Ustaz Dasad Latif (foto: Instagram)
MAKASSAR — Penetapan Ketua Pengadilan Negeri
(PN) Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, sebagai tersangka kasus korupsi
langsung mengundang reaksi keras dari berbagai pihak.
Salah satunya datang dari seorang pendakwah kondang asal
Sulawesi Selatan, Ustaz Das'ad Latif. Lewat pernyataannya, ia mengkritik tajam
perilaku pejabat yang seharusnya menjadi simbol keadilan.
“Yang mulia ternyata maling,” sindir Ustaz Das’ad, menanggapi
kasus yang tengah menghebohkan dunia peradilan tersebut.
Tak berhenti di situ, ia juga menyebut perilaku seperti itu
sebagai bentuk pengkhianatan terhadap amanah rakyat dan hukum.
“Tikus kantor sok berdasi,” lanjutnya, menekankan bahwa
jabatan dan pakaian rapi tak menjamin integritas seseorang.
Sebagai tokoh agama yang dikenal lantang dalam menyuarakan
kritik sosial, Ustaz Das’ad mengajak publik untuk tidak lagi menutup mata
terhadap oknum yang mencederai kepercayaan rakyat.
Sebelumnya, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad
Arif Nuryanta, resmi ditahan bersama tiga orang lainnya terkait dugaan suap dan
gratifikasi dalam penanganan perkara korupsi ekspor minyak sawit mentah (Crude
Palm Oil/CPO) dan produk turunannya.
Penetapan keempat tersangka dilakukan usai penyidik dari
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) melakukan serangkaian
penggeledahan di lima titik berbeda di wilayah Jakarta, Jumat (11/4/2025).
Dari penggeledahan tersebut, penyidik mengamankan sejumlah
barang bukti berupa uang tunai dalam berbagai mata uang, di antaranya SGD
40.000, USD 5.700, 200 Yuan, serta lebih dari Rp150 juta dalam pecahan rupiah.
“Penyitaan juga dilakukan terhadap beberapa kendaraan mewah
dari kediaman tersangka berinisial AR, seorang advokat. Di antaranya adalah
Ferrari Spider, Nissan GT-R, dan Mercedes Benz,” ungkap Kepala Pusat Penerangan
Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, dalam keterangan pers pada Sabtu malam
(12/4/2025).
Selain MAN dan AR, dua tersangka lain adalah WG, yang menjabat Panitera Muda Perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, serta MS, juga berprofesi sebagai pengacara.
Mereka diduga menerima uang suap senilai total Rp60 miliar
untuk mempengaruhi putusan dalam perkara besar tersebut.
Kasus yang mereka tangani melibatkan tiga korporasi raksasa
di industri sawit, Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.
Ketiganya sebelumnya dituntut membayar kerugian negara hingga
Rp17 triliun.
Namun, dalam putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat,
ketiganya dibebaskan dari segala tuntutan hukum meskipun terbukti secara
materiil melakukan perbuatan yang didakwakan.
Putusan tersebut mengacu pada asas ontslag van alle recht
vervolging, atau lepas dari segala tuntutan hukum.
Tim penyidik meyakini putusan itu tidak berdiri sendiri,
melainkan merupakan hasil dari praktik suap yang kini tengah diusut secara
mendalam. (fajar)