Kawasan mangrove di Maros yang diduga disertifikatkan/Istimewa 

 

SULSEL — Aktivis lingkungan, Ahmad Yusran menyatakan Sulawesi Selatan (Sulsel) merupakan zona merah mafia tanah. Hal itu terungkap menyusul sejumlah temuan laut dan hutan bakau yang dikaveling.

 

Ketua Forum Komunitas Hijau mengatakan, terjadi perambahan hutan mangrove di Kabupaten Maros. Padahal, sejumlah titik sudah disertifikatkan dengan Sertifikat Hak Milik (SHM).

 

“Asli. Jadi tidak hanya Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di laut Makassar. Ada juga hutan bakau bersertifkat hak milik di Maros,” kata Yusran kepada fajar.co.id, Senin (3/2/2025).

 

Ia mengungkapkan hal tersebut bertentangan dengan aturan yang ada. Karena dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021, Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Nomor 18 Tahun 2021, SHGB dan SHM tidak boleh terbit di atas laut.

 

Sementara itu, kata Yusran, hutan bakau adalah laut. Dalam aturan, kawasan yang bisa disertifikatkan jaraknya 100 meter dari titik surut.

 

Karenanya, ia mengatakan, terbitnya SHM di hutan Bakau di Pantau Kuri Caddi, Desa Nisombalia, Kecamatan Marusu, Kabupaten Maros menurutnya melanggar aturan.

 

“Aneh. Di lokasi itu terbit SHM,” terang Yusran.

 

Yusran mengungkapkan, praktik itu, merusak sumber daya alam dan keanekaragaman hayati. Parahnya, itu terjadi seakan legal karena ulah mafia tanah.

 

“Karena kenyataan kerusakan sumber daya alam, terjadi secara sah oleh karena praktek mafia tanah," ucap Yusran.

 

Padahal, sambung Yusran, dengan hadirnya Surat Keputusan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Nomor 63 Tahun 2023 tentang tim percepatan reformasi hukum memandatkan pembentukan empat kelompok kerja.  Diantaranya membidangi persoalan agraria dan sumber daya alam.

 

Pertama, hak kepemilikan agraria maupun pengelolaan sumber daya alam yang belum berkeadilan bagi seluruh masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah korupsi.

 

Korupsi membuat perizinan pemanfaatan agraria dan sumber daya alam menimbulkan konflik dan meminggirkan hak-hak dasar kelompok rentan. Juga termasuk keadilan gender serta kepentingan antar generasi.

 

Rendahnya kapasitas pemerintahan akibat sentralisasi kewenangan menjadi penyebab lemahnya kapasitas secara nasional.

 

"Termasuk lemahnya penyelamatan dan pengamanan pesisir pantai dan pulau-pulau kecil dan pulau terluar. Sebab sejauh ini pengelolaan agraria dan sumber daya alam tak adil dan timpang," ujar Yusran.

 

Kepala Bidang Tata Ruang Dinas Sumber Daya Air, Cipta Karya, dan Tata Ruang (SDA-CTR), Andi Yurnita membenarkan hal tersebut. Ia mengatakan ada SHM 2,8 hektare di kawasan hutan bakau itu.

 

Hal tersebut, kata Ayu sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP)Sulsel.

 

Rinciannya, 2,72 hektare masuk kawasan hutan bakau. Kemudian 0,08 hektare lahan pertanian.

 

“Kasus yang ada di Maros. Di RTRWP memang fungsinya mangrove,” terang Ayu.

 

Pada dasarnya, ia mengatakan kawasan itu boleh ada sertifikat. Sesuai dengan RTRWP. Namun tidak boleh mengubah bentuk aslinya sebagai area konservasi.

 

“Boleh ada sertifikat, tapi tidak boleh mengganti ekosistem alaminya,” kata Ayu.

 

Yusran mengatakan modus kaveling laut di Makassar, sama dengan pagar laut bambu yang di Tangerang. Hanya saja, di Makassar menggunakan pagar batu.

 

Kawasan yang akan dikaveling dipagari, lalu terjadi perubahan gelombang laut, kemudian terjadi sedimentasi. Ketika itu terjadi, pihak yang ingin mengkaveling mendaftarkannya ke pihak berwenang.

 

“Praktik ini kan sebenarnya bukan rahasia. Saya sebut, sebenarnya Sulsel, Makassar sudah zona merah praktik mafia tanah,” terangnya. (fajar)


Label:

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.