by : Tony Hasyim/Wartawan Semior FNN
“Negara ini mau dibawa kemana sih sama Prabowo?" Itu
pertanyaan kawan saya, seorang praktisi ekonomi senior, yang lulusan Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia (UI) tahun 80-an.
Pasalnya, dia tergagap-gagap mengikuti sepak terjang Prabowo
di sektor ekonomi. Setelah membentuk lembaga pembiayaan “Danantara” yang sudah
kontroversial, Prabowo mau meluncurkan program lebih kontroversial lagi, yaitu
Koperasi Desa Merah Putih (Kopdes MM).
Dia mengibaratkan, dalam perang ekonomi global yang sedang
berkecamuk saat ini, Prabowo mau menunggangi dua kuda perang sekaligus.
Danantara adalah kendaraan perang "state capitalism". Sedangkan
Kopdes MM adalah kendaraan "state socialism". Apa bisa Prabowo
menungganginya dua-duanya sekaligus?
"Bisa dong!" kata saya. Dua kuda perang itu bisa
diatur tandem menarik Prabowo di atas kereta perangnya (chariot). Begitu logika
sederhana saya. Dua kuda ini pasti bergerak sesuai arahan kusir dia atas kuda
perang itu.
Danantara, adalah Sovereign Wealth Fund (SWF) versi
Indonesia. Kita mudahkan saja sebagai "dana abadi nusantara". Yaitu
sebuah badan pengelola modal dan asset senilai Rp 14.000. Danantara ditujukan
untuk membiayai program-program pembangunan nasional diluar pembiayaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Danantara berkarakter “state capitalism”, karena negara ikut
bermain di pasar untuk melipatgandakan modal dan assetnya. Negara bermain di
pasar modal. Melakukan investasi
langsung dan aktivitas usaha yang berorientasi profit untuk negara.
Rosan Roeslani, seorang "kapitalis tulen" sudah
ditunjuk menjadi Chief Executive Officer (CEO) Danantara. Dia Rosan sudah
kenyang pengalaman di belantara bisnis global. Dia memang dikenal "ahli
patgulipat" saham. Jadi orangnya sudah cocok.
Sedangkan Kopdes Merah Putih, sudah jelas kendaraan perang
sosialisme. Kopdes MM ini adalah badan usaha yang kepemilikan modalnya dan
aktivitas usaha mengandalkan partisipasi masyarakat.
Indonesia ada tiga entitas bisnis yang berjalan. Pertama
swasta, termasuk di dalamnya para
konglomerasi. Kedua Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dari BUMN kelas gurem
sampai superholding ada. Ketiga, adalah koperasi, termasuk Koperasi Unit Desa (KUD)
hingga "koperasi swasta" yang hidup dan dibiayai secara mandiri oleh
masyarakat.
Konsep Kopdes MM ini mirip dengan KUD yang terkenal di jaman
Pak Harto. Meskipun anggotanya masyarakat desa, tetapi pemerintah pusat
melakukan "intervensi". Pusat terlibat dalam bentuk modal, penyuluhan
dan pengawasan. Perangkat Pemerintah
Daerah (Pemda) yang dilibatkan adalah Dinas Koperasi dan Usaha Menengah
Kecil dan Mikro (UMKM), Dinas Pertanian, Dinas perindustrian Perdagangan, dan
segala dinas perpanjangan tangan pusat yang ada di daerah.
Para petani, nelayan, peternak, usaha kecil pedesaan menjadi
anggota di Kopdes MM. Ikut menanam modal semampunya. Kemudian menyuplai hasil
kerjanya ke Kopdes MM. Mereka tidak perlu khawatir produknya tidak terserap
pasar, karena dulu ada Badan Urusan Logistik (Bulog) sebagai
"offtaker". Kabarnya Bulog yang ada sekarang, akan dirombak menjadi
Bulognas yang berperan seperti dulu lagi.
Dulu, pemerintah bisa mengontrol stok barang dan harga
sembako. Termasuk pupuk dan sarana pertanian, perikanan dan peternakan karena
eksistensi KUD ini. Stok barang dan harga sembako diumumkan setiap pekan oleh
Menteri Penerangan di layar TVRI. Sumber data utama dari KUD ini. Sekarana
karena kurang mendapat perhatian, maka pemerintah sudah sangat kesulitan untuk
mengendalikan harga-harga barang kebutuhan pokok masyarakat.
