yang ada.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi
Kemasyarakatan (Ormas) memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk
membubarkan ormas yang dianggap bertentangan dengan Pancasila dan mengancam
keamanan negara.
Penggunaan atribut yang menimbulkan keresahan publik dapat
menjadi alasan bagi pemerintah untuk melakukan tindakan tegas.
Berikut beberapa peraturan perundang-undangan yang relevan
dalam konteks ini adalah:
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013: Meskipun tidak secara
eksplisit melarang penggunaan seragam bergaya militer, undang-undang ini
memberikan dasar bagi pemerintah untuk membubarkan ormas yang dianggap
mengancam keamanan negara.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017: Peraturan ini memperkuat
kewenangan pemerintah dalam mengawasi dan membubarkan ormas yang melanggar
hukum, termasuk yang menggunakan atribut provokatif.
Pasal 59 Ayat 1b UU No. 17 Tahun 2013: Pasal ini melarang
penggunaan atribut militer oleh warga sipil dan ormas, meskipun perlu
konfirmasi lebih lanjut mengenai keberadaannya setelah perubahan UU.
Peraturan Internal TNI: TNI memiliki peraturan yang melarang
penggunaan seragam dan atribut militer oleh sipil, dengan sanksi bagi
pelanggar.
Sementara itu, penggunaan seragam bergaya militer oleh ormas
tidak hanya menimbulkan pertanyaan hukum tetapi juga berpotensi menimbulkan
berbagai implikasi sosial:
Potensi Pelanggaran Hukum: Penggunaan seragam yang menyerupai
seragam militer dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum, terutama jika
menimbulkan keresahan masyarakat atau disalahgunakan untuk tujuan yang
melanggar hukum.
Ancaman Stabilitas:
Ormas yang menggunakan seragam bergaya militer dapat
menciptakan kekhawatiran di masyarakat, terutama jika terkait dengan potensi
kekerasan atau intimidasi.
Penyalahgunaan Nama Baik: Penggunaan seragam yang mirip
dengan seragam militer dapat memberikan kesan bahwa ormas tersebut memiliki
dukungan dari institusi militer, yang dapat menyesatkan opini publik.
Penegakan hukum terkait penggunaan seragam bergaya militer
oleh ormas menjadi tanggung jawab beberapa pihak, termasuk:
Kepolisian: Bertanggung jawab untuk menjaga ketertiban umum
dan menindak pelanggaran hukum yang terjadi.
TNI: Memastikan bahwa peraturan internal terkait penggunaan
atribut militer diikuti oleh masyarakat.
Pemerintah: Melalui Kementerian Dalam Negeri, pemerintah
memiliki kewenangan untuk mengawasi dan mengambil tindakan terhadap ormas yang
melanggar hukum.
Dengan adanya berbagai regulasi dan kewenangan penegakan
hukum yang ada, penggunaan seragam bergaya militer oleh ormas di Indonesia
menjadi isu yang perlu ditangani dengan serius.
Kejelasan regulasi dan penegakan hukum yang konsisten sangat
penting untuk mencegah penyalahgunaan dan menjaga stabilitas sosial. (*)