Rempang Eco City sudah tidak tercantum lagi. Namun, Menteri
Transmigrasi berencana untuk bertemu dengan Xinyi Group, investor pabrik kaca
asal Cina, dan terus mendorong relokasi warga.
JAKARTA — Proyek Rempang Eco City memang
telah dikeluarkan dari daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) melalui Peraturan
Presiden Nomor 12 Tahun 2025, namun sejumlah menteri tetap bersikap seolah-olah
proyek tersebut masih hidup.
"Kalau kabinet sendiri melawan Perpres, ini namanya
pembangkangan terselubung," kata Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch
(IAW), Iskandar Sitorus, Selasa (29/4/2025).
Dalam Perpres 12/2025, daftar PSN terbaru (Tabel 2.2, Halaman
72-78) sudah jelas bahwa Rempang Eco City tidak lagi tercantum. Tapi Menteri
Transmigrasi justru berencana menemui Xinyi Group, investor pabrik kaca asal
Tiongkok, dan terus mendorong relokasi warga.
Di lapangan, penggusuran warga berlanjut. Lahan-lahan dipatok
tanpa henti. "Ini bukan sekadar beda pendapat birokrasi, ini pembangkangan
administratif," kata Iskandar.
Sementara berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) No. 11/LHP/XVII/12/2023 bahwa 54% PSN
tidak memiliki Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). 45% PSN mengalami
pembengkakan anggaran tanpa justifikasi output. 30% PSN gagal memenuhi tujuan
pemerataan pembangunan.
Sementara rekomendasi BPK yakni evaluasi ulang semua PSN
bermasalah izin; hentikan pendanaan APBN sebelum ada kepatuhan regulasi; dan
audit sosial atas dampak relokasi warga.
Namun hingga kini, Rempang Eco City belum disentuh audit,
padahal Rp2,3 triliun sudah digelontorkan melalui DIPA Kementerian PUPR 2023.
"Rempang ini proyek 'too big to audit'. Ada kekuatan besar yang
menjaga," kata Iskandar.
Di lain sisi, soal pelanggaran yang terjadi di Rempang tidak
hanya administratif, tapi juga melanggar hak asasi manusia dan lingkungan hidup
yakni ILO 169 mewajibkan relokasi berbasis Free, Prior, and Informed Consent
(FPIC); UU No. 39/1999 menegaskan hak atas tanah sebagai hak ekonomi rakyat;
perkara No. 15/G/2023/PN TPI, gugatan rakyat, diabaikan; dan UU No. 32/2009
mewajibkan AMDAL dan KLHS untuk proyek besar.
Sementara dampak lingkungan juga parah: 80% mangrove di
pesisir Rempang terancam musnah; 162 hektare zona penyangga terganggu; dan
3.500 ton CO₂ stok karbon per tahun terancam hilang. "Di Rempang, HAM
dikorbankan, lingkungan dibantai, semua demi pabrik kaca asing," lanjut
Iskandar.
Kini publik bertanya, kenapa menteri jalan sendiri? Kenapa
masih ada proyek PSN lama yang dipaksakan? Kenapa Rempang lolos dari audit BPK?
Jika Presiden Prabowo diam, rakyat akan melihat bahwa kabinet
tidak solid; Perpres 12/2025 hanya pajangan; wibawa Presiden runtuh di hadapan
korporasi asing.
Dengan demikina, IAW merekomendasikan audit BPK harus
mencakup aliran dana, izin, relokasi, dan dampak sosial Rempang. Hentikan
relokasi warga sampai audit HAM dan lingkungan selesai. Lalu evaluasi dan
reshuffle menteri yang melawan RPJMN dan Perpres.
"Kalau Prabowo membiarkan kabinet liar, publik akan
menganggapnya sebagai presiden korporasi, bukan presiden rakyat,"
pungkasnya. (monitor)