Oleh : Yusuf Blegur | Mantan Presidium GMNI
KESAMPINGKAN dulu isu kejahatan HAM yang membekap masa
lalunya. Tunda dulu polemik kecurangan dan manipulasi pilpres 2024 yang
berkolerasi dengannya. Suka atau tidak suka, senang atau tidak senang, dari
telunjuk Prabowo bisa mengarah instruksi revolusi atau menyerahkan sepenuhnya
NKRI pada oligarki.
Seorang Prabowo Subianto kini telah menjadi seorang presiden. Ditangannya nasib rakyat, bangsa dan negara Indonesia ditentukan. Akankah Prabowo membuat “legacy” keselamatan atau malah menambah kehancuran NKRI?.
Inilah momen paling
penting dan fenomenal dalam hidupnya.
Mampukah Prabowo mengokohkan jatidirinya sebagai pahlawan atau penghianat
di tengah rekam jejaknya yang eksotik dan dilingkupi
adrenalin politik dan bisnis yang menggebu?.
Dalam pelbagai kesempatan panggung publik, Prabowo kerap melontarkan narasi nasionalisme dan patriotisme. Ibarat hujan sehari menghapus kemarau sepanjang tahun. Deretan orasi dan diksi Prabowo yang menggairahkan, membuat rakyat optimis dan menyambut dengan gegap-gempita penuh harap.
Kenapa tidak?, saat situasi dan kondisi
rakyat akut terpapar oleh dampak korupsi
struktural dan sistemik, ancaman makar republik, perampasan tanah dan
penggusuran rumah, harga sembako, tarif listrik, BBM dan pajak yang mencekik
serta beragam kekerasan dan kematian akibat arogansi aparat. Prabowo seperti
membawa secercah harapan visi dan aksi perubahan untuk Indonesia yang lebih
beradab.
Namun apa daya, lidah tak bertulang, kekerasan hati tak
mungkin menjadi besi. Niat boleh tinggi namun belum tentu terbukti dan teruji.
Prabowo dalam konflik dan pergumulan batin, lahir sebagai pemimpin dari
rangkaian proses yang beririsan dengan
kejahatan konstitusi dan demokrasi, hingga berujung ingin keluar dari kemelut
konspirasi oligarki dan mafia yang mendominasi dan menghegemoni bumi
pertiwi. Prabowo dalam situasi krisis, berpihak pada amanat penderitaan rakyat
atau terus menjadi presiden boneka sekaligus budak para pemilik modal global
dan lokal.
Dari mantan presiden dan pejabat tinggi negara lainnya, sampai ke internal jajaran pembantunya sekarang. Sebagai seorang presiden aktif dan berkuasa penuh, Prabowo nyata-nyata menghadapi musuhnya dari dalam lingkungan internalnya sendiri. Tersandera, menghitung kalkulasi politik dari kekuatan pemerintahannya, dan terlalu berhati-hati, Prabowo diambang kebijakan yang ambigu dan ambivalen.
Menjadi pengikut setia dari struktur kekuasaan rezim
lama yang mengakar seranut, atau loyal menghamba pada kedaulatan rakyat, bangsa
dan negara Indonesia. Setia kepada UUD 1945, Pancasila, NKRI serta rakyat
marginal dan tertindas. Seperti yang pernah Prabowo saat menjadi pemimpin
militer yang peduli pada prajurit-prajurit bawahannya.
Menjadi presiden yang berlatar jenderal dari riwayat prajurit
tempur. Seorang Prabowo selayaknya berkiblat pada pembelaan pada segenap tumpah
darah rakyat Indonesia. Sekarang atau tidak sama sekali, menunjukan sikap
ksatria dan heroik berlandaskan Ketuhanan dan kemanusiaan di republik ini. Tak
peduli menghadapi musuh-musuh negara dari kalangan bangsa sendiri yang
kotuptif, konspiratif dan destruktif,
yakinlah Prabowo tak sendiri menghadapinya.
Ayo Jenderal!, sekali lagi tampikan watak dan karakter nasionalis dan patriotis yang humanis. Rakyat kini megap-megap dan NKRI semakin sesak dan pengap. Rakyat tak bisa lagi berharap kebaikan pada semua intitusi dan aparatur pemerintahan.
Kekuasaan eksekutif, legislatif dsn yudikatif termasuk lembaga komudioner, TNI dan Polri telah menjadi alat kekuasaan bukan sebagsi alat negara. Kini hanya tinggal seorang Prabowo berada di garda terdepan kedelamatan rakyat, bangsa dan negara Indonesia.
Sejarah di masa depan
saat ini sedang menuliskan, Prabowo kini menjadi “The Last Man Standing” dalam
prahara republik yang mencekam. Berani dan sanggupkah Prabowo menyelamatkan
atau justru semakin menghancurkan NKRI, Pancasila dan UUD 1945.
Janganlah takut pada penjara dan kematian untuk menjadi nasionalis dan
patriotis sejati. Seluruh rakyat Indonesia dan penduduk dunia pasti akan
menemui kematian. Persoalannya adalah pada esensinya, mati demi keselamatan dan
kebesaran NKRI atau mati menjadi kacung
oligarki. Kematian karena bangkit melawan atau diam tertindas. (*)