Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H. Advokat
_Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas
Tanah Rakyat (TA-MOR-PTR)_
MENTERI Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono
menyebut dua pelaku yang bertanggung jawab terkait pemasangan pagar laut
sepanjang 30,16 kilometer di Tangerang, Banten, bersedia membayar denda Rp.48
miliar (27/2). Pelaku tersebut bukan Mandor Memet, bukan Eng Cun alias Gojali,
bukan pula Ali Hanafiah Lijaya orangnya AGUAN.
Dua pelaku yang ditumbalkan adalah Kepala Desa Kohod, Arsin
dan anak buahnya berinisial T. Arsin kembali pasang badan, setelah dalam kasus
sertipikat laut juga sudah ditersangkakan.
Tidak masuk akal, pemagaran hanya didenda. Padahal, pidana UU
lingkungan, khususnya Pasal 98 UU No 32 tahun 2009 harusnya diterapkan, dengan
ancaman pidana 3 tahun hingga 10 tahun, karena telah merusak ekosistem dan
lingkungan laut.
Lokalisir kasus pagar laut dan sertifikat laut di sosok Arsin
Kades Kohod, tidak masuk akal. Karena konstruksi pidananya tidak nyambung.
Misalnya, apa tujuan Arsin MEMAGARI laut? Mau bikin kandang
ayam atau lahan angon bebek di laut?
Apa motif ARSIN bikin pagar laut? Mau bikin arena Taman
BERMAIN di laut?
Siapa yang mendanai Arsin MEMAGARI laut? Uang iuran atau
swadaya dari Nelayan Kohod, seperti kebohongan yang diedarkan Sandi?
Bagaimana mungkin, Arsin melakukan pemagaran sendirian? Hanya
bersama T. Memangnya Arsin adalah Bandung Bondowoso, bisa dalam sekejap
sendirian membangun pagar laut sepanjang 30,16 KM? Bisa bebas keluar masuk
wilayah Desa orang lain?
Padahal, di lapangan Semua juga tahu. Yang melakukan
pemagaran adalah Mandor Memet, melibatkan sejumlah pekerja dan suplaier bambu,
dari keluarga Arsin cs.
Motif pemagaran laut, adalah untuk melegitimasi Hikayat Tanah
Musnah. Legenda yang menceritakan dongeng, bahwa pantai Utara Tangerang dahulu
kala, pada zaman megantropus erectus adalah daratan yang sudah diterbitkan
girik, lalu terkena abrasi.
Tujuan pemagaran, adalah untuk penguasaan fisik sertifikat
laut. Untuk mendapatkan hak melakukan reklamasi atau rekonstruksi, berdalih
tanah musnah, menggunakan Pasal 66 PP No 18 Tahun 2021.
Yang mendanai, memesan sertifikat adalah Agung Sedayu Group,
melalui dua anak usahanya: PT Cahaya Intan Sentosa (CIS) dan PT Intan Agung
Makmur (IAM).
Lalu, kenapa semua dilokalisir ke ARSIN dan hanya wilayah
Desa Kohod? Bagaimana dengan 16 Desa di 6 kecamatan lainnya? DISELAMATKAN?
Apakah Agung Sedayu Group selaku penadah sertifikat laut juga diselamatkan?
Bagaimana dengan Aguan dan Anthony Salim, pemilik proyek
PIK-2 yang akan memanfaatkan sertifikat laut untuk reklamasi proyek PIK-2, juga
akan diselamatkan?
APAKAH, Polri akan membebaskan Ali Hanafiah Lijaya orangnya
AGUAN, dari perburuan kejahatan pagar dan sertifikat laut, karena selama ini
mendapat suap dari dia?
Lalu, dimana-kah rakyat akan mengadu? Saat Negara melalui KKP
dan penegak hukum, justru melindungi penjahat yang telah menyengsarakan rakyat?
Belum lagi, kejahatan Pagar Laut dan sertifikat laut hanya
sebagian kecil saja dari Kejahatan proyek PIK-2 milik Aguan dan Anthony Salim.
Di Wilayah daratan, kejahatan proyek PIK-2 lebih dahsyat lagi.
Wahai rakyat, semua sandiwara ini terlalu telanjang. Mereka,
anggap 280 juta penduduk Indonesia semuanya bodoh.
