Mahasiswa di Makassar gelar aksi unjuk rasa 

 

MAKASSAR — Rencana revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) kembali mendapat penolakan dari berbagai kalangan, termasuk mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Aktivis Mahasiswa (GAM). Sejumlah mahasiswa menggelar unjuk rasa di perempatan Jalan AP Pettarani-Letjend Hertasning, Kota Makassar, Senin (17/3/2025).

 

Demonstran menolak revisi UU TNI yang dianggap mengancam prinsip demokrasi. Demonstrasi tersebut menyebabkan kemacetan lalu lintas setelah demonstran memblokir jalan dengan menggunakan truk kontainer sebagai panggung untuk berorasi.

 

Mahasiswa juga membakar ban bekas sebagai simbol perlawanan terhadap revisi UU TNI yang dinilai merugikan masyarakat.

 

Mereka membentangkan spanduk berisi tuntutan seperti "Kembalikan TNI ke Jalan yang Benar", "Maruli Simanjuntak Otak Kampungan", dan "Indonesia Darurat Neo Orde Baru (Orba)".

 

Panglima Besar GAM, La Ode Ikra Pratama, dalam orasinya menyoroti proses pembahasan revisi UU TNI yang dilakukan secara tertutup oleh Komisi I DPR RI di sebuah hotel.

 

Ia menilai hal ini mencerminkan kurangnya transparansi dalam perumusan kebijakan penting. "Kami anggap pembahasan ini sangat merugikan masyarakat karena tidak adanya keterbukaan publik. Ini memungkinkan kembalinya dwifungsi TNI," kata La Ode.

 

La Ode Ikra juga mengkritik pasal-pasal kontroversial dalam draf revisi UU TNI, terutama Pasal 47 Ayat 2 dan Pasal 3, yang berpotensi memperluas kewenangan TNI di sektor sipil.

 

"Awalnya, TNI hanya terlibat di 10 lembaga sipil, kini bertambah menjadi 15 lembaga. Jangan sampai TNI tidak netral lagi dan keluar dari tugas utamanya sebagai penjaga keamanan negara," tukasnya.

 

Ia menegaskan bahwa revisi UU TNI tidak hanya mengancam netralitas militer, tetapi juga membahayakan demokrasi di Indonesia.

 

"Kami mencegah itu. Kami menuntut pemerintah agar lebih jeli dalam setiap pembahasan undang-undang, terutama yang dilakukan secara terburu-buru seperti ini," tambahnya.

 

La Ode Ikra juga menduga adanya campur tangan pihak-pihak tertentu, termasuk unsur militer di pemerintahan.

 

"Kami menduga ada pihak-pihak yang terlibat, termasuk Presiden sendiri. Dalam beberapa kasus yang muncul selama kepemimpinan Prabowo, tidak ada pernyataan tegas terkait pengamanan negara," bebernya.

 

Selain itu, ia mengecam pernyataan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal Maruli Simanjuntak yang menyebut penolak revisi UU TNI sebagai "otak kampungan".

 

"Pernyataan seperti itu sangat tidak pantas diucapkan oleh seorang Kepala Staf Angkatan Darat," tegas La Ode Ikra.

 

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menegaskan bahwa revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) hanya membahas tiga pasal.

 

Di antaranya Pasal 3, Pasal 47, dan Pasal 53. Ia menekankan bahwa pembahasan tersebut tidak dilakukan secara diam-diam atau terburu-buru.

 

"Revisi UU TNI hanya membahas tiga pasal. Tidak ada pasal lain seperti yang beredar di media sosial. Jika ada yang sama, isinya sangat berbeda," kata Dasco dalam konferensi pers di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (17/3/2025).

 

Dasco membantah anggapan bahwa pembahasan RUU TNI dilakukan secara terburu-buru. Menurutnya, proses pembahasan telah berlangsung sejak beberapa bulan lalu.

 

"Tidak ada proses ngebut-mengebut dalam revisi UU TNI," tegasnya.

 

Ia juga menepis klaim bahwa rapat dilakukan secara diam-diam di hotel. Dasco menjelaskan bahwa rapat tersebut diagendakan sebagai rapat terbuka.

 

"Tidak ada rapat diam-diam. Rapat di hotel itu diagendakan terbuka dan bisa dilihat di agenda resmi," tukasnya. (fajar) 

 

Label:

SN

YOUR_PROFILE_DESCRIPTION
Diberdayakan oleh Blogger.