Pada masa kejayaannya dulu, KUD mencapai 9.436 unit. Sekarang
tinggal 4.000-an saja yang aktif. Sisanya lagi hidup segan mati tak mau, atau
mati suri pelan-pelan. Namun kantor-kantor Induk Kopreasi (Inkud) di tingkat
nasional dan Pusat Koperasi Unit Desa di tingkta provinsi masih eksis saat ini.
Meski ruang bisnisnya terbatas.
Nah, Prabowo ingin menghidupkan lagi KUD dengan nama lain.
Nantinya jauh lebih masif. Karena Kopdes MM rencananya dibentuk di 70.000 Desa.
Diproyeksikan setiap Kopdes MM dapat melakukan perputaran ekonomi senilai Rp 7
miliar setiap tahun. Nanti ada perputaran uang Rp 490 triliun setiap tahun di
desa-desa.
Dari mana modal awal untuk menggerakan Kopdes MM ini? Bisa
jadi dari Danantara. Mungkin salah satu bank di bawah Danantara. Bisa jadi Ban
rakyat Indonesia (BRI) yang sudah
mengakar kuat di pedesaan. BRI akan menjadi pendukung modal sekaligus penasehat
bisnis koperasi tingkat desa ini.
Konsep Kopdes MM ini sedang dimatangkan. Mudah-mudahan saja
dapat diresmikan secepatnya. Catatan penting adalah CEO Kopdes MM nanti harus
sosok yang sudah mahir dalam bisnis koperasi. Jangan asal-asalan. Menjiwai
gerakan dan masyarakat koperasi Indonesia. Paling kurang sama dengan CEO
Danantara.
Kembali ke pertanyaan awal. Jadi mau dibawa kemana
perekonomiuan negara ini oleh Prabowo? Sebenarnya Prabowo hanya ingin
menggerakan perekonomian Indonesia sesuai dengan perintah pasal 33 UUD 1945
secara murni dan konsekwen. Tidak khusus state capitalism. Bukan juga state
socialism. Namun menggabungkan kedua mazhab ekonomi tersebut dalam wadah baru
perekonomian, yaitu “Ekonomi Pancasila”.
Danantara dan Kopdes MM dibentuk Prabowo berdasarkan semangat
koperasi, yaitu gotong royong. Langkah ini menggabungkan prinsip state
socialism and state capitalism yang secara implisit diuraikan dalam pasal 33
UUD 1945. Namun jalan yang ditempuh Prabowo ini pasti tidak mudah.
Perekonomian nasional kita sudah terlanjur dikuasai oleh
kapitalisme swasta (private capitalism). BUMN juga sudah terlanjur dikangkangi
oleh kepentingan kapitalis swasta. Minyak di Pertamina disuplai oleh swasta.
Bahan bakar Perusahaan Listrik Negara (PLN) juga disuplai oleh swasta. Saham
perbankan bank-bank plat merah juga sudah terlanjur dilepas ke pasar modal.
Perekonomian nasional kita sebenarnya sudah disandera oleh
kepentingan oligarki swasta asing dan domestik. Prabowo tentu berontak
menyasikan kenyataan ini. Dia lalu menemukan solusi praktis dan cepat lewat
kehadiran Danantara dan Kopdes MM. Banyak pihak yang bengong dan
terheran-heran.
Makanya, tidak heran banyak juga yang protes Prabowo menarik
tujuh BUMN dengan asset raksasa ke dalam Danantara. Sebuah super holding
investasi langsung di bawah kendali Presiden memang sudah sulit untuk dijadikan
barang bancakan lagi. Karena segala aktivitas dan ekspansi bisnisnya harus
sesuai program Presiden.
Mendengar cerita saya seperti itu, kawan saya yang juga
pemain besar di pasar modal ini langsung nyeletuk. "Kalo gitu, gue dukung
Prabowo. Dia sedang merevolusi perekonomian kita," katanya. (*)