Kolase foto Kejaksaan Agung dan Ketua Umum DPP KNPI Haris
Pertama
JAKARTA — Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat
Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPP KNPI), Haris Pertama, tegas mendesak
Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung) mengusut tuntas kasus mega
korupsi terkait pengelolaan impor BBM di PT Petrokimia Gresik.
Haris menegaskan, tidak ada pihak yang mau "masuk
angin" atau dipengaruhi intervensi dalam proses pengungkapan kasus besar
ini.
"Kami mendesak Kejaksaan Agung untuk menuntaskan
pengusutan kasus korupsi impor BBM ini. Jangan ada yang masuk angin, jangan ada
yang bermain mata. Semua pihak yang terlibat harus diseret ke meja hukum,
termasuk Riza Chalid jika memang bukti-bukti hukum mengarah ke sana," ucap
Haris dalam keterangannya, Rabu, 12 Maret 2025.
Menurutnya, dugaan korupsi ini mencuat setelah Kejagung
menetapkan tujuh tersangka terkait pengelolaan minyak mentah dan produk kilang
di Pertamina serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023.
"Salah satu nama yang disorot adalah Muhammad Kerry
Adrianto Riza (MKAR), anak dari pengusaha minyak ternama, Mohammad Riza Chalid.
Kita menduga sang ayah ada di balik ini semua,” ungkapnya.
Ia juga menuturkan, Kejagung juga telah melakukan
penggeledahan di kediaman dan kantor milik Riza Chalid dalam rangka pengumpulan
bukti.
"Langkah ini memperkuat dugaan adanya keterlibatan Riza
Chalid dalam kasus korupsi tersebut. Kami meminta Kejagung tidak ragu untuk
menindak tegas siapapun yang terlibat, termasuk tokoh berpengaruh
sekalipun," tegasnya.
Ia berharap Kejagung harus berani menyeret Riza Chalid yang
diduga sebagai mastermind kasus ini.
"Penegakan hukum yang tegas dan tanpa pandang bulu
adalah kunci untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi hukum di
Indonesia," tegasnya lagi.
Lanjutnya, kasus ini terindikasi melibatkan sejumlah modus
operandi yang merugikan negara, mulai dari pengondisian impor minyak mentah dan
BBM yang tidak sesuai spesifikasi hingga praktik pengoplosan BBM ber-RON 90
menjadi RON 92.
"Praktik tersebut tidak hanya menyebabkan kerugian
finansial, tetapi juga berpotensi membahayakan masyarakat luas", katanya.
Ia juga mengungkapkan, berdasarkan data Kejagung, total
kerugian negara akibat kasus ini diperkirakan mencapai Rp193,7 triliun.
"Kerugian negara dalam jumlah fantastis ini adalah
tamparan keras bagi kita semua. Ini bukan hanya soal angka, tetapi juga soal
marwah dan masa depan pengelolaan energi nasional yang harus dijaga dengan
integritas," tambah Haris.
Haris juga menegaskan bahwa proses hukum harus berjalan
dengan jujur, transparan, dan bebas dari intervensi pihak manapun.
"Kami menyerukan kepada seluruh aparat penegak hukum,
jangan pernah ragu. Jangan ada yang 'masuk angin'. Tuntaskan kasus ini, seret
semua yang terlibat, dan tunjukkan bahwa hukum di Indonesia benar-benar berpihak
pada keadilan," pungkasnya. (rmol)