JAKARTA — Mantan Panglima TNI Jenderal
(Purn) Gatot Nurmantyo mendadak mengkritik sikap berbeda yang ditunjukkan
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia saat berinteraksi dengan Presiden Prabowo
Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Dalam sebuah momen diskusi yang videonya kini viral, Gatot
mengamati bagaimana Bahlil bersikap biasa saja saat berjabat tangan dengan
Prabowo.
"Ketika pak Prabowo dan mas Gibran jalan, menyalami para Menteri. Ketika Bahlil salaman dengan pak Prabowo, biasa aja," ujar Gatot dikutip dari unggahan akun Instagram @anakabahsedunia, dilansir Fajar.co.id, Jumat (7/2/2025).
Namun, ketika giliran Gibran, Bahlil justru menunduk hormat
nyaris mencium tangan putra sulung Presiden Joko Widodo tersebut.
"Tapi begitu Gibran lewat, dia cium tangannya Gibran," cetusnya.
Gatot pun memberikan analisisnya mengenai hal tersebut. Ia menilai bahwa gestur Bahlil mencium tangan Gibran bukan sekadar bentuk penghormatan, melainkan menunjukkan adanya kekuatan besar di balik sosok Wapres termuda itu.
Prabowo dan Bahlil
"Kalau saya melihat ini, analisa saya ini, ini adalah
pemimpin saya dan dia mempunyai kekuatan luar biasa maka saya harus mencium
tangannya," Gatot menuturkan.
Lebih lanjut, Gatot mengungkapkan kekhawatirannya sebagai
mantan prajurit terkait potensi ancaman politik yang terjadi di pemerintahan
saat ini.
"Belum lagi, saya sebagai seorang tentara, saya selalu
berpikir tentang ancaman," tambahnya.
Ia bahkan mengibaratkan beberapa menteri sebagai "Kuda
Troya" yang sedang mempersiapkan Gibran untuk menjadi pemimpin di masa
depan.
"Jadi Menteri-menteri yang ada menurut analisa pribadi
saya, itu semacam kuda Troya, masuk ke dalam untuk menyiapkan, menjadikan sang
pangeran menjadi orang nomor satu," sentilnya.
Untuk diketahui, Kuda Troya merupakan kuda kayu raksasa yang
dibuat oleh bangsa Yunani untuk menaklukkan kota Troya dalam mitologi Yunani.
Pernyataan Gatot ini pun semakin memperkuat spekulasi bahwa
ada dinamika politik yang berkembang di dalam kabinet Prabowo-Gibran.
Terutama setelah munculnya ketegangan antara Partai Golkar,
tempat Bahlil bernaung dengan Partai Gerindra.
Sebelumnya, hubungan antara Partai Golkar dan Gerindra di
pemerintahan Presiden Prabowo Subianto disinyalir mulai mengalami gesekan.
Polemik kebijakan larangan pengecer menjual LPG 3 kg menjadi
pemantik perbedaan pandangan antara dua partai besar yang berada dalam satu
koalisi.
Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad,
menegaskan bahwa kebijakan tersebut bukan berasal dari Presiden Prabowo.
Ia menekankan bahwa kebijakan itu dari Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, yang juga merupakan Ketua Umum
Partai Golkar.
“Sebenarnya ini bukan kebijakannya dari Presiden, Presiden
turun tangan untuk menginstruksikan agar para pengecer bisa berjalan kembali,”
ujar Dasco di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (4/2/2025).
Pernyataan ini mengindikasikan bahwa Prabowo ingin menjaga
citranya dengan melepaskan tanggung jawab dari kebijakan yang menuai kritik
publik tersebut.
Dasco juga menegaskan bahwa saat ini Prabowo telah memerintahkan
agar kebijakan itu dibatalkan dan pengecer bisa kembali berjualan seperti
biasa.
Namun, pernyataan Gerindra tersebut tidak diterima begitu
saja oleh Golkar. Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia, justru
menilai tidak mungkin ada kebijakan yang diambil seorang menteri tanpa
sepengetahuan Presiden.
“Semua menteri-menteri, bukan hanya menteri dari Golkar, saya
rasa tidak ada kebijakannya yang tidak sepengetahuan Presiden. Tidak
mungkin," tegas Doli di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (6/2/2025).
"Enggak mungkin ada menteri yang berani-beranian atau
yang mengarang-mengarang kebijakan itu tanpa ada koordinasi atau instruksi dari
Presiden,” tambahnya.
Doli juga menekankan bahwa kebijakan Bahlil bertujuan baik,
yakni mengatur tata niaga distribusi LPG 3 kg agar lebih tertata.
“Dan yang dilakukan kemarin itu kan sebetulnya baik ya.
Artinya, itu yang mau diatur kan tata niaga soal gas elpiji 3 kg. Bahwa
kemudian kebijakan-kebijakan itu ada dinamika, ada tanggapan segala macam, ya
menurut kami biasa saja,” sebutnya.
Namun, di balik perdebatan ini, muncul spekulasi bahwa
perselisihan ini bisa menjadi ancaman bagi stabilitas koalisi.
Sinyal ini semakin kuat mengingat Prabowo ingin kabinetnya
berjalan dengan harmonis dan loyal.
Jika perbedaan ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin
Partai Golkar yang memiliki posisi strategis di kabinet akan mendapat tekanan
lebih besar dari Presiden.
Sementara itu, Dasco memastikan bahwa stok LPG 3 kg tetap
aman dan tidak terjadi kelangkaan.
“Stok tidak langka, stok ada, stok terkonfirmasi tidak
langka,” tutupnya.
Muncul pertanyaan di publik, apakah pernyataan ini cukup
untuk meredam konflik di antara dua partai besar dalam koalisi? Ataukah ini
justru menjadi awal dari ketegangan politik yang lebih besar di kabinet
Prabowo-Gibran? (*)