Oleh : Kisman
Latumakulita/Wartawan Senior FNN
Jaksa Agung ST Burhanudin
dan anak buahnya Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah
tidak perlu tampil pasang badan menjadi juru klarifikasi, juru bicara dan juru
selamat untuk kakak-beradik Garibaldi (Boy) Thohir dan Erick Thohir. Kejaksaan
itu kerjakan saja tugas-tugas penyelidikan dan penyidikan skandal korupsi
terbesar di Pertamina sampai ke akar-akarnya. Biarkan nanti juru bicara
keluarga Boy Thohir dan Erick Thohir atau wakil dari ADARO Grup yang melakukan
bantahan, klarikasi atau pembelaan.
JAKSA Agung dan Jampidsus
jangan sampai mengalami gagal paham. Sebagai perpanjangan tangan Presiden,
tugas utama Kejaksaan Agung itu mewujudkan janji kampanye Presiden Prabowo,
yaitu akan mengejar para koruptor sampai ke Antartika sekalipun. Sekuat dan
sekebal apapun para koruptor, akan dikejar oleh Preisden Prabowo. Begitu janji
kampanye Presiden Prabowo. Makanya segera perhatikan, pahami dan menjiwai pesan
serta janji tersebut.
Diduga kasus korupsi
Pertamax RON 92 oplosan Rp 193,7 triliun ini mau direkayasa Jaksa Agung dan
Jampidsus seperti kasus korupsi timah Rp 300 triliun. Untuk kasus korupsi timah
para tersangka orang-orang terpilih. Hanya pelaku kecil saja yang dijadikan
tersangka. Kejaksaan tidak mau menyentuh pelaku besar.
Untuk kasus kosupsi timah Rp
300 triliun, intitusi Kejaksaan diduga bermain-main. Bahkan diduga
bernegoisiasi dengan para tersangka. Negoisiasi tentang ancaman hukumam yang
diberikan dengan para tersangka. Kejaksaan seperti bekerja tidak serius.
Bekerja asaal-asalan saja. Lho apa buktinya?
Beginilah buktinya. Jaksa
Agung dan Jampidsus hanya menuntut Harvey Moeis 12 tahun penjara, dengan denda
Rp 1 miliar dan uang pengganti Rp 210 miliar. Tunututan yang tidak sebanding
dengan nilai korupsi Rp. 300 triliun tersebut. Akibatnya mejelis hakim di
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hanya menjutuhkan vonis hukuman 6,5 tahun
penjara kepada Harvey Moeis.
Tuntutan Jaksa yang ringan,
dengan hukuman vonis hakim hanya 6,5 tahun kepada Harvey Moeis itu membuat
Presiden Prabowo terpaksa meradang dan angkat bicara di berbagai kesempatan.
“Hukuman yang tidak sebanding dengan nilai korupsi kerugian negara. Kalau nilai
korupsinya itu sampai Rp 300 triliun, maka hukumanya 20 tahun dong, “ujar
Presiden Prabowo Subianto.
Setelah Presdien Pranowo
berteriak dan angkat bicara, barulah Pengadilan Tinggi Jakarta mengubah hukuman
kepada Harvey Moes. Dari hukuman sebelumnya 6,5 tahun, ditambah menjadi 20
tahun penjara. Uang pengganti dari semula sesuai tuntutan Jaksa Penuntut Umum
(JPU) hanya Rp. 210 miliar dinaikkan lagi oleh majelis hakim menjadi Rp. 420
miliar. Vonis hakim yang ringan juga akibat dari tuntutan JPU yang ringan. JPU
seperti main-main.
Untuk skandal korupsi
Pertamax oplosan Rp 193,7 triliun, tugas Jaksa Agung dan Jampidsus adalah
masukan atau mengkatagorikan kasus ini sebagai tindak pidana subversif.
Bagaimana caranya? Menjadi tugas Jaksa Agung dan para anak buahnya untuk
mencari celah hukum. Silahkan cari itu celah hukuknya sampai dapat. Jangan lagi
main-main dan asal-asalan seperti yang terjadi pada kasus timah ya.
Apa saja perbuatan tindak
pidana yang ujungnya dapat merong-rong stabilitas nasional dan berdampak luas,
maka dapat dikatagorikan sebagai tindak pidana subversif. Minyak Pertamax RON
92 oplosan ini nyata-nyata berdampak luas kepada masyarakat. Bahkan mengganggu
stabilitas ekonomi bangsa dan negara. Banyak pemerintah di dunia jatuh dari
kekuasaan karena dampak negatif dari lemahnya stabilitas ekonomi yang berimbas
pada krisis politik.
