Oleh : Kisman Latumakulita/Wartawan Senior FNN
“Kebocoran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
sekarang ini sangat tinggi. Kebocoran di APBN itu sudah mencapai 30%. Kebocoran
ini menjadi yang tertinggi diantara negara-negara ASEAN. Kalau tidak diatasi
dari sekarang, maka akan berdampak terhadap biaya pembangunan yang mahal dan
tinggi, “ujar Ketua Umum Induk Koperasi Pegawai Negeri (IKPN RI) Prof. Dr.
Sumitro Djojohadikusumo, Oktober 1992 kepada wartawan Harian Ekonomi NERACA
Kisman Latumakulita di kantor IKPN Jalan RP Soeroso Nomor 21 Menteng Jakarta
Pusat.
Ditambahkan Pak Sumitro, sebaiknya biaya yang dikeluarkan
untuk pembangunan jangan terlalu mahal akibat kebocoran. Supaya hasil yang
dicapai sesuai dengan biaya yang dikeluarkan. Kalau biaya terlalu mahal, nanti
tidak optimal. Akibatnya, hasil yang diperoleh tidak sebanding dengan biaya
yang dikeluarkan. Untuk itu, kebocoran di APBN harus bisa ditekan. Supaya
hasilnya nanti akan bagus.
Presiden Prabowo membuat terobosan belum lama ini, yang tidak
biasanya terhadap postur APBN 2025. Presiden perintahkan kepada semua
kementerian dan lembaga (K/L) melakukan efisiensi anggaran pembangunan
besar-besaran. Efisiensi diutamakan untuk anggaran bagian peruntukan belanja
modal di APBN 2025.
Kebijakan efisensi anggaran di APBN ini tidak pernah
dilakukan oleh presiden-presiden yang sebelumnya. Terutama presiden-presiden
setelah dan selama era reformasi ini. Diduga itu karena para pejabat di
kementerian dan lembaga sedang asyik-asiknya berperta-pora menikmati kebocaran
ABPN sampai hari ini.
Langkah efisiensi anggaran ini menghidpkan memori ingatan
saya 32 tahun silam kepada Pak Cum atau Om Cum, sapaan akrab untuk Bapak Prof.
Dr. Sumitro Dijohadikusumo. Saya menduga Presiden Prabowo sudah berhasil
mendeteksi adanya kebocoran besar-besaran di APBN tahun-tahun sebelumnya yang
pantastis dan jumbo. Paling kurang kebocoran yang terjadi di sepuluh tahun
terakhir.
Kalau tahun 1992 dulu Pak Cum sudah mengingatkan kebocoran
APBN mencapai 30%. Berapa kebocoran APBN
tahun belakangan ini? Dengan menggunakan rumus sama, yang diajakarkan Pak Cum
kepada saya, maka kebocran APBN tahun 2024 lalu sudah mencapai 58,45%.
Kebocoran naik hampir sempurna 100% dari yang dihitung Pak Cum 32 tahun silam.
Menyaksikan fakta kebocoran APBN sekarang sebesar 58,45% ini,
bisa membuat bisa Indonesia gelap benaran. Kita jangan biarkan Presiden Prabowo
berjuang sendirian menghadapi para mafia, para penjahat, para perampok dan para
penggarong APBN. Bisa bonyok Presiden Prabowo. Kalangan civil society yang
selama ini kritis kepada pemerintah, saatnya untuk garung jurus, gabung
kekuatan bersama-sama dengan Presiden Prabowo atas nama “efisiensi
anggaran”.
Nanti saja kalau mau berlawanan arah dengan Pak Prabowo.
Mungkin untuk urusan negara yang lain, kita boleh saja beda pendapat dengan
Presiden Prabowo. Namun sebaiknya tidak berbeda dulu untuk topik “efisiensi
anggaran” ini. Apalagi para mafia, para penjahat, para perampok dan perompak
APBN juga sedang gabung jurus untuk melawan Presiden Prabowo dengan segala
cara. Kalau begitu mari kata berantem untuk selamatkan keuangan negara.
Saya mengetahui sapaan akrab untuk Pak Prof Dr. Sumitro
Djojohadikuso dengan sebutan “Pak Cum” dari Prisiden ketiga Bapak Prof. Dr.
Burhanudin Jusuf Habibie. Saat Pak Habibie masih menjabat Menteri Riset dan
Teknologi (Menristek) serta Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Terkonolgi
(BPPT). Selain itu, Pak Habibie juga menjabat sebagai Kepala Badan Pengelola
Industri Strategis (BPIS), yang membawahi lebih dari sepuluh BUMN penting dan
strategis di bidang industri.
