Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Ketua Pengadilan
Negeri (PN) Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta sebagai tersangka
JAKARTA — Muhammad Arif Nuryanta yang merupakan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pernah menjadi Hakim Ketua dalam sidang bebas dua polisi yang menembak mati 6 anggota Front Pembela Islam atau FPI.
Kini Arif menyandang status tersangka dalam kasus korupsi
suap, untuk membebaskan tiga korporasi yang didakwa dalam kasus ekspor minyak
kelapa sawit mentah (CPO), di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Wakil Ketua PN Jakarta Pusat itu dijerat bersama 3 tersangka
lainnya yakni pengacara korporasi Marcella Santoso MS), Panitera Muda PN Jakut
Wahyu Gunawan (WG) dan Ariyanto (AR).
Penetapan status hukum itu disampaikan Abdul Qohar Direktur
Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Sabtu
(12/4/2025) malam, di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan.
Menurut Qohar, Hakim Muhammad Arif Nuryanta terindikasi
menerima suap berupa uang dan barang-barang mewah di antaranya satu unit mobil
Ferrari, yang totalnya diperkirakan mencapai Rp60 miliar.
Suap itu diberikan AR dan WS pengacara dari pihak korporasi,
melalui WG, supaya putusan perkara ekspor CPO lepas dari segala tuntutan hukum
atau istilahnya onslag.
Dalam sidang putusan, Rabu (19/3/2025), Majelis Hakim PN
Tipikor Jakarta menyatakan perbuatan ketiga terdakwa terbukti secara sah dan
meyakinkan. Tapi, para hakim menilai perbuatan korporasi itu bukan suatu tindak
pidana.
“Penyidik menemukan bukti MS dan AR melakukan tindak pidana
suap atau gratifikasi diduga sebanyak Rp60 miliar. Pemberian suap atau
gratifikasi diberikan melalui WG selaku Panitera. Pemberian dalam pengurusan
dimaksud agar majelis hakim mengurusi putusan onslag,” ujar Qohar.
Atas perbuatan yang disangkakan, WGterancam jerat Pasal 12
huruf a juncto Pasal 12 huruf b jo. Pasal 5 ayat (2) juncto Pasal 11 juncto
Pasal 12 huruf B juncto Pasal 18 Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Berikutnya, MS dan AR masing-masing disangkakan melanggar
Pasal 6 ayat (1) huruf a juncto Pasal 5 ayat (1), juncto Pasal 13, juncto Pasal
18 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1)
ke-1 KUHP.
Sedangkan MAN terancam jerat Pasal 12 huruf c, juncto Pasal
12 huruf B, juncto Pasal 6 ayat (2), juncto Pasal 12 huruf a, juncto Pasal 12
huruf b, juncto Pasal 5 ayat (2), juncto Pasal 11, juncto Pasal 18 UU tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Bebaskan 2 Polisi
Penembak Mati Laskar FPI
3 tahun yang lalu, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
menjatuhkan vonis lepas kepada dua polisi yang menembak mati 6 anggota FPI.
Putusan dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada
Jumat (18/3/2022). Dalam sidang sebelumnya, jaksa menurut terdakwa 6 tahun
penjara.
Dua polisi yang duduk sebagai terdakwa dalam kasus ini, yaitu
Brigadir Polisi Satu Fikri Ramadhan dan Inspektur Polisi Dua Mohammad Yusmin
Ohorella.
Sejatinya ada tiga tersangka. Tetapi Inspektur Polisi Dua
Elwira Priadi meninggal dunia sebelum persidangan. Dalam pertimbangannya, hakim
menilai Yusmin Ohorella dan Fikri Ramadhan terbukti menghilangkan nyawa orang
lain dalam peristiwa itu.
Namun, hal itu dinilai merupakan upaya membela diri.
"Mempertahankan serta membela diri atas serangan anggota FPI," ujar
hakim.
Serangan yang dimaksud yakni mencekik, mengeroyok, menjambak,
menonjok, serta merebut senjata Fikri Ramadhan. "Terpaksa melakukan
pembelaan diri dengan mengambil sikap lebih baik menembak terlebih dahulu
daripada tertembak kemudian," kata hakim.
Hakim menilai serangan itu merupakan serangan yang dekat,
cepat, dan seketika. Membuat Fikri mengalami luka-luka serta mengancam
keselamatan jiwanya. "Apabila tindakan tersebut tidak dilakukan dan
senjata milik terdakwa berhasil direbut bukan tidak mungkin tim menjadi
korban," kata hakim.
Jaksa mempertimbangkan menempuh upaya hukum
kasasi usai vonis lepas ini. Dikutip dari SIPP Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan, tercatat ada tiga orang hakim yang mengadili perkara pembunuhan ini.
Duduk sebagai hakim ketua adalah Muhammad Arif Nuryanta. Kemudian sebagai
anggota ada hakim Elfian dan Anry Widyo Laksono. (monitor)