*Berikut data ke-delapan tergugat tersebut yang mana tidak
pernah datang ke PN. Jakpus:*
1. Bos Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma Alias Aguan
2. Bos Salim Group, Antoni Salim
3. PT. Pantai Indah Kapuk 2 TBK (PANI)
4. PT. Kukuh Mandiri Lestari yang merupakan Perusahaan
pembebas lahan untuk PIK 2
5. PRESIDEN RI ke-7 Jokowi alias Joko Widodo yang memberikan
status PSN/Proyek Strategis Nasional untuk Proyek Tropical Costland PIK 2
6. Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto
7. Ketua Umum ABDESI, Surta Wijaya
8. Ketua ABDESI Kab. Tangerang yang juga Kepala Desa
Belimbing, Maskota.
' Mereka Cemen/Penakut!, mereka hanya berani menzholimi
rakyat, tapi ketika rakyatnya menantang di Pengadilan, mereka tidak berani
datang alias Cemen '.
Seperti diketahui Jokowi Bapak dari Fufufafa anak Haram Jadah
Konstitusi, Aguan Cs, dll digugat karena PT. Kukuh Mandiri Lestari membebaskan
lahan masyarakat untuk PIK 2 dengan sewenang-wenang perusahaan itu bahkan
mengurug Sungai, mengurug Sawah, dan tambak Rakyat yang belum dibayar.
Atas perbuatannya, ke 8 tergugat dituntut ganti ruginya
sebesar RP. 612 Triliun.
*Berikut Nama ke-20 Tergugat:*
1. Pemerhati Politik dan Kebangsaan, H.M. Rizal Fadhilah, SH,
MH
2. Presidium ARM/Aliansi Rakyat Menggugat, Menuk Wulandari
3. Pegiat Medsos dan Jurnalis Senior, Edy Mulyadi
4. Presidium ARM: Suyanti
5. Kolonel TNI (Purn) Sugeng Waras
6. Kolonel TNI (Purn) Muh. Nur Saman, SE, M.Si
7. Brigjen TNI (Purn) R. Kun Priyambodo
8. Brigjen TNI (Purn) Didi Rohendi
9. Brigjen TNI (Purn) Achmad Ramzan
10. Brigjen TNI (Purn) Rochmad Suhadji, SH, MH
11. Brigjen TNI (Purn) Drg. Drajat Mulya HF
12. Brigjen TNI (Purn) Iwan Barli Setiawan
13. Brigjen TNI (Purn) Alan Sahari Harahap
14. Sekjen FTA/Forum Tanah Air, Ida N Kusdianti
15. Hilda Melvinawati
16. R. Rachmadi
17. Presidium ARM, Harlita Juliastuti K
18. Sandrawati
19. Ida Saidah
20. Tuti Surtiati.
*Masyarakat Banten Tegas Menolak PIK 2 dan Pagar Laut*
Sidang ini dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat yang
menolak proyek PIK 2 dan pagar laut di Banten. Beberapa tokoh yang hadir antara
lain Cak Mukhlis Halim (MADAS – Madura Asli), Edi Susanto (Tegal, Jawa Tengah),
Mak Laela dan Ibu Ruqiyah (Bekasi), Bang Buyung (UI Watch – Klender, Jakarta
Timur), serta Bang Wanda (KOKAM – Komando Aksi Angkatan Muda Muhammadiyah,
Cirebon, Jawa Barat).
Selain itu, Ustadz Abu Fayadh Muhammad Faisal Al Jawy Al
Bantani, S.Pd, M.Pd, Gr juga turut hadir dalam sidang ini sebagai bentuk
solidaritas terhadap masyarakat Banten. Ia menegaskan bahwa wilayah Banten
adalah bagian dari Indonesia dan tidak boleh dikuasai oleh kepentingan
oligarki.
"Banten adalah tanah para pejuang, warisan Sultan Ageng
Tirtayasa dan Sultan Maulana Hasanuddin. Tidak boleh ada negara dalam negara di
sini. Banten bukan tanah untuk naga, tapi tanah untuk Garuda!" tegasnya.
Masyarakat Akan Terus Mengawal Kasus Ini Masyarakat Banten
menegaskan bahwa mereka akan terus melawan segala bentuk penjajahan oleh
oligarki dan tidak akan tunduk pada tekanan pihak-pihak yang ingin menguasai
wilayah mereka.
"Kami tidak akan berhenti sampai keadilan benar-benar
ditegakkan. Jika hukum masih berpihak pada pemilik modal, maka rakyat sendiri
yang akan bergerak".
*Wahai rakyat, teruslah BERSUARA!*. Bersatu dan berjuang untuk menyelamatkan negeri ini. (*)