Tidak Sesuai Dakwaan, Tom Lembong: Kenapa Hanya Saya yang Ditersangkakan?
Tom lembong
saat menjalani persidangan. (Tangkapan layar video)
JAKARTA — Mantan Menteri Perdagangan Tom
Lembong menyampaikan keberatannya dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi
yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat,
Selasa (11/3/2025).
Dalam persidangan, Tom menegaskan dakwaan terhadap dirinya
tidak sesuai dengan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang dikeluarkan
sebelumnya.
"Saya menekankan kembali keberatan yang disampaikan oleh
penasihat hukum saya. Tempos dakwaan tidak klop dengan tempos daripada
Sprindik," ujarnya di hadapan majelis hakim.
Tom juga mempertanyakan alasan dirinya menjadi satu-satunya
pihak yang dijadikan tersangka dan terdakwa dalam kasus tersebut.
"Kenapa hanya saya yang menjadi terdakwa dan bahkan
tersangka?" katanya.
Selain itu, ia mengkritik tanggapan Jaksa Penuntut Umum
(JPU), yang menurutnya belum menunjukkan keterkaitan antara pasal-pasal yang
dituduhkan dengan dugaan tindak pidana korupsi yang disangkakan kepadanya.
"Saya juga merasa bahwa dalam tanggapannya, Jaksa
Penuntut belum memperlihatkan sama sekali hubungan antara Undang-Undang yang
dituduhkan dengan tindak korupsi yang dituduhkan," tegasnya.
Sebelumnya, Tom Lembong menjadi tersangka dalam kasus dugaan
korupsi impor gula yang dilakukan saat ia masih menjabat sebagai Menteri
Perdagangan.
Pada Selasa malam (29/10/2024), Tom yang mengenakan rompi
merah muda khas tahanan Kejaksaan Agung (Kejagung), digiring dengan tangan
terborgol menuju mobil tahanan.
Kasus korupsi impor gula ini diduga merugikan negara hingga
Rp 400 miliar.
Kejaksaan Agung menilai Tom terlibat dalam praktik penunjukan
perusahaan importir non-BUMN untuk mengimpor gula, yang seharusnya hanya boleh
dilakukan oleh BUMN sesuai peraturan Kementerian Perdagangan.
“Sesuai dengan Keputusan Menteri Perdagangan dan
Perindustrian Nomor 527 Tahun 2004, yang diperbolehkan impor gula kristal putih
adalah BUMN,” ungkap Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Dirdik
Jampidsus), Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta Selatan.
Beberapa waktu lalu, Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Sari
Yuliati, menilai tidak ada pelanggaran atau unsur perbuatan yang melawan hukum
dalam kasus yang menjerat mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong, sebagai
tersangka dugaan tindak pidana korupsi impor gula.
Hal ini diungkapkan Sari Yuliati dalam Rapat Kerja dengan
Jaksa Agung RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (13/11/2024).
Sari Yuliati bahkan memberikan penjelasan panjang lebar
terkait proses penerbitan izin impor gula yang diterbitkan pada 2015 dan 2016.
"Tadi disebutkan pak Hinca, kasus ini menimbulkan
spekulasi masyarakat, kasus ini sarat dengan kepentingan politik," ujar
Sari Yuliati di hadapan Jaksa Agung, ST Burhanuddin.
Menurutnya, izin tersebut dikeluarkan berdasarkan peraturan
yang berlaku pada waktu itu. Sari menegaskan bahwa tidak ada pelanggaran hukum
yang dapat dibuktikan dalam penerbitan izin impor gula oleh Tom Lembong.
"Jika dilihat dari waktu penerbitan izin oleh Tom
Lembong yaitu 2015 dan 2016, maka tentu ada dua peraturan yang berlaku,"
lanjutnya.
Pertama, kata Sari Yuliati, untuk izin impor gula diterbitkan
pada 2015, yang berlaku adalah Kepmen Perindag nomor 527/2004 Pasal 2 ayat 2.
"Diatur bahwa gula kristal mentah dapat diimpor oleh
perusahaan yang telah mendapat pengakuan sebagai importir produsen gula,"
tukasnya.
Lanjut Sari Yuliati, pada Pasal 4 ayat 1, untuk izin impor
yang menerbitkan adalah Dirjen Perdagangan Luar Negeri Departemen Perindustrian
dan Perdagangan.
Adapun Pasal 2 ayat 4, menyebutkan gula kristal mentah yang
diimpor tersebut setelah diolah hasilnya dapat dijual atau didistribusikan
kepada industri.
"Kalau memang berhenti di sini, bisa dibilang Tom
Lembong melanggar peraturan. Tetapi di Pasal 23 menyatakan bahwa pengecualian
terhadap ketentuan dalam keputusan ini hanya dapat ditetapkan oleh
Menteri," sebutnya.
Sari Yuliati juga memberikan gambaran mengenai alasan
pemerintah menerbitkan izin impor gula.
Dikatakannya, harga gula yang tinggi membebani masyarakat,
khususnya yang kurang mampu.
"Saya memberikan ilustrasi, dikarenakan harga gula cukup
tinggi dan membebani masyarakat, khususnya yang kurang mampu," ucapnya.
Sebagai tindak lanjut dari MoU antara KASAD dan Menteri
Perdagangan pada 2013, kata Sari Yuliati, induk koperasi Angkatan Darat
(Inkopkar) meminta izin kepada Menteri Perdagangan untuk melaksanakan operasi
pasar dengan tujuan menstabilkan harga gula.
"Kemudian disetujui dalam pelaksanaannya Inkopkar dapat
bekerjasama dengan produsen dalam negeri atau beberapa perusahaan dalam
negeri," Sari Yuliati menuturkan.
Tambahnya, beberapa perusahaan tersebut kemudian mengajukan
permohonan kepada Menteri Perdagangan agar diberikan izin mengimpor gula
kristal mentah yang diolah menjadi gula kristal putih.
"Lalu didistribusikan kepada masyarakat di bawah harga
pasar. Karena tujuannya memang untuk menstabilkan harga," imbuhnya.
Dengan alasan tersebut, Sari Yuliati berpendapat bahwa
penerbitan izin impor oleh Menteri Perdagangan saat itu sah dan sesuai dengan
peraturan yang ada.
"Jadi di sini bisa juga kita lihat bahwa
perusahaan-perusahaan tersebut tidak sekadar mencari untung tapi ada juga rasa
nasionalisme mereka untuk membuat stabilitas nasional," cetusnya.
"Izin impor yang biasanya diterbitkan Dirjen dalam hal
ini diterbitkan oleh Menteri sebagai wujud pelaksanaan pasal 23 tadi,"
sambung dia.
Sari Yuliati bilang, perusahaan-perusahaan yang terlibat
dalam pengimporan gula tidak melanggar ketentuan yang ada, meskipun penerbitan
izin impor tersebut melibatkan pihak yang memiliki hubungan dengan sektor
militer.
"Di sini menimbulkan pertanyaan buat saya, penerbitan
izin impor tersebut melanggar ketentuan atau peraturan yang berlaku atau tidak?
Kalau melanggar, di mana letak pelanggarannya? Menurut Pasal 23 membolehkan pak
Menteri melakukan hal itu," tegasnya. (fajar)