Terkait dengan korupsi
minyak Pertamax RON 92 oplosan senilai Rp 193,7 triliun, seharusnya institusi
Kejaksaan Agung itu bekerja untuk bangsa dan negara. Toh, semua pekerjaan dan
kegiatan Kejaksaan itu dibiaya dengan uang dari pajak rakyat. Bukan pakai
duitnya Boy Thohir dan Erick Thohir kan? Lha ko bisa-bisanya Jaksa Agung dan
Jampidsus tampil menjadi juru bicara, juru klarifikasi dan juru selamat untuk
Boy Thohir dan Erick Thohir?
Walaupun yang berbicara
memberikan keterangan kepada publik itu Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan
(Kapuspenkum) Agung Harli Siregar. Namun untuk skandal korupsi Pertamax oplosan
RON 92 senilai Rp 193,7 triliun ini, Kapuspenkum Harli Siregar secara official
bicara atas Jaksa Agung dan Jampudus lho. Apa-apaan ini prilaku Pak Jaksa Agung
dan Pak Jampidsus?
Masa yang kaya gini ini
tidak paham dan tidak sensitif juga sih? Tindakan bapak berdua itu terlihat
sangat norak, picisan dan kampungan. Jangan berpura-pura oonlah. Dampaknya
kurang, bahkan tidak bagus. Akhirnya wajar dan dapat dimaklumi kalau publik
menduga-duga ada sesuatu yang aneh. Publik mencurigai prilaku Jaksa Agung dan
Jampidus ini, karena tampak aneh bin ajaib saja. Sangatlah tidak pantas untuk
institusi yang bekerja dengan uang dari pajak rakyat.
Jaksa Agung dan Japidsus
tolong jangan bikin rakyat berdosa di bulan puasa ini. Kalau Kejaksaan diam
saja itu jauh lebih bagus, lebih baik, lebih hebat, lebih berkelas dan lebih
erhormat. Tidak ada urgensinya tampil menjadi juru bicara, juru klarifikasi dan
juru selamat buat Boy Thohir dan Erick Thohir. Kecuali kalau ada permintaan
tolong dan pesan dari sponsor. Entah dari mana permintaan tolong dan pesan
sponsor itu. Wallaahu alam bishawab.
Kejaksaan baru boleh bicara
kalau materinya berkiatan dengan status Boy Thohir atau Erick Thohir yang sudah
menjadi tersangka. Sekarang kan Boy Thohir dan Erick Thohir belum menjadi
tersangka kan? Kalau begitu diam saja. Tidak penting juga untuk Kejaksaan bicara
itu dan ini yang bererkaitan Boy Thohir dan Erick Thohir.
Kalau ada pembicaraan
masayarakat di lini masa media sosial terkait kakak-beradik Boy Thohir dan
Erick Thohir, maka biarkan saja. Menjadi hak publik untuk memberikan komentar.
Publik dan masyarakat yang merasakan akibat dari sakitnya korupsi minyak
Pertamax RON 92 oplosan Rp 193,7 triliun. Tidak perlu untuk diklarifikasi.
Kalau masyarakat bereaksi
terkait Boy Thohir dan Erick Thohir, cukup diterima Kejaksaan sebagai masukan
positif. Sebagai bentuk dukungan dan pertisipasi nyata masyarakat kepada
Kejaksaan untuk melawan koruptor. Supaya Kejaksaan tereksan tidak berjalan
sendirian melawan koruptor. Namun didukung rakyat secara luas. Masyarakat
menaruh perhatian yang besar.
Masyarakat juga menaruh harapan
yang besar untuk Kejaksaan menemukan aktor besar. Bukan saja direksi dari dua
anak perusahaan PT Pertamina holding. Namun juga para atasan dan pimpinan di
holding. Pekerjaan dengan nilai besar itu pasti mendapat persetujuan dulu dari
perusahaan holding atau pejabat negara sebagai pengawas. . Kejaksaan wajib
menjaga dukungan dan kepercayaan yang diberikan masyarakat luas hari ini.
Masyarakat masih menaruh percaya dengan istitusi Kerjaksaan ko. Cuma satu atau dua pejabat di puncuk pimpinan saja yang terkesan eneh-aneh. Diduga belum mau mengakhiri atau meninggalkan kebiasaan lama bermian-main dengan kasus. Nanti kejedut baru nyaho lho. (bersambung). (*)