Sidang perdana Tom Lembong dalam kasus dugaan korupsi impor gula
di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis (6/3/2025)
JAKARTA — Tom Lembong menjalani sidang
perdana dalam kasus dugaan korupsi impor gula di Pengadilan Tipikor Jakarta
pada Kamis (6/3/2025). Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengaku heran dengan
kasus dugaan korupsi impor gula yang menjerat mantan Menteri Perdagangan Thomas
Trikasih Lembong atau Tom Lembong.
Menurutnya, banyak kejanggalan pada kasus-kasus yang terjadi
di lingkungan Kementerian Perdagangan pada periode 2015-2016, “Yang jelas,
kasus Tom Lembong ini aneh bin ajaib,” ujar Refly dalam kanal YouTube-nya Refly
Harun, Sabtu (8/3/2025).
Refly menilai, kasus ini bukan sekadar menyeret nama Tom
Lembong, tetapi bisa berujung pada tokoh-tokoh lain, seperti Sekjen PDIP Hasto
Kristiyanto hingga mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
“Kita tahu tujuannya adalah, Tom Lembong kena akan
menyerempet ke Hasto, menyerempet juga ke Anies,” ucapnya.
Selain itu, Refly menduga ada misi tersembunyi dalam proses
hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung. Ia mempertanyakan alasan di balik
penangkapan Tom Lembong yang menurutnya dilakukan secara tiba-tiba dan tanpa
bukti yang jelas.
“Jadi seperti ada satu misi di Kejaksaan Agung yang kita
tidak tahu siapa yang menggerakkannya, tiba-tiba Tom Lembong yang kena,”
imbuhnya.
Sebagai bentuk dukungan terhadap keadilan, Refly menegaskan
bahwa dirinya akan berpihak kepada siapa pun yang diperlakukan tidak adil,
termasuk dalam kasus ini.
“Saya bukan orang yang fanatik, jadi saya mendukung siapa pun
yang mendapat perlakuan tidak adil. Jadi soal Tom Lembong ini harus jelas
korupsinya apa,” tegasnya.
Hingga saat ini, Refly menilai Kejaksaan Agung belum bisa
membuktikan kejahatan yang dituduhkan kepada Tom Lembong.
“Sampai sekarang Kejagung tidak bisa membuktikan kejahatan
Tom Lembong itu apa. Saya tidak melihat sampai saat ini apa kesalahan Tom
Lembong,” tandasnya.
Beberapa waktu lalu, Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Sari
Yuliati, menilai tidak ada pelanggaran atau unsur perbuatan yang melawan hukum
dalam kasus yang menjerat mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong, sebagai
tersangka dugaan tindak pidana korupsi impor gula.
Hal ini diungkapkan Sari Yuliati dalam Rapat Kerja dengan
Jaksa Agung RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (13/11/2024) kemarin.
Sari Yuliati bahkan memberikan penjelasan panjang lebar
terkait proses penerbitan izin impor gula yang diterbitkan pada 2015 dan 2016.
"Tadi disebutkan pak Hinca, kasus ini menimbulkan spekulasi masyarakat, kasus ini sarat dengan kepentingan politik," ujar Sari Yuliati di hadapan Jaksa Agung, ST Burhanuddin.
Menurutnya, izin tersebut dikeluarkan berdasarkan peraturan
yang berlaku pada waktu itu. Sari menegaskan bahwa tidak ada pelanggaran hukum
yang dapat dibuktikan dalam penerbitan izin impor gula oleh Tom Lembong.
"Jika dilihat dari waktu penerbitan izin oleh Tom
Lembong yaitu 2015 dan 2016, maka tentu ada dua peraturan yang berlaku,"
lanjutnya.
Pertama, kata Sari Yuliati, untuk izin impor gula diterbitkan
pada 2015, yang berlaku adalah Kepmen Perindag nomor 527/2004 Pasal 2 ayat 2.
"Diatur bahwa gula kristal mentah dapat diimpor oleh
perusahaan yang telah mendapat pengakuan sebagai importir produsen gula,"
tukasnya.
Lanjut Sari Yuliati, pada Pasal 4 ayat 1, untuk izin impor
yang menerbitkan adalah Dirjen Perdagangan Luar Negeri Departemen Perindustrian
dan Perdagangan.
Adapun Pasal 2 ayat 4, menyebutkan gula kristal mentah yang
diimpor tersebut setelah diolah hasilnya dapat dijual atau didistribusikan
kepada industri.
"Kalau memang berhenti di sini, bisa dibilang Tom
Lembong melanggar peraturan. Tetapi di Pasal 23 menyatakan bahwa pengecualian
terhadap ketentuan dalam keputusan ini hanya dapat ditetapkan oleh
Menteri," sebutnya.
Sari Yuliati juga memberikan gambaran mengenai alasan
pemerintah menerbitkan izin impor gula. Dikatakannya, harga gula yang tinggi
membebani masyarakat, khususnya yang kurang mampu.
"Saya memberikan ilustrasi, dikarenakan harga gula cukup
tinggi dan membebani masyarakat, khususnya yang kurang mampu," ucapnya.
Sebagai tindak lanjut dari MoU antara KASAD dan Menteri
Perdagangan pada 2013, kata Sari Yuliati, induk koperasi Angkatan Darat
(Inkopkar) meminta izin kepada Menteri Perdagangan untuk melaksanakan operasi
pasar dengan tujuan menstabilkan harga gula.
"Kemudian disetujui dalam pelaksanaannya Inkopkar dapat
bekerjasama dengan produsen dalam negeri atau beberapa perusahaan dalam negeri,"
Sari Yuliati menuturkan.
Tambahnya, beberapa perusahaan tersebut kemudian mengajukan
permohonan kepada Menteri Perdagangan agar diberikan izin mengimpor gula
kristal mentah yang diolah menjadi gula kristal putih.
"Lalu didistribusikan kepada masyarakat di bawah harga
pasar. Karena tujuannya memang untuk menstabilkan harga," imbuhnya.
Dengan alasan tersebut, Sari Yuliati berpendapat bahwa
penerbitan izin impor oleh Menteri Perdagangan saat itu sah dan sesuai dengan
peraturan yang ada.
"Jadi di sini bisa juga kita lihat bahwa
perusahaan-perusahaan tersebut tidak sekadar mencari untung tapi ada juga rasa
nasionalisme mereka untuk membuat stabilitas nasional," cetusnya.
"Izin impor yang biasanya diterbitkan Dirjen dalam hal
ini diterbitkan oleh Menteri sebagai wujud pelaksanaan pasal 23 tadi,"
sambung dia.
Sari Yuliati bilang, perusahaan-perusahaan yang terlibat
dalam pengimporan gula tidak melanggar ketentuan yang ada, meskipun penerbitan
izin impor tersebut melibatkan pihak yang memiliki hubungan dengan sektor
militer.
"Di sini menimbulkan pertanyaan buat saya, penerbitan
izin impor tersebut melanggar ketentuan atau peraturan yang berlaku atau tidak?
Kalau melanggar, di mana letak pelanggarannya? Menurut Pasal 23 membolehkan pak
Menteri melakukan hal itu," tegasnya. (fajar)