Kalau sapaan akrab kepada Pak Presiden Habibi adalah Rudy.
Panggilan akrab Pak Habibie dengan Rudy ini saya dapat dari Bang Hariman
Siregar, tokoh dan maestro Malari 1974, yang memang menjadi guru politik saya.
Bang Hariman Siregar juga menjadi maha guru politik untuk para aktivis dari
delapan penjuru mara angin. Mulai dari yang sajadah sampai dengan haram
jadah.
Suatu hari di akhir Agustus tahun 1991, Pak Habibi bercerita
kepada saya tentang kekagumannya kepada Pak Cum. Cerita Pak Habibi, “Pak Cum
itu hampir sempurna. Pintar, disiplin dan paham tentang hampir semua persoalan
bangsa. Hal yang paling menonjol dari Pak Cum adalah rasa ke-Indonesiaan beliau
yang tinggi. Pak Habibie sering bertanya-tanya berbagai masalah kepada Pak
Cum”.
Semoga saja Allaah Subhaanahu Wata’ala mengampuni segala
kesalahan Pak Cum dan Pak Habibi serta bapak-bapak bangsa yang lain. Semoga
Allaah Subhaanahu Wata’ala merahmati Pak Cum dan Pak Rudi, lalu memasukan kedua
bapak bangsa itu bersama bapak-bapak bangsa yang lain ke surganya Allaah. Amin
amin amin.
Berkaitan dengan kebocoran anggaran di APBN itu, di beberapa
kali pengarahan yang diberikan kepada para menteri anggota kabinet dan kepala
lembaga, Presiden Prabowo sangat jelas dan tegas. Presiden memerintahkan para
menteri dan kepala lembaga agar melakukan penghematan untuk pengeluaran yang
tidak penting. Misalnya, perjalanan dinas, studi banding, kegiatan seminar dan
diskusi, acara-acara ulang tahun serta kegiatan serimonial lainnya.
Dana dari APBN sangat dibutuhkan untuk membiayai Makan
Bergizi Gratis (MBG) anak-anak di sekolah. Selain itu, dipakai untuk biayai
pembangunan dan perbaikan sarana pendidikan. Selama ini terlalu banyak anggaran
yang dipakai untuk membiayai kegiatan yang tidak penting. “Kita ini sudah lama
menjadi orang Indonesia, sehingga sudah paham, “sindir Prasiden Prabowo kepada
anggota kabinet.
Sindiran tersebut menandakan bahwa Presiden Prabowo sangat
paham dengan pesta-pora penggunaan anggaran selama ini. Presiden sendiri
melakukan penelusuran dan penyisiran sampai satuan sembilan. Alahmdulillah,
hasilnya ditemukan penghematan anggaran sebesar Rp. 300 triliiun lebih.
Kemungkinan masih akan bertambah lagi sampai Rp. 700 triliun. Mudah-mudahan
saja. Amin amin amin.
“Tahun 1992 kalau kebocoran APBN sampai 30% tersebut terlalu
besar. Tidak sehat APBN untuk membiayai pembangunan. Kebocoran yang besar ini
bisa mengganggu kelangsungan dan kelancaran pembangunan. Untuk itu, pemerintah
harus menekan, bahkan mencegah kebocoran APBN, “himbau Pak Cum.
Bagusnya kebocoran itu diturunkan. Pak Cum memberikan batasan
kebocoran anggaran di APBN yang masih bisa dikompromikan. Kalau kebocoran
antara 10-20% masih wajar. Supaya mereka para pengusaha yang mengerjakan
proyek-proyek pemerintah jangan sampai mengalami kerugian.
“Para pengusaha yang mengerjakan proyek pemerintah harus
untung. Tidak bagus kalau pengusaha itu merugi. Kalau pengusaha rugi, itu tidak
baik untuk menciptakan pertumbuhan di kelas menengah. Namun keuntungan yang didapat
pengusaha jangan terlalu besar. Bagus itu kalau kebocoran APBN antara 10-20%,
“ujar Pak Cum.
Peringatan Pak Cum berkaitan anggaran pembangunan di APBN
ketika itu, karena keboocoran sudah mengkhawatirkan. Akibatnya, biaya untuk
pembangunan menjadi mahal. Dampaknya, hasil pembangunan menjadi tidak maksimal.
Biaya untuk pembangunan besar, namun hasil yang didapat tidak seberapa.
Kenyataan ini yang harus dievaluasi dan diperbaiki.
Ketika Pak Cum mengingatkan kebocoran APBN 30% itu, saya
benar-benar bingung dan bengong, karena tidak paham? Diam-diam saya bertanya
dalam hati, darimana atau bagaimana caranya Pak Cum bisa mendapatkan angka
kebocoran APBN 30% tersebut? Untuk menjawab kebingunan dan rasa penasaran itu,
saya lalu beranikan diri bertanya kepada Pak Cum.
“Mohon maaf Pak Profesor. Saya ini wartawan surat kabar
ekonomi. Namun saya tidak pernah kuliah di Fakultas Ekonomi, sehingga saya
tidak paham bagaimana caranya bapak bisa mendapatkan angka kebocoran APBN 30%
tersebut? “tanya saya. Lalu dijawab oleh Pak Cum “gampang saja. Angka ICOR
rata-rata negara ASEAN, dibagi dengan ICOR Indonesia, setelah itu dikalikan
dengan 100. Pasti ketemu angka kebocoran APBN sebesar 30% tersebut”.
Pertanyaan berikutnya adalah apa yang dimaksud dengan istilah
ICOR itu? Berapa ICOR rata-rata negara ASEAN di tahun 1992 ? Lalu berapa ICOR
Indonesia di tahun yang sama? Saat itulah, saya baru untuk pertama kali
mendengar istilah ICOR dari Pak Cum. Tidak pilihan lain. Saya kembali
memberanikan diri bertanya kepada Pak Cum tentang definisi ICOR itu apa? Haram
maklum saja. Masih ingat dengan pesan dari para tetua di kampung halaman bahwa
“kalau malu bertanya, maka siap untuk sesuat di jalan”.
Alhamdulillaah kalau tidak salah ingat, dijelaskan oleh Pak
Cum bahwa yang dimaksud dengan “Incremental Capital Output Ratio (ICOR) adalah
besaran tambahan capital baru yang dibutuhkan untuk menaikkan atau menambah
satu unit output. Besaran ICOR pada suatu negara itu pada umumnya didapat dari
membandingkan besarnya tambahan capital dengan tambahan output.
ICOR rata-rata negara ASEAN di tahun 1992 itu adalah 1,5.
Sedangkan ICOR Indonesia pada tahun yang sama adalah 5. Dengan demikian, 1,5
dibagi 5, setelah itu dikalikan dengan 100, maka ketemulah angka 30% tersebut.
Angka 30% itulah kebocoran APBN Indonesia di tahun-tahun 1990 awal. APBN ketika
itu yang bocornya 30% saja sudah membuat Pak Cum memberikan peringatan kepada
pemrintah.
Sementara kebocoran APBN Indonesia hari ini adalah 58,45%.
Kebocoran APBN sebesar 58,45% tersebut dengan catatan ICOR negara-negara ASEAN
dihitung atau diambil dari angka yang terkecil 3,7. Padahal ICOR rata-rata
negara ASEAN sekarang antara 3,7-4,5. Sedangkan ICOR Indonesia saat ini adalah
6,33.
Nah lho, bisa besar bangat kebocoran APBN Indonesia sekarang?
Dimana bocornya, sehingga bisa mencapai angka 58,45% tersebut? Diduga kebocoran
itu ada di hampir semua institusi negara dan pemerintah. Bisa di kementerian
dan lembaga. Namun bisa juga di lembaga-lembaga negara setingkat Presiden
seperti MPR, DPR, DPD, BPK, MK, MA dan KPK.
Pastinya kebocoran APBN 58,45% sekarang ada pada mereka yang
berurusan atau berkait erat dengan anggaran. Dimulai dari perencanaan
nomenklatur di kementerian ddan lembaga. Setelah itu, dilanjutkan dengan
pembicaraan tahap satu, dua dan tiga di komisi-komisi DPR. Lalu dilanjutkan
dengan finalisasi di Badan Anggaran (Banggar) DPR serta pengesahan di sidang
paripurna DPR.
Berapa saja prosentase bagian para pihak yang terlibat
menggarong APBN? Dimulai dari perencanaan di kementerian dan lembaga sampai
dengan ketok palu persetujuan dan pengesahan di DPR?. Siapa kordinator besar
swsta yang bertahun-tahun bertugas mengkoordinir angka besar di atas Rp 100
triliun? (akan diuraikan nanti di tulisan-tulisan berikutnya). bersambung